JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Tragedi Kanjuruhan di awal bulan Oktober lalu yang berlangsung duka ternyata mengundang suatu makna yang baik dalam menyatukan rivalitas yang selama ini terjadi dalam lapangan.
Momentum doa bersama digelar oleh para suporter sepak bola di Indonesia, salah satunya yang menarik perhatian adalah dataran Bumi Mataram di pulau Jawa.
Suporter dari PSIM, Persis Solo, dan PSS Sleman menyatu untuk ikut mengirimkan doa bagi korban Tragedi Kanjuruhan. Ribuan orang di Mandala Krida tersebut menanggalkan permusuhan dan mengikrarkan perdamaian demi mendoakan ratusan orang yang menjadi korban di Stadion Kanjuruhan.
Rivalitas antar suporter menjadi hal wajar yang terjadi dalam persaingan kulit bundar. Selama ini yang terkenal adalah rivalitas antar suporter ketika tim besar melakoni pertandingan untuk menciptakan sejarah hasil pertemuan.
Seperti Persija Jakarta yang berjumpa Persib Bandung. Para suporter kedua tim besar ini saling bersaing demi menjaga nama klubnya.
Begitu juga persaingan yang terjadi antara Persebaya Surabaya dengan Arema FC yang menjadi ikonik persaingan antar suporter di daratan Jawa Timur.
Rivalitas adalah hal wajar jika ditanggapi dengan bijaksana dan bukan berujung pada anarkisme atau pun kriminalitas.
Rivalitas ini juga ternyata terjadi di daratan pulau Kalimantan Timur. Lebih tepatnya dua tim besar dari Kaltim, yaitu Persiba Balikpapan dan Borneo FC Samarinda.
Pemain Bali United, Lerby Eliandry bercerita tentang rivalitas antara suporter Samarinda dengan Balikpapan. Dalam perjalanan rivalitas dua kelompok ini, korban juga berjatuhan. Namun, seiring berjalannya waktu, dua pihak mampu menahan ego masing-masing. Kini, antara suporter Samarinda dengan Balikpapan sudah tak terjadi permasalahan lagi.
Bahkan rivalitas derbi Kaltim ini sudah terjadi puluhan tahun lalu di Indonesia. Hanya saja di beberapa tahun terakhir tepatnya pada tahun 2017, perdamaian antarsuporter sudah terjalin dan Lerby menjadi saksi perdamaian itu di lapangan hijau.
“Kami dulu saat di Borneo sama Persiba. Dulu infonya sampai ada yang meninggal, tapi akhir tahun 2017 malah satu stadion. Pusamania di tribunnya sendiri dan Persiba ada di tribunnya sendiri. Saat pertandingan itu saya tidak selebrasi waktu cetak gol, karena (suasananya) damai,” ungkap Lerby
Lerby memang menjadi salah satu pemain yang sangat profesional ketika berhasil mencetak gol ke gawang lawan yang merupakan adalah mantan timnya.
Misalnya saja, saat ia berseragam Borneo FC selama empat musim. Ketika menghadapi Bali United dan mencetak gol, ia tidak pernah melakukan selebrasi berlebihan. Hal itu dilakukan demi menjaga tim yang membesarkan namanya di kancah sepak bola Indonesia.
Begitu juga saat ia kembali berseragam Serdadu Tridatu pada 2020 lalu. Pada saat melakoni pertandingan Liga 1 musim lalu, ia menjadi pemain penentu kemenangan Bali United dengan mencetak gol kedua ke gawang Gianluca Pandeynuwu sekaligus memastikan timnya meraih kemenangan.
Sekali lagi, Lerby tidak melakukan selebrasi karena mencetak gol ke gawang tim tanah kelahirannya. Hal itu dilakukan demi menjalani profesionalitasnya dan menjaga kedamaian dalam sepak bola.
Kejadian di Kanjuruhan tentu mengajarkan seluruh elemen penggiat sepak bola Indonesia untuk intropeksi diri dan belajar dari pengalaman duka ini. Baik sebagai pemain, petugas keamanan, suporter dan pihak terkait lainnya untuk bisa sama-sama belajar dari tragedi sedih ini.
“Saya berharap dengan kejadian ini, suporter dan yang lainnya semakin dewasa. Tidak ada saling menyalahkan, tapi semua introspeksi diri masing-masing,” harap Lerby.
Mantan pemain Pon Kaltim ini juga mengingatkan para suporter untuk bisa mengenali batas-batas dalam mencintai suati klub yang didukungnya. Sebab, dengan mencintai sesuai batas akan membawa pada kecintaan yang bijaksana terhadap tim yang didukungnya.
“Boleh mencintai tim tapi jangan fanatik berlebihan karena bisa menimbulkan sesuatu yang merugikan semua pihak,” tutup Lerby.