Jakarta, SudutPandang.id – Pengacara senior OC Kaligis kembali mengirimkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam surat yang ditulis di Lapas Sukamiskin, Bandung, Sabtu (13/6/2020), Akademisi ini mengusulkan perlunya restorasi hukum di Indonesia.
Berikut isi lengkap surat terbuka OC Kaligis untuk Presiden Jokowi yang diterima redaksi:
Sukamiskin Bandung, Sabtu, 13 Juni 2020.
Hal: Perlunya Restorasi Hukum.
Kepada Yang saya hormati Bapak Presiden RI, Bapak Joko Widodo dan Wakilnya Bapak Ma’ruf Amin.
Dengan Hormat,
Perkenankanlah saya, Prof. O.C Kaligis sekarang berdomisili hukum di Lapas Sukamisin, warga binaan, yang tidak pernah merampok uang negara, tetapi diperlakukan secara diskriminatif, dalam kedudukan saya sebagai Advokat dan Akademisi di bidang hukum, menyampaikan dengan penuh hormat hal berikut Ini.
1. Mengapa saya pergunakan Restorasi di bidang hukum dan bukan istilah Revolusi Hukum?
2. Istilah restorasi masih dalam kekuasaan Konstitusi sedangkan Revolusi adalah tindakan paksa, yang menurut saya melawan Hukum dan masuk kategori makar.
3. Saya mengenal Bapak pertama kalinya Ketika saya kebetulan membela perkara di Pengadilan Negeri Solo. Bapak sebagai Wali Kota, saya memberanikan diri, tanpa janji, berkunjung ke kantor Bapak. Di luar dugaan Bapak bersedia menerima saya, duduk sebangku, berbincang seenaknya di tengah kesibukan Bapak. Saya sempat memberi buku saya berjudul “Korupsi Bibit – Chandra”, “Kasus-Kasus Tebang Pilih oleh KPK”.
Sebelum saya jadi target kriminalisasi KPK, saya adalah Pengacara yang berani membongkar kejahatan jabatan oknum KPK, internal KPK yang sering karena kekuasaan yang ada pada diri mereka.
“Mereka jadi calo perkara” seperti apa yang saya tulis dalam buku Bibit – Chandra. Seandainya Bibit – Chandra Hamzah jadi diadili, pasti terbongkar keterlibatan oknum KPK yang korup. Itu sebabnya setiap oknum KPK yang terlibat pidana, KPK melalui Media atau pergerakan peradilan jalanan, berjuang mati-matian agar perkara mereka diberhentikan.
Sekalipun berkas dinyatakan lengkap (P-21), mereka selamat melalui deponeering atau perkara dipeti eskan oleh Jaksa Agung. Contoh konkrit adalah kasus pembunuhan dan penganiayaan bengis oleh Penyidik KPK, Novel Baswedan. Sebaliknya Novel Baswedan yang terlibat banyak perkara pidana, dielu-elukan oleh Pers dan oleh salah satu LSM Malaysia, dinobatkan sebagap pejuang melawan koruptor.
4. Ketika saya dari Solo ke Jakarta saya duduk di kelas business, Bapak kebetulan juga ke Jakarta satu pesawat dengan saya. Melewati saya di kelas business dengan sikap yang sangat bersahaja, menyapa saya sambil berkata, “Maaf Pak Oce, saya duduk di belakang”, Artinya hanya di kelas ekonomi.
Peristiwa Ini tidak pernah saya lupakan, mengenang Bapak Presiden, sebagai orang yang rendah hati, tetapi tegas untuk memimpin. Terima kasih atas semua jalan toll, yang saya sebagai rakyat kecil ikut menikmati, bagian dari kebijakan Bapak memimpin kami.
5. Kembali ke penegakan hukum yang kacau. Saya mencatat lima oknum KPK dan seorang simpatisannya yang terlibat Kasus hukum dan dinyatakan sebagai tersangka. Mereka masing-masing komisioner Bibit, Chandra Hamzah, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan (Penyidik KPK).
Berkas mereka telah lengkap, tinggal disidangkan. Melalui Peradilan jalanan, Media terkenal seperti Mingguan Tempo, Kompas, ICW yang gencar memberitakan mereka, dengan slogan bila mereka diadili, seolah negara akan kacau, perkara mereka gagal disidangkan. Issu negara akan kacau bila mereka disidangkan tak masuk diakal, karena saya yakin aparat kepolisian dan militer pasti dapat mengamankan negara.
Yang lebih parah lagi Novel Baswedan dinobatkan dan dielu-elukan sebagai pahlawan pemberantas koruptor. Saya yakin bila oknum-oknum KPK, diadili akan terbongkar perbuatan pidana mereka. Termasuk fakta kebengisan tersangka Novel Baswedan, pembunuh Aan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa Novel tak tersentuh Hukum?.
Kayaknya Novel identik dengan para mafia di Amerika yang untouchable, tak tersentuh. Sedang Al Capone pun akhirnya terjerat dan berhasil dipenjarakan. Novel derajat kekebalan hukumnya di atas Al Capone. Padahal rekonstruksi pembunuhan telah dilakukan, disertai para saksi, semua bukti yang relevan ada dalam berkas perkara.
6. Khusus dari berkas pembunuhan Novel Baswedan. Para korban yang pernah diperiksa Novel Baswedan dalam kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu, membuat pernyataan melalui Media: Bahwa Ketika diperiksa Novel Baswedan kemaluan mereka distrum. Mereka disiksa secara keji, ditembak, bahkan ada salah seorang korban salah tangkap. Yang meninggal akibat penyiksaan adalah terperiksa Aan meninggal akibat penyiksaan tersebut.
Putusan Pengadilan Bengkulu memerintahkan Jaksa melimpahkan perkara Novel Baswedan, namun tidak dipatuhi Jaksa. Padahal Jaksa pernah melimpahkan perkara pembunuhan Novel ke Pengadilan Bengkulu.
Kuasa Hukum Novel Baswedan membenarkan status tersangka Novel Baswedan belum dihentikan, setelah penyidik Polisi memeriksa 93 saksi, 7 ahli.
7. Sebaliknya ketika tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa penyiraman air keras terhadap dirinya hanya satu tahun, Novel Baswedan menyalahkan Bapak Presiden Jokowi sebagai penyebab kebobrokan hukum di Indonesia. Novel lupa, seandainya kasus pembunuhan Novel Baswedan diperiksa di Pengadilan yang terbuka untuk umum, pasti tindakannya yang keji, akan diketahui masyarakat umum. Tetapi entah mengapa Jaksa Agung sekarang tetap melindungi Novel Baswedan.
Sekalipun massa demo di Kajaksaan Agung agar Novel Baswedan segera diadili. Saya lagi menggugat Kejaksaan agar berkas pembunuhan Novel Baswedan dilimpahkan ke Pengadilan sesuai perintah hakim. Sekalipun sidang saya terhadap Novel Baswedan diadakan setiap Minggu oleh Majelis Hakim Jakarta Selatan dalam sidang yang terbuka untuk umum, berita saya tidak menarik, kecuali berita penyiraman air keras terhadap diri Novel.