Tri Indroyono

Vihara Amurva Bhumi Untuk Kerukunan dan Kemaslahatan Umat

Vihara Amurva Bhumi
Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin-Karet) menyelenggarakan sembahyang Po Un dan FGD, Kamis (9/2/2023). Foto: Istimewa

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Guna memanjatkan doa keselamatan dan kebahagiaan setelah Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili, Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin-Karet) menyelenggarakan sembahyang Po Un, pada Kamis (9/2/2023).

Sembahyang Po Un diikuti oleh ratusan umat Buddha dari Jakarta maupun luar Jakarta. Tahapan ritual pada sembahyang Po Un ini dijalani umat dengan khusyuk.

Kemenkumham Bali

Rangkaian ritual dimulai dari pemberian penghormatan kepada Buddha, dilanjutkan kepada makhluk-makhluk yang dianggap suci. Berikutnya persembahan makanan, sebagai simbol kemurahan hati untuk berbagi. Kemudian, prosesi ritual sembahyang Po Un dilanjutkan dengan membaca mantra sutra.

Dalam ritual religi ini, setiap umat memohon keberuntungan nasib setiap tahunnya. Hal ini sesuai dengan arti “Po Un”, di mana “Po” berarti melindungi dan “Un” berarti nasib. Secara harfiah ritual “Po Un” ini, bertujuan untuk tolak bala atau menambal nasib tersebut agar tidak sial, sehingga dapat melalui tahun ini dengan baik.

Setelah sembahyang Po Un, dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengangkat tema “Eksistensi Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin) bagi Kerukunan dan Kemaslahatan Umat”.

Hadir sebagai pembicara sejumlah tokoh, antara lain Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Buddha Kanwil Kemenag DKI Jakarta Suwanto, Penyelenggara Buddha Kemenag Jaksel Riyadi, Penyelenggara Buddha Kemenag Jakbar Jasman, Penyelenggara Buddha Kemenag Jaktim Pandu Dinata, dan Penyelenggara Buddha Kemenag Jakut Mugiyanto.

Pembimas Buddha Kanwil Kemenag DKI Jakarta Suwanto mengatakan digelarnya dua kegiatan tersebut untuk menunjukan eksistensi keberadaan Vihara Amurva Bhumi, bahwa kehadiran Vihara Amurva Bhumi untuk kerukunan dan juga kemaslahatan. Hal tersebut sejalan dengan upaya Menteri Agama mencanangkan tahun 2023 sebagai Tahun Kerukunan Umat Beragama.

“Artinya bahwa di rumah ibadah, harus menjadi pendukung, menjadi pendorong Bagaimana dan mampu menciptakan kedamaian, mampu menciptakan keharmonisan,” kata Suwanto.

Menurut Siswanto Keharmonisan dan kedamaian dapat diwujudkan, saat hati, pikiran dan jiwa manusia bersih.

“Maka untuk membersihkan pikiran hati kita, diadakanlah kegiatan-kegiatan pembinaan mental dengan spiritual yang salah satunya adalah untuk baca-baca paritta kemudian Sutra mantra seperti pada pagi hari ini,” sambung Siswanto.

Lebih lanjut, Siswanto mengungkapkan tak hanya kegiatan spiritual, namun kehadiran vihara juga dapat dijadikan wadah untuk menggelar kegiatan sosial. Oleh karena itu, Vihara bisa disebut sebagai pusat kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Vihara harus memberikan manfaat bagi umat, bagaimana manfaatnya ,tentunya Vihara Amurva Bhumi Karet harus dapat menjadi pusat kegiatan-kegiatan kehormatan, baik itu kegiatan spiritual kegiatan sosial, kegiatan pendidikan dan juga kegiatan budaya. Semua ini harus bisa diramu di dalam rumah ibadah kita di vihara-vihara, khususnya Vihara Amurva Bhumi Karet,” terang Siswanto.

Kegiatan-kegiatan yang selalu digelar Vihara Amurva Bhumi, tak hanya bermanfaat bagi umat Buddha namun juga umat lainnya, seperti kegiatan sosial. Kegiatan tersebut hingga saat ini tak pernah putus dijalani Vihara Amurva Bhumi dan selalu melibatkan masyarakat sekitarnya.

“Nah sosial ini yang penting, Jadi Vihara itu bisa digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial, seperti donor darah, pengobatan gratis, kemudian pembagian sembako dan lain sebagainya. Dan banyak vihara-vihara yang mengadakan kegiatan di luar kegiatan spiritual, termasuk Vihara Amurva Bhumi Karet ini, juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial sehingga bisa memberikan nilai manfaat bagi masyarakat sekitar,” tutur Siswanto.

Hal senada juga disampaikan tokoh umat Budha Lie Kok Tie. Ia mengungkapkan, tidak hanya untuk lingkungan sekitar, namun Vihara juga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas tanpa melihat suku, ras dan agama.

“Sejatinya, vihara atau tempat ibadah itu harus dapat mensejahterakan masyarakat di lingkungannya terlebih dahulu, dan jika berlebih maka perlu juga kepada masyarakat yang lebih luas,” papar Lie Kok Tie.

Menurut, Lie Kok Tie, Vihara harus dapat mengedukasi umat agar peduli sesama dan mengedepankan toleransi dalam suasana keberagaman dalam menyatukan bangsa.

“Harapannya kita di Indonesia ini harus menjunjung tinggi toleransi, menghindari unsur SARA dalam suasana keberagaman yang menyatukan bangsa,” ujar Lie Kok Tie.(03)

Tinggalkan Balasan