Jakarta, SudutPandang.id – Advokat senior OC Kaligis kembali mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
Dalam suratnya, OC Kaligis mengupas tentang kondisi hukum dan HAM di era Reformasi.
Ia juga mengungkap Remisi warga binaan perkara tindak pidana korupsi yang tebang pilih.
Berikut isi surat selengkapnya yang ditulis OC Kaligis ke Menkumham Yassona Laoly:
Sukamiskin, Selasa 15 September 2020.
Hal. Keadilan yang compang camping di era reformasi . Quo Vadis Hukum di Indonesia?
Kepada Yang saya hormati Bapak Menteri Hukum dan Ham, Bapak Yasonna Laoly, Phd.
Bapak Menteri Hukum dan Ham Yang saya hormati.
Perkenankanlah saya, Warga Binaan Lapas Sukamiskin Bandung, Otto Cornelis Kaligis tanpa hak remisi, dalam kedudukan saya baik sebagai Praktisi maupun sebagai Akedemisi menyampaikan pengalaman empiris saya sebagai berikut.:
1. Di belakang nama Menteri ada kata HAM. Singkatan Hak Asasi Manusia.
2. Karya Agung di era Pemerintahan Orde Baru Bapak Pembangunan Soeharto di bidang hukum. Pelita V, era hukum dan keadilan. Lahirnya Undang-undang Nomor 8/1981 dikenal dengan nama KUHAP. Lahir di era Pemerintahan Bapak Soeharto, dengan dasar Pancasila, UUD 45, Hak Asasi Manusia dan persamaan di depan hukum disambut oleh para penegak hukum sebagai karya agung, meninggalkan HIR ciptaan kolonial Belanda.
Mengapa? Karena melalui Hak Asasi Manusia dan persamaan di depan hukum, dan berdasarkan Pancasila yang menjunjung tinggi harkat martabat manusia, para tersangka tidak lagi diperlakukan sebagai obyek pemeriksaan dengan azas praduga bersalah (presumption of guilt), tetapi yang berlaku adalah asas praduga tak bersalah.
Semua ratifikasi konvensi konvensi international seperti misalnya ICCPR, menyepakati bahwa diskriminasi di depan hukum, melanggar Hak Azasi Manusia.
3. Untuk kebutuhan tenaga kerja dibuat Undang-undang Nomor: 1/1967 tentang penanaman modal asing. Banyak pengusaha asing ke Indonesia, menampung para tenaga kerja. Pemerintah dapat menghemat anggaran karena para kepala daerah dipilih langsung tanpa hiruk pikuk kampanye yang menghabiskan uang negara, penuh dengan politik uang.
Ekonomi pusat dan daerah bertumbuh pesat karena tidak ada kepala daerah yang dipidanakan. Sandang pangan berhasil, sehingga Indonesia mandiri dalam persediaan beras, karena persediaan beras dalam negeri surplus.
Di masyarakat dunia Presiden Soeharto diangkat PBB yang bermarkas di New York sebagai Ketua Gerakan Non Blok dimana beliau melalui pidatonya di PBB berhasil menyampaikan kepada dunia apa yang dikenal dengan nama Pesan Jakarta. Pembangunan berencana dilaksanakan melalui tahap-tahap rencana Pelita. Pengusaha bebas berusaha tanpa ditangkap “KPK”.
4. Sebagai salah seorang Pengacara Pak Harto, saya teringat akan ceritera beliau ketika mula pertama jadi Presiden kedua Indonesia. Di satu kesempatan ketika bertemu dengan para pemimpin Jepang, beliau dinasehati untuk mendahulukan sandang pangan untuk membawa bangsa Indonesia menjadi sejahtera dan makmur.
5. Di dunia Peradilan Pak Harto tidak pernah memberi deponeering kepada para tersangka, karena sadar akan sumpahnya, sebagai pelaksana hukum. Satu peristiwa hukum yang jelas bertentangan dengan azas equality before the law. Para anarkis dipenjarakan melalui Undang-undang subversif.
Singapura, Malaysia masih melaksanakan “security Act” untuk mengamankan negara dari golongan anarkis, provokator, pemecah belah persatuan bangsa melalui isu agama.
6. Hukum di era Reformasi. Sayangnya Karya Agung KUHAP tidak segera disertai dengan dibentuknya Hukum Pidana Indonesia, ciptaan Republik. Kita masih berpijak kepada KUHP Staatblad 1915 ciptaan penjajah Belanda yang berlaku sejak tahun 1918, dan tetap berlaku sampai sekarang.
Ketika saya membela perkara Kapten Said di Pengadilan Amsterdam saya sempat membeli/membaca KUHP Belanda. KUHAP baru yang seharusnya diterima oleh Presiden Joko Widodo tertunda dengan alasan yang disebut Carry Over yang mungkin tidak akan pernah terlaksana, hanya karena protes dan bantahan ICW, Media Sosial Pembangkang.
Saya mengetahui bahwa KUHP Belanda telah banyak perubahan, menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Tidak semua pelaku tindak pidana di Belanda yang serta merta dikirim ke penjara. Itu sebabnya penghuni penjara di Belanda hampir kosong. Bahkan, di Thailand tersiar kabar bahwa penjara akan dijadikan obyek kunjungan para turis.
Sebenarnya, Sukamiskin pernah dikunjungi tamu-tamu melihat kamar Presiden Pertama Indonesia, Bapak Soekarno yang pernah juga menjadi penghuni Sukamiskin. Sayangnya sekarang kunjungan wisata tersebut telah dihentikan. Mudah-mudahan sementara, menunggu selesainya musibah Corona Covid- 19.
7. Era Reformasi ditandai juga dengan lahirnya Undang-undang Nomor: 29/1999 tentang Pemerintahan bebas KKN. Disusul dengan Undang-undang Nomor: 30/2002 tentang menjalankan pemerintahan yang baik. KPK Lembaga ad hoc yang tugas utamanya membantu penyidik polisi dan kejaksaan dalam memberantas korupsi justru penuh dengan oknum-oknum KPK yang korup.
8. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh KPK.
Adalah Antasari yang bermaksud membongkar korupsi KPK. Bukannya berhasil, sebaliknya Antasari dimasukkan penjara melalui rekayasa sangkaan pembunuhan. Anggodo dalam kasus PT. Masaro yang diduga diperas KPK, dimasukkan bui, sebaliknya para oknum, komisioner KPK yang menerima suap, bebas pidana.
9. Tebang Pilih KPK.
Ternyata dalam prakteknya, KPK banyak menyalah gunaan kekuasaannya yang tanpa batas. Dalam kasus korupsi Abdullah Puteh, mengenai pembelian helikopter di tahun 2001 sebelum lahirnya KPK, semua para Bupati, Wali Kota bahkan DPRD, menyetujui pembelian helikopter tersebut guna menghadapi gangguan GAM yang mengsaboter perjalanan dinas Gubernur, Bupati, Wali kota dan seterusnya. Dua hakim karier menolak memeriksa kasus tersebut karena melanggar azas legalitas. Sayangnya dua hakim karier tersebut kalah suara dengan para hakim ad hoc KPK.
Sekalipun semua Bupati, Wali Kota, DPRD memberi persetujuannya mereka memakai uang negara. Tebang pilih KPK, menyebabkan hanya menyeret terdakwa Puteh dan si penjual helikopter yang sama sekali melakukan jual helikopter tersebut berdasarkan perjanjian perdata.
10. Saya pernah di bulan oktober 2015 melaporkan korupsi KPK melihat hasil temuan BPK sebesar Rp 31 miliar ke DPR. Sayangnya apabila laporan tersebut menyangkut oknum KPK, laporan tersebut tidak ditindak lanjuti. Bahkan saya membuat buku “Korupsi Bibit- Chandra” yang akhirnya disidik, dan mereka berdua melalui P-21 Kejaksaan perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan, terhenti oleh deponeeringnya Presiden SBY.
Lalu dimana implementasi asas equality before the law?. Mungkin SBY lupa sumpahnya ketika diangkat sebagai Presiden. Berdasarkan Pasal 9 UUD, Presiden wajib tunduk kepada Hukum. Lalu mengapa Bibit-Chandra dikesampingkan perkaranya?
11. Sedikit fakta hukum mengenai sangkaan korupsi Prof. Denny Indrayana hasil penyidikan Bareskrim Polri. Divisi Humas Polri Brigjen Pol Anton Charliyan: ”Satu rekening atas nama dua vendor masing masing PT. Nusa Inti Artha dan PT. Finnet Telkom” Uang disetor dahulu ke rekening dua vendor tersebut, baru masuk ke kas Bendahara Negara. Ini menyalahi aturan. Seharusnya mesti langsung masuk ke kas Bendahara Negara. Ada indikasi kerugian negara sebesar kurag lebih Rp 32 miliar dan pungutan tidak sah sebesar kurang lebih Rp 605 juta.
Perkara dugaan pidana lainnya oleh Komjen Pol. Budi Waseso: Perhitungan perjalanan ganda Prof. Denny Indrayana. Selain masih ada 5 sangkaan dugaan pidana oleh Prof. Denny Indrayana.
Demikian pernyataan Komjend. Budi Waseso di media. Menteri keuangan pada tanggal 11/7/2014 segera memerintahkan kepada Menteri Hukum dan HAM. DR. Amir Syamsuddin, menghentikan proyek Payment Gateway. Menteri Keuangan tidak membenarkan adanya pungutan tambahan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Berita tanggal 13/5/2015 dari Plt Kapolri Komjend. Badrodin Haiti: Pemeriksaan Payment Gateway sudah sesuai norma. Tidak ada kriminalisasi terhadap Prof. Denny Indrayana. Belum lagi sejumlah saksi a charge dan ahli serta barang bukti hasil gelar perkara kasus Prof. Denny Indrayana dengan hasil kesimpulan: Prof. Denny dinyatakan tersangka korupsi.
12. Perlu dipertimbangkan di Sukamiskin terdapat lebih dari 50 Kepala Desa, Camat, Bupati, Gubernur. Hal yang tidak pernah terjadi di era Soeharto. Belum lagi para pengusaha yang melakukan hubungan usaha dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mereka yang menurut hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak merugikan negara. Mereka tetap dipenjarakan walaupun sama sekali tidak merugikan negara.
Bahkan BPK yang menurut undang-undang berkewajiban menghitung kerugian negara, hasil pemeriksaannya tidak pernah digunakan KPK. Perlu dipertimbangkan dimana letak kesalahan sistim pemerintahan, sehingga para Kepala Desa, Camat, Bupati yang merupakan pelaku ekonomi untuk turut serta membangun ekonomi Indonesia harus dipenjarakan?.