Reformasi Kepolisian

OC Kaligis
OC Kaligis (dok.SP)

“Sebagai praktisi tak dapat disangkal bahwa memang masih terdapat oknum polisi nakal.”

Oleh OC Kaligis

Kemenkumham Bali

Tulisan ini untuk para praktisi dan media pemerhati masalah hukum.

Barusan masyarakat masih menyaksikan bagaimana Bapak Presiden Joko Widodo memanggil ke Istana hampir semua pimpinan polisi mulai dari Kapolres sampai dengan para Jenderal.

Beliau di saat itu juga ditemani Bapak Kapolri. Tanda bagaimana pentingnya kehadiran mereka di Istana.

Kalau kami memperhatikan kerisauan Bapak Presiden, merupakan satu peringatan agar polisi yang menghadapi banyak masalah hukum, sudah seharusnya dan tiba saatnya untuk berbenah diri.

Para praktisi hukum pun pasti bisa memahami, terkadang betapa sulitnya membuat laporan polisi.

Tentu ini tidak berlaku umum, karena masih banyak oknum polisi yang bertindak profesional sebagai bagian petinggi penegak hukum yang memberi pelayanan hukum kepada masyarakat.

Kasus kasus yang ramai diperbincangkan media mulai dari kasus Sambo, musibah sepak bola di Malang, kasus Narkoba Jenderal Polisi Minahasa, dan banyak kasus lainnya yang tidak sempat diketahui media, menyebabkan Bapak Presiden merasa perlu memberi peringatan “keras” agar ke depan polisi bekerja lebih profesional.

Secara umum kita membutuhkan kehadiran polisi.

Sebagai praktisi tak dapat disangkal bahwa memang masih terdapat oknum polisi nakal.

Di saat polisi masih berada dibawah naungan tentara, yang berwewenang untuk turut mengawasi, bila perlu posisi oknum polisi nakal dipindahkan dari Jakarta ke tempat terpencil di Papua, oknum polisi nakal tersebut, masih ada “takutnya” bila bahagian personalia militer memanggil oknum Kapolres yang bermasalah. Bahkan Jenderal Polisi pun bisa mendapat sanksi dari atasannya yang militer.

Pernah di Orde Baru ada seorang klien kami ditahan oknum Kapolres untuk satu kasus perdata. Di saat itu kami meminta bantuan seorang petinggi personalia militer.

Spontan militer tersebut menelepon Kapolres, hanya dengan pesan bahwa yang bersangkutan adalah rekanan ABRI yang harus menghadap Cilangkap. Spontan klien tersebut dilepaskan. Begitu saktinya pesan petinggi tentara di saat itu.

Hadirnya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), mestinya pertanda niat baik Kepolisian untuk lebih profesional dalam menjalankan tugas. Sayangnya kehadiran Kompolnas terkadang anjurannya dikesampingkan begitu saja oleh oknum polisi bersangkutan.

Di era Orde Baru, kami pernah ke DPR-RI membuat laporan pengaduan dengan tema: Pencurian sandal sampai ke Pengadilan, perkara besar yang ada duitnya, tenggelam di kantor oknum polisi.

Sebabnya kami mengadu, karena kasus klien kami yang ditahan oleh oknum militer, akhirnya berhasil kami bebaskan.

Ketika perkara yang sama ditangani oknum Polisi dari Polda Metro Jaya, tanpa terlebih dahulu membuat BAP.

Pada saat itu klien kami langsung ditahan, tanpa mempertimbangkan permohonan kami untuk terlebih dahulu dibuatkan BAP.

Apalagi pada saat itu hadir saksi pelapor, yang telah memberi keterangan bahwa boleh saja di militer klien kami bebas, tetapi tidak di polisi.

Karena peristiwa hukum yang menurut saya sewenang-wenang, maka saya membuat pengaduan ke DPR-RI, satu hal yang jarang terjadi di saat itu.

Akibat perbuatan saya, Jenderal Polisi Anton Sudjarwo pada waktu itu, mengirim telegram ke segenap jajarannya, untuk tidak meladeni urusan hukum Kaligis. Kurang lebih lima tahun saya tidak diterima Polisi bila harus membuat Laporan Pengaduan.

Sejak itu saya sangat hati-hati mengkritik, sampai satu saat Jenderal Pol. Dibyo Widodo menunjuk saya membela polisi dalam kasus Trisakti, berujung kepada penunjukkan saya sebagai pengajar di Sespati Kepolisian di Lembang.

Tak dapat disangkal, bahwa sebagai praktisi saya masih mengalami oknum polisi nakal yang bermain, karena pihak berduit bermain dengan uangnya.

Memang terhadap laporan saya, baik Kabid maupun Kadiv Propam masih memberi atensi terhadap laporan saya, walaupun penyelesaiannya tidak maksimal.

Tetapi bagaimana dengan laporan pengacara yang datangnya dari tempat-tempat terpencil, pengacara mana sama sekali tidak punya akses dengan dunia media?

Seandainya dalam kasus Sambo, tidak dibentuk tim khusus menggantikan Tim penyidik Sambo, maka yang pasti dipercayai rakyat adalah : ”Terjadi baku tembak di antara oknum polisi.”

Saya tidak meragukan itikad baik Kapolri untuk berbenah diri. Memang berat menghadapi peristiwa-peristiwa hukum yang lagi marak mendapat perhatian media dan masyarakat, khususnya masyarakat hukum. Diperlukan itikad baik seluruh jajaran pimpinan polisi, dengan menaruh dan memberi perhatian terhadap masukan-masukan masyarakat atau para praktisi yang terjun langsung ke lapangan.

Jakarta, Kamis, 28 Oktober 2022.

*Prof. Otto Cornelis Kaligis

Tinggalkan Balasan