Jakarta, SudutPandang.id – Advokat senior OC Kaligis kembali menulis surat terbuka dari Lapas Sukamiskin Bandung. Surat tersebut ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dan anggota DPR-RI.
Dalam suratnya, OC Kaligis mengutip falsafah terkenal Pahlawan Nasional Sam Ratulangi, yakni “Si Tou Timou Timou Tou” (Manusia hidup untuk memanusiakan manusia lainnya).
Menurutnya, prinsip hidup pahlawan kemerdekaan asal Minahasa tersebut, ada keterkaitannya dengan kedudukan Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan yang tetap harus dilindungi hak hak azasinya.
Filosofi tersebut, kata pemilik nama lengkap Otto Cornelis Kaligis ini, harus dimaknai oleh setiap pemangku kepentingan cara memperlakukan warga binaan yang terampas harkatnya sebagai manusia.
Berikut surat terbuka OC Kaligis yang ditujukan kepada Menkumham Yasonna Laoly:
Sukamiskin, Minggu, 1 November 2020.
Kepada yang saya hormati Bapak Menteri Hukum dan Ham Pak Yasonna Laoly Phd, dan seluruh wakil Rakyat di Indonesia.
Dengan penuh Hormat.
1. Si Tou Timou Tumou Tou. Inilah Filosofi Sam Ratulangi yang Artinya: Manusia baru bisa disebut sebagai manusia, Jika sudah dapat manusiakan manusia.
2. Filosofi ini mengembangkan Zoon Politiconnya Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang saya terjemahan sesuai dengan pendapat Guru Besar saya ketika saya belajar di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, dengan terjemahan :”Man is a social and political being.”
3. Filsafat Sam Ratulangi baru bisa diterapkan apabila dalam kenyataannya bila dunia ini, tidak hanya terdiri dari satu orang. Tentu yang dimaksud oleh filsuf, Pahlawan Nasional Sam Ratulangi adalah bila manusia itu hidup bermasyarakat. DR. Sam Ratulangi adalah putera Minahasa pertama yang meraih gelar Doktor di Zurich-Swiss, tempat Albert Einstein pernah belajar.
4. Lalu bagaimana hubungan manusia dengan penguasa, yang kekuasaannya berasal dari rakyat? Apakah sang Penguasa mempunyai kewajiban untuk memanusiakan rakyatnya?
5. Mari kita Simak Filsafat Pancasila, khususnya tentu yang pertama Sila KeTuhanan, berakhir dengan kewajiban Penguasa untuk melaksanakan masyarakat yang adil dan makmur.
6. Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat, Raden Pandji Soeroso yang beranggotakan 67 orang. Salah seorang di antaranya adalah DR. Sam Ratulangi, akhirnya mereka berhasil mendirikan NKRI berdasarkan UUD 1945, yang menempatkan manusia dengan dasar persamaan hak di depan hukum dan harus dilaksanakannya Hak Azasi Manusia.
Filsafat dasar negara adalah Pancasila, sejalan dengan filsafat yang dianut Sam Ratulangi: Si Tou Timou Tumou Tou. Akhirnya NKRI berdiri atas dasar Pancasila dan UUD 45.
7. Mengapa saya mengenang jasa DR. Sam Ratulangi sebagai seorang Guru, Jurnalis dan Politikus (1890-1949)?
Kebetulan Pahlawan Sam Ratulangi dalam perjuangan politiknya bersama-sama para pejuang kemerdekaan Indonesia pimpinan Presiden Soekarno, pernah menempati satu kamar di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin di tahun 1938.
8. Lahirnya Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 8/1981 yang disebut sebagai Karya Agung, menempatkan para tersangka sebagai subyek, sebagai manusia yang harus diperlakukan berdasarkan azas praduga tak bersalah. Berbeda dengan HIR (Hukum Acara ciptaan kolonial), yang menjadikan manusia sebagai obyek dengan azas praduga bersalah.
9. Dalam rangka memanusiakan manusia berdasarkan azas praduga tak bersalah, penjara diganti dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan. Terpidana diganti dengan sebutan Warga binaan.
10. Mukadimahnya, “pertimbangan: KUHAP: NKRI adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukan didalam hukum dan pemerintahan tanpa ada pengecualian. Atas dasar pertimbangan itu pemerintah dan pembuat UU mencabut HIR, Hukjum Acara kolonial, Staatblad (Lembaran Negara) 1941 Nomor 44.
11. Mengenai UU Pemasyarakatan. UU Nomor 12/1995 Pertimbangan. ”Membaca: Bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan sumber manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistim pembinaan terpadu. Bahwa sistim sebelumnya yang berlaku, tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. “Bahwa sistim kepenjaraan yang dianut dalam ordinance Voorwaardelijke Invrijheidstelling (SB. 1917-749. Tanggal 27-12-1917…dst. Sepanjang yang berkaitan dengan pemasyarakatan, tak sesuai dengan sistim pemasyarakatan Pancasila dan UUD 1945”. Selanjutnya Pasal (3): Nama penjara diganti dengan sebutan Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) dengan tugas Pembinaan.
12. Asas UU Pemasyarakatan diatur dalam Pasal 5:
- Pengayoman
- Persamaan Perlakuan dan Pelayanan (catatan saya: jelas PP. 99/2012 yang diskriminatif, bertentang dengan Asas ini)
- Pembimbingan
- Penghormatan terhadap harkat dan martabat warga binaan.
13. Pasal 14 UU Pemasyarakatan mengatur Hak-hak para warga binaan.
- Hak menjalankan ibadahnya
- Mendapatkan perawatan
- Pendidikan
- Menyampaikan keluhan
- Mendapatkan bacaan
- Remisi
- Assimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
- Bebas bersyarat
- Cuti menjelang bebas.
14. Baik KUHAP maupun UU Pemasyarakatan ditandatangani oleh Bapak Presiden Soeharto di era Orde Baru. Kedua UU hasil Pemerintahan Orde Baru, benar-benar di situ penguasa memanusiakan manusia sesuai dengan filsafat DR.Sam Ratulangi.
15. Awal lahirnya Reformasi. Ditandai dengan lahirnya UU Nomor 28 tahun 1999 mengenai Pemerintahan bebas korupsi kolusi dan nepotisme. Tekad perjuangan Orde Reformasi adalah Pemerintahan yang bersih bebas korupsi. Meninggalkan “katanya” praktek korupsi Orde Baru.
16. UU KKN tersebut disusul dengan lahirnya UU KPK, UU Nomor 30/2002 jo. Nomor 30/2019.
17. Sayangnya KPK karena tidak diawasi, penuh dengan oknum-oknum yang korup. Terbukti Dari kasus Bibit-Chandra. Didalam BAP Ir. Ary Muladi yang adalah seorang calo perkara di KPK, terungkap nama-nama yang menerima uang Satu Miliar Rupiah, termasuk disebut juga suap untuk para penyidik KPK. Adalah Ketua Komisioner KPK diwaktu itu saudara Antasari Azhar yang hendak membongkar praktek korupsi di KPK dengan membuat Laporan Polisi, LP No.2008 K/VII/2009/SPK Unit III.
Bukannya berhasil membongkar korupsi ditubuh KPK, sebaliknya Antasari Azhar perkaranya direkayasa. Antasari didakwa sebagai seorang pembunnuh, tanpa satu alat buktipun. Memang dalam kenyataannya KPK diisi oleh oknum-oknum KPK yang korup. Pemeriksaan para tersangka hasil jerat KPK adalah pemeriksaan sandiwara.
Semua fakta persidangan yang terungkap di Pengadilan, dikesampingkan begitu saja oleh KPK. Mulai dari penyidikan, saksi dilarang didampingi Pengacara, agar terhadap para saksi, Penyidik KPK bebas mengintimidasi, mengarahkan jawaban para saksi melalui pertanyaan yang menjebak.
Di Sukamiskin banyak korban korban KPK yang diadili tanpa bukti, atau tanpa mereka merampok uang negara.