Hukum  

Setelah PN Jaktim, Giliran PN Jaksel Tolak Dakwaan Perkara Advokat Peradi Ini

Tim Pembela DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Jakarta Timur, selaku Tim Penasehat Hukum Advokat Rihat HS yang dikoordinir Jhon S.E Panggabean, S.H, M.H., (ketiga kiri) usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (27/1/2022)/Foto:istimewa

“Mengapresiasi kepada Majelis Hakim yang konsisten menerapkan hukum acara pidana dalam memeriksa perkara ini. Kedepan putusan ini sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam penanganan suatu perkara pidana dari sejak proses penyidikan dan penuntutan.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pimpinan Andy Widyo Laksono, S.H., M.H, menerima eksepsi (keberatan) Tim Pembela DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Jakarta Timur, selaku Tim Penasehat Hukum Advokat Rihat HS. Dakwaan perkara dengan terdakwa anggota Peradi ini pun, kembali batal demi hukum untuk kedua kalinya setelah sebelumnya di PN Jakarta Timur.

Kemenkumham Bali

Dalam putusan sela yang dibacakan pada Kamis, 27 Januari 2022, Majelis Hakim menyatakan menerima keberatan dari Penasihat Hukum Terdakwa Rihat HS. Selain itu, menyatakan surat dakwaan penuntut umum No.PDM-145/JKTSL/10/2021 tanggal 7 Oktober 2021 batal demi hukum dan membebankan biaya perkara kepada negara.

Putusan sela tersebut langsung diapresiasi oleh Tim Penasihat Hukum yang dikoordinir oleh Jhon S.E Panggabean, S.H,M.H., beserta Daance Yohanes,S.H., Togap L Panggabean, S.H., Nuria Roma Manurung, S.H., H. Mery Yanto, S.H., Ricardo Lumbanraja, S.H., Arisman Aritonang, S.H., Guntur Sibuea, S.H., dan Safril Partang, S.H., M.H.

“Majelis Hakim sangat objektif dan teliti dalam mempertimbangkan serta memutuskan perkara ini,” ucap Jhon S.E Panggabean, yang juga menjabat sebagai Ketua DPC PERADI Jakarta Timur, dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu (28/1/2022).

Jhon menilai, Majelis Hakim sangat konsisten menerapkan hukum pidana dalam memeriksa dan menilai tentang proses penanganan perkara kliennya yang juga anggota PERADI Jakarta Timur. Menurutnya, Majelis Hakim telah menerapkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku tentang penyidikan suatu perkara.

Adapun dalam pertimbangannya, Majelis Hakim secara garis besar menyatakan bahwa dalam Pasal 143 ayat (1) KUHAP harus disertai surat dakwaan. Dimana dibuat oleh Penuntut Umum berdasarkan Berita Acara Penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Sehingga dapat dipahami bahwa Berita Acara Penyidikan menjadi dasar untuk pembuatan surat dakwaan yang akan menjadi ruang lingkup pemeriksaan di persidangan.

“Karena surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi Hakim dalam sidang pengadilan atau dapat dirumuskan atau didefinisikan sebagai berikut, surat dakwaan atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan dan penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim yang memeriksa di muka sidang Pengadilan,” jelas Jhon menyapaikan pertimbangan Majelis Hakim.

Ia mengatakan, setelah Majelis Hakim meneliti dan mencermati berkas perkara dalam perkara a quo, ternyata benar yang diajukan oleh penuntut umum adalah penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polres Metro Jakarta Timur. Sementara dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum benar bahwa menyebutkan bahwa locus delicti peristiwa pidananya di Jakarta Selatan.

“Selanjutnya Hakim menyatakan berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) jo. Peraturan Pemerintah (PP_ Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 4 ayat 1, maka wilayah hukum Polres Jakarta Timur adalah seluruh wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, sehingga kewenangan penyidik Polres Metro Jakarta Timur adalah sesuai dan mengikuti wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Begitupula dengan wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan adalah seluruh wilayah Kota Adminstrasi Jakarta Selatan serta daerah-daerah lainnya,” paparnya.

Lebih lanjut, Majelis hakim juga menyatakan karena dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tempat kejadian (locus delicti) perkara a quo berada di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan, maka yang berwenang menyidik perkara berdasarkan ketentuan Perkap Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) jo. PP Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 4 ayat 1 adalah Penyidik  Polres Metro Jakarta Selatan.

“Berkas perkara yang dilampirkan atau diajukan oleh JPU adalah penyidikan yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Timur, sementara locus delicti sesuai dengan surat dakwaan penuntut umum Jakarta Selatan, maka penyidikan tersebut jelas bertentangan dengan Perkap Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) jo. PP Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 4 ayat 1,” urainya.

Integreted Criminal Justice System

Sehingga, menurut Majelis Hakim, bertentangan dengan sistem peradilan pidana terpadu (integreted criminal justice system). Terutama mengenai sinkronisasi strukutural, yakni keselarasan dalam rangka hubungan antara lembaga penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan tugas dan fungsi menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Tim Pembela DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Jakarta Timur, selaku Tim Penasehat Hukum Advokat Rihat HS yang dikoordinir Jhon S.E Panggabean, S.H, M.H., (kedua kiri) usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (27/1/2022)/Foto:istimewa

“Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena surat dakwaan Penuntut Umum No. PDM-145/JKTSL/10/2021 tanggal 7 Oktober 2021 didasarkan pada penyidikan Polres Metro Jakarta Timur Nomor Laporan Polisi 1048/K/X/2018/RESTRO JAKTIM tanggal 12 Oktober 2018, maka dengan sendirinya menjadi tidak sah dan batal demi hukum,” tegasnya.

Pada kesempatan itu, Jhon kembali mengapresiasi kepada Majelis Hakim yang konsisten menerapkan hukum acara pidana dalam memeriksa perkara ini. Kedepan putusan ini sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam penanganan suatu perkara pidana dari sejak proses penyidikan dan penuntutan.

“Apalagi perkara ini sebelumnya sudah pernah dibawa dan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,” ungkap Jhon, yang juga dikenal sebagai YouTuber dengan nama kanal “Jhon SE Panggabean“.

Saat itu, kata dia, atas eksepsi dari Tim Penasihat Hukum DPC PERADI Jakarta Timur pada tahun 2021 lalu, Majelis Hakim PN Jakarta Timur juga telah menyatakan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, karena locus delicti berada di Jakarta Selatan.

“Jadi eksepsi dalam perkara ini merupakan eksepsi yang kedua kalinya dikabulkan atas dakwaan yang sama yakni di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan” pungkas Advokat senior yang juga Wakil Ketua Umum DPN Peradi SAI.(tim)

Tinggalkan Balasan