Catatan Haslan Madli Tambunan
Siapa yang tak kenal dengan sosok Satika Simamora di kalangan penenun Ulos Tano Batak bumi Tapanuli Utara (Taput) Provinsi Sumatera Utara.
Di mata ribuan penenun kain Ulos, Satika Simamora adalah seorang pejuang kaum Industri Kecil Menengah (IKM), yang berjasa dalam mengangkat, mengembangkan hingga mempromosikan kain Ulos ke penjuru dunia.
Nama Satika Simamora menjadi terkenal atau viral, baik di dunia nyata maupun maya, sejak prestasinya diakui oleh pemerintah Indonesia.
Wanita berparas cantik dan pintar ini diberi anugerah penghargaan Upakarti Tahun 2022 kategori Jasa Pengabdian atas inovasi pengembangan IKM (Industri Kecil Menengah) yang diserahkan langsung oleh Menteri Perindustrian Agung Gumiwang Kartasasmita.
Keaktifan Satika dalam program pemberdayaan masyarakat, diakuinya sejak menjadi istri seorang Bupati Tapanuli Utara (Taput), Nikson Nababan pada tahun 2014 hingga saat ini.
Secara otomatis posisinya kini menyandang nama Satika Nikson Nababan. Satika bersama suami Nikson Nababan tidak pernah bermimpi ingin menjadi pejabat apalagi menjadi seorang istri kepala daerah.
Wanita kelahiran Pematang Bandar ini ketika menerima tim Ekspedisi Geopark Kaldera Toba yang diselenggarakan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) 4 – 7 Februari 2023, menerangkan dengan penuh semangat tentang ulos, pemberdayaan penenun ulos dan pengabdiannya pada masyarakat Tapanuli Utara.
Karena tuntutan tanggungjawab menjadi istri Bupati Nikson Nababan, ia pun harus merelakan waktu, tenaga dan pikiran untuk dapat mengabdikan diri kepada masyarakat Taput.
Satika Simamora tetap semangat dan tanpa lelah menemani suami tercinta Nikson Nababan dalam memimpin 320 ribu lebih penduduk Taput.
Dengan posisinya sebagai istri bupati, Satika pun diamanahkan jabatan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) dan juga Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Taput.
Di sini lah, Satika Simamora banyak belajar untuk dapat berbuat lebih banyak lagi mengabdikan diri kepada masyarakat, di mana Satika Simamora harus dapat berbaur, mengayomi dan menjadi contoh yang baik bagi kepada masyarakatnya melalui gebrakan program pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat.
Perjuangan Tanpa Lelah
Tapanuli Utara merupakan kawasan yang mayoritas penduduknya beretnis Batak Toba, memiliki ragam budaya dan keindahan alam yang luar biasa. Dari Kota Medan butuh waktu 6 jam lebih perjalanan menuju Kota Tarutung, ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara atau sekitar 285 kilometer jarak tempuh dari Medan ke Tarutung.
Satika Simamora merupakan lulusan Magister Manajemen terbaik dari Universitas HKBP Nommensen mengaku untuk dapat diterima di hati masyarakat Tapanuli Utara membutuhkan perjuang keras dan memakan waktu yang lama. Bahkan, langkah yang dijalankan Satika Simamora berliku-liku penuh perjuangan untuk menyentuh hati masyarakat Batak.
Waktu terus berputar. Seiring itu, perempuan berusia 49 tahun ini dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat melalui adat dan budaya Batak yang sangat kental melekat di bumi Tapanuli. Dengan kepintarannya, Satika dapat dengan cepat berdialog atau bercakap Bahasa Batak.
Setahun kepemimpinan sang suami Nikson Nababan menjabat Bupati Tapanuli Utara (Taput) tepatnya tahun 2015, Satika memfokuskan diri untuk lebih banyak berbuat di TP PKK dan Dekranasda, dengan pengalamannya hidup di Jakarta.
Sebelum menetap di Tapanuli Utara mengikuti jejak suami, Satika Simamora memiliki segudang pengalaman dalam dunia modis dan fashion di ibu kota Indonesia. Dan melirik peluang kain Ulos untuk dipromosikan ke pasar nasional.
Ditolak Penenun Ulos
Ulos adalah salah satu jenis kain khas masyarakat Batak, Sumatera Utara, yang ditenun secara tradisional dengan menggunakan alat tenun bukan mesin. Ulos bagi orang Batak, bukan kain sembarang. Ada makna arti dari corak warna dan bentuk Ulos yang dipakai masyarakat Batak dalam kegiatan adat atau pesta adat, seperti upacara pernikahan, kelahiran dan dukacita.
Nah mulanya, Satika Simamora dengan perahu Dekranasda Tapanuli Utara melakukan pendekatan secara intens ke masyarakat penenun Ulos di sejumlah kecamatan. Salah satunya Kecamatan Muara tepatnya Desa (Huta) Nagodang yang terkenal dengan Kampung Ulos.
Kampung Ulos Nagodang telah sejak lama dikenal sebagai daerah penghasil tenun Ulos dari turun temurun, dengan kualitas tenun Ulos-nya yang tidak diragukan lagi. Bahkan, dari dulu hingga sekarang sumber penghasilan penduduk Huta Nagodang adalah tenun Ulos.
Sebagai Ketua Dekranasda Tapanuli Utara, Satika Simamora berupaya meyakinkan para penenun Ulos Huta Nagodang untuk menjadikan Ulos sebagai fashion bertaraf nasional yang akan membawa keberkahan dan kesejahteraan hidup. Selama ini, Ulos dianggap sebagai budaya bagi orang Batak.
Mindset itu harus diubah. Inilah yang menjadi tantangan terberat bagi sosok ibu dua anak ini, untuk mengubah mindset penenun Ulos di Kabupaten Tapanuli Utara. Agar dapat membawa tenun Ulos ke segmen fashion.
Diakui Satika Simamora, yang juga alumni Sekolah Tinggi Ekonomi Tri Dharma Widya, Jakarta, tantangan terberat adalah pola pikir masyarakat yang masih antipati atau rasa ketidaksukaan kepada pemerintah daerah, di mana setiap kebijakan kepala daerah terpilih selalu berubah-ubah.
Dengan sikap antipati tersebut, niat baik Satika Simamora pun kandas ditolak oleh penenun-penenun Ulos. Padahal, blusukan yang dilakukan Satika Simamora dari satu kecamatan ke kecamatan lain untuk mengajak penenun Ulos. Tujuannya sangat mulia, yakni demi membawa perubahan dan kesejahteraan masyarakat penenun Ulos.
Penolakan masyarakat penenun Ulos membuat Satika Simamora meneteskan air mata. Masyarakat beranggapan bahwa kehadiran istri Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan hanya untuk mencari uang perjalanan dinas (Surat Perintah Perjalanan Dinas – SPPD). Padahal, Satika Simamora mengaku tidak ada memperoleh sepersen uang akomodasi dari anggaran pemerintah dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua Dekranasda Kabupaten Tapanuli Utara.
Mendapat perlakuan tersebut, dengan tegarnya Satika Nikson Nababan berucap kepada penenun-penenun Ulos bahwa jika kalian (penenun) tidak makan, jangan salahkan pemerintah. Ketegaran itu terungkap di depan penenun, namun dibalik semua itu sisi sensitif kewanitaannya keluar.
Tidak dapat membendung rasa kekecewaan dan kesedihannya, tanpa disadari berlinang lah air mata sang istri Bupati Nikson Nababan hingga membasahi pipi. Niat tulusnya untuk mengabdi ke masyarakat sekaligus membantu peran dan tugas Bupati Tapanuli Utara tidak mendapat respon baik dari para penenun.
Buah Kesabaran
Beberapa minggu kemudian doa dan harapan didengar Tuhan. Kesabaran yang dibarengi perjuangan tanpa lelah yang dilakukan Satika Simamora membuahkan hasil.
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Kabupaten Tapanuli Utara ini kedatangan tamu istimewa ke rumah dinas yang ditempati Satika Simamora bersama keluarga.
Seorang penenun laki-laki yang juga seorang guru dari Papande, salah satu Desa di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara, membawa beberapa jenis Ulos untuk ditunjukan langsung dengan Satika Simamora.
Di tengah keputusasaan ternyata ada jalan keluar. Sang pria menunjukan ulos yang telah dibawa. “Ini Ulos yang ibu inginkan, sudah saya buat. Tapi, lihatlah tangan saya bu,” ujar pria tersebut ditirukan Satika Simamora.
Melihat tangan pria penenun Ulos yang penuh sayatan luka membuat hati Satika Simamora tersentuh. Ternyata membuat sebuah Ulos pada zaman nenek moyangnya tidak lah mudah, butuh pengorbanan waktu dan darah.
Benang halus yang merupakan dasar material Ulos tanpa disadari menyayat jari jemari dan tapak tangan hingga mencecerkan darah.
Satika Simamora pun jadi teringat pada masa Opungnya (Atok), warna merah yang mendominasi Ulos ternyata perpaduan darah dan warna putih berasal dari keringat, yang melekat di benang Ulos.
Begitulah tingkat kesulitannya zaman dahulu membuat Ulos di tengah keterbatasan peralatan, pengetahuan maupun bahan baku benang yang masih sulit didapat.
Mendengar dan melihat langsung kondisi penenun Ulos tersebut, Satika Simamora pun dengan tegas menjanjikan sesuatu hal yang membuat pria penenun tersebut bernapas lega. “Jangan bilang saya, ibu Bupati, kalau kalian tidak makan,” ungkap Satika Simamora pada penenun pria tersebut.
Janji yang telah dilontarkan membuat Satika Simamora harus putar otak. Dengan pengalaman fashion (modis) dan banyaknya teman di Jakarta, Satika Simamora menawarkan kerjasama dengan sejumlah desainer.
Diajaknya desainer-desainer top ibukota untuk melihat hasil karya Ulos yang dihasilkan para penenun Tapanuli Utara.
Fashion Ulos
Para desainer yang diajak Satika Simamora melihat langsung produksi Ulos Tapanuli Utara, terkagum menyaksikan perjuangan para penenun yang sanggup berjam-jam duduk seharian mengeyam kain dengan peralatan tradisional menjadikan gulungan kain menjadi Ulos yang bernilai.
Satika Simamora dengan pede-nya menyampaikan tanggapan kepada para desainer Jakarta. “Kira-kira pantas tidak kita angkat untuk fashion.” Bergumam di hati Satika Simamora, berharap semoga Ulos Tapanuli Utara mendapatkan apresiasi dari teman-teman desainernya!
“Ini bagus banget. Justru ini temuan terbaru bagi dunia fashion. Karena selama ini fashion yang diangkat hanya bernuansa Batik,” ucap Satika Simamora menirukan komentar teman desainernya.
Tak ingin kesempatan emas tersebut hilang, Satika Simamora tanpa buang waktu langsung mengkonsep event bertemakan “Fashion Ulos”.
Dengan kepiawaan dan kecerdasan Satika Simamora, meminta fashion Ulos ditampilkan oleh wanita berhijab. Tujuannya adalah agar Ulos dapat diterima oleh masyarakat luas di seluruh penjuru tanah air.
Terselenggaranya Fashion Ulos di Jakarta seluruhnya di-support oleh Satika Simamora, tanpa melibatkan anggaran pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Begitulah pengorbanan janji sosok Satika Simamora yang ingin mengangkat Ulos hingga mendunia.
Keberadaan Ulos kini telah diterima dan melekat di hati masyarakat Indonesia. Motif-motif Ulos Batak dipadukan pada baju, tas, jaket, sarung, selendang dan juga pernah-pernik yang dijadikan souvernir khas Batak.
Janji Terpenuhi
Kegigihan dan perjuangan Satika Simamora kini dirasakan oleh penenun Ulos di Tapanuli Utara. Janji Satika Simamora membuat penenun makan terwujudkan. Seiring dengan waktu, orderan atau pesanan Ulos telah banyak diterima oleh para penenun dari berbagai daerah.
“Saya ibu Bupati pun kalau pesan udah tidak ditarget lagi,” gurau Satika Simamora seraya membeberkan, pendapatan penenun sekarang ini lebih dari 9 juta per kapita.
Melimpahnya orderan kain Ulos khas Tapanuli Utara inilah yang sangat diidamkan Satika Simamora. Membuatnya puas dengan hasil kerja kerasnya mempromosikan Ulos ke penjuru dunia telah terealisasikan. Bahkan, kini desa-desa lainnya telah membuka diri mengikuti jejak kesuksesan Huta Nagodang.
Diakui Satika Simamora, setiap event fashion tingkat nasional, penampilan fashion Ulos selalu memperoleh peringkat pertama, baik dari segi tekstil tenun Ulos. Hal ini membuktikan Ulos telah mendapat pengakuan nasional.
Martondikan Ulos Mu
Dalam kunjungan Tim Ekspedisi Geopark Kaldera Toba yang diinisiasi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) ke Kampung Ulos Huta Nagodang, 5 Februari 2023, dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2023, Satika Simamora berpesan kepada masyarakat Tapanuli Utara khususnya penenun-penenun Ulos, untuk bangga memakai hasil olahan kain Ulos.
Menurut Satika Simamora, lawan terberat bagi penenun Ulos adalah diri kita sendiri sebagai orang Batak, karena tidak mau memakai tenun Ulos untuk kebutuhan sehari-hari. Penenun masih berpikir seribu kali untuk memakainya, karena satu tenunan yang dijual, hasilnya bisa dapat menyekolahkan anaknya.
Pola pikir ini yang harus diubah oleh penenun-penenun Ulos di Kabupaten Tapanuli Utara. “Mulai dari sekarang pakailah atau setidaknya kita pegang bolak-balik tenun itu. Yang pada akhirnya tenun tersebut bernapas atau Martondi, untuk memanggil orang-orang membelinya. Kalau tenun Ulos hanya disimpan di lemari, ya sudah la tidak akan ada hasilnya,” cetus Satika Simamora.
Satika Simamora memberikan tips bagi penenun dan UMKM, berikan Martondi (nafas) pada barang dagangan walau hanya sebatas memegang atau menyentuh merapikan barang dagangan tersebut.
“Bermartondi itu akan memanggil ‘kau akan laku, kau akan laku’.” Begitu tips dagang yang diperoleh Satika Simamora dari teman-teman Chinese-nya.
Tidak bosan-bosannya ia terus mengajak penenun-penenun Ulos untuk selalu memakai produk Ulos, agar orang-orang terpanggil untuk membeli produk Ulos. Dengan memakai produk Ulos tersebut, hal itu merupakan salah satu upaya mempromosikan dan mengenalkan betapa indah dan nyamannya produk Ulos dipakai.
11.000 Penenun Ulos Tapanuli Utara
Satika Simamora menginginkan produk Ulos asli buatan penenun Tapanuli Utara menghasilkan 11.000 pengerajin Ulos di masa kepemimpinan Bupati Nikson Nababan selama 9 tahun ini.
Satika Simamora membeberkan, saat ini ada 11.000 penenun handmade yang telah terdaftar di Tapanuli Utara. Dari belasan ribu penenun itu, diantaranya 6000 penenun yang belum ber-KTP alias masih bersekolah. Para anak-anak itu di waktu luang, membantu orangtuanya menenun Ulos, sekaligus belajar membuat produk Ulos.
Produk-produk Ulos yang dihasilkan telah membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi belasan ribu penenun Ulos. Di pasaran, produk Ulos dengan kualitas premium dibandrol mulai dari 500.000 Rupiah sebagai harga termurah. Dan harga tertingginya bisa mencapai 15 juta Rupiah.
Bayangkan saja, kalau penenun berhasil memproduksi 11.000 produk Ulos, berapa sudah penghasilan yang diperoleh para penenun. “Saya ambil saja hitungannya 300 ribu saja, dikalikan 11.000 produk Ulos?
Betapa besarnya hasil perputaran tenun Ulos di Kabupaten Tapanuli Utara yang mencapai triliunan rupiah. Sudah kalah dengan nilai APBD Tapanuli Utara dalam setahun,” ulas Satika Simamora.
Perputaran transaksional produk Ulos ini yang harus tetap dijaga dan diawasi oleh Satika Simamora, untuk memastikan pasaran produk Ulos tetap meningkat. Butuh kerja keras yang luar biasa untuk menggerakan ini semua. “Tenun bergerak UMKM lainnya pasti akan tumbuh,” sebut Satika Simamora.
Huhaholongi do Ho
Dan pengorbanan, perjuangan serta dedikasi Satika Simamora bagi Tapanuli Utara, dimanifestasikannya dalam sepenggal tagline berbahasa Batak Toba “Huhalongi do Ho”, yang artinya “Kucintainya dirimu”.
Iya, Satika kerap memasyaratkan tagline itu kala ia hadir di tengah-tengah masyarakat, di seluruh pelosok desa juga. Kocakannya yang khas membuat siapa saja yang mendengar tagline itu, terbalut rasa kasih sayang.
Apa yang Satika lakukan, Satika korbankan, Satika perjuangkan, tergambarkan lewat tagline itu, sekaligus simbol bahwa dirinya menyayangi segenap warga Tapanuli Utara.
Hal yang juga diharapkannya adalah semakin menularnya rasa kasih sayang antar sesama masyarakat. Dengan begitu, Satika pun yakin, apa yang akan dikerjakan, diraih, diimpikan, berbuah manis kelak jika diawali kasih sayang.
*Penulis adalah Pengurus SMSI Provinsi Sumut Bidang Teknologi Informasi