“Selaku advokat muda saya berharap kepada senior-senior hendaknya memberikan contoh konkret bahwa profesi advokat adalah officium nobile, yaitu profesi terhormat yang berdasarkan kode etik harus saling menghargai.”
Oleh: Clara Panggabean, S.H.
Sebagai advokat muda yang baru dilantik dan disumpah tentu saya bangga akan profesi advokat. Menurut saya profesi ini menyenangkan, karena kita bisa memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, memberikan pemahaman tentang hukum, bahkan membela kepentingan hukum klien.
Didalam proses saya menjadi advokat, ada materi yang diberikan pada saat Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), yakni Kode Etik Advokat Indonesia yang merupakan hukum tertinggi dalam menjalankan tugas profesi dan merupakan dasar atau landasan untuk melaksanakan tugas sebagai advokat.
Berdasarkan Kode Etik Advokat Indonesia, apabila terjadi pelanggaran oleh advokat maka terhadap advokat tersebut, dapat dijatuhkan sanksi yang paling ringan yakni peringatan biasa hingga paling berat yaitu pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Tetapi saat ini saya tidak membahas tentang sanksi tersebut, melainkan membahas bagaimana advokat sedemikian rupa diatur dalam rangka menjalankan tugasnya, antara lain advokat tidak bisa menelantarkan klien. Hal tersebut berarti advokat harus secara maksimal dan profesional dalam rangka membela kepentingan klien baik itu selaku penggugat atau tergugat dalam perkara perdata ataupun selaku tersangka, atau terdakwa dalam perkara pidana dalam persidangan maupun di luar persidangan.
Saat ini ada yang saya lihat sangat relevan dan perlu dikaji, yaitu ketentuan di dalam Kode Etik Advokat yang secara tegas dan jelas dalam Pasal 5 huruf a menyatakan : “Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercaya”.
Namun faktanya yang kita lihat terutama akhir-akhir ini di publik adanya peristiwa dimana antara advokat saling menyerang dengan sesama rekan advokat lainnya.
Saya tidak bermaksud masuk kepada permasalahan yang dipersoalkan mereka, tetapi menurut saya hal ini justru menimbulkan pertanyaan, bukankah apabila advokat saling menyerang di publik justru diduga merupakan pelanggaran kode etik sesuai dengan pasal Pasal 5 Huruf C yang menyatakan “keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan kode etik advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain”.
Berdasarkan Kode Etik Advokat Indonesia, kalau seorang advokat diduga melanggar kode etik, ya sebaiknya laporkan ke organisasi, itu aturannya. Dalam ketentuan kode etik saja, pemeriksaan adalah tertutup untuk umum, baru pada saat pembacaan putusan terbuka untuk umum. Hal ini berarti apabila ada peristiwa yang terjadi antara sesama advokat, tidak perlu diketahui secara umum atau diekspos, diberitakan melalui media elektronik, seperti tv, maupun Youtube dan media online lainnya.
Demikian juga seandainya pun ada pelanggaran hukum pidana berkaitan dengan sesama advokat, sebaiknya tidak usah saling membeberkan kesalahan. Laporkan saja ke pihak berwenang agar diproses. Karena advokat juga harus menghargai asas praduga tak bersalah (presumption of innoncent), apalagi menyangkut sesama rekan advokat.
Jadi, selaku advokat muda saya berharap kepada senior-senior hendaknya memberikan contoh konkret bahwa profesi advokat adalah officium nobile, yaitu profesi terhormat yang berdasarkan kode etik harus saling menghargai. Kiranya ke depan tidak ada lagi peristiwa-peristiwa saling menyerang antar advokat yang dipertontonkan ke publik. Sehingga masyarakat tidak menilai advokat suka berantem atau berdebat antara sesama advokat. Kalau berdebat didalam proses persidangan antara sesama advokat dalam perkara perdata maupun antara advokat dengan jaksa dalam perkara pidana di persidangan itu adalah hal yang biasa untuk mencari kebenaran.
Jadi, advokat senior-senior supaya kedepan tidak lagi terjadi peristiwa sesama advokat saling menyerang, karena kami sebagai kalangan milenial sangat ingin agar advokat berwibawa dan dihargai. Sehingga kecintaan saya dan anak-anak muda bahwa profesi advokat merupakan profesi terhomat dapat diimplementasi dan keinginan masyarakat mendapatkan keadilan melalui tugas-tugas advokat selaku penegak hukum dapat dirasakan.
*Penulis adalah Advokat Muda tinggal di Jakarta.