Tegas! PB Al-Khairiyah Minta RUU Sisdiknas Tidak Dilanjutkan

Ketua Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah H. Ali Mujahidin
Ketua Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah H. Ali Mujahidin (Foto:dok.pribadi)

“Madrasah juga mengajarkan nilai-nilai akhlakul karimah yang posisinya lebih tinggi dari sekedar etika dan moral, dari mulai memahami keberkahan menghormati orangtua dan guru hingga adab individu terhadap orang banyak (masyarakat).”

CILEGON, SUDUTPANDANG.ID – Kabar hilangnya frasa madrasah dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi sorotan berbagai pihak. Salah satunya datang dari Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Al-Khairiyah Ali Mujahidin. Ali meminta pembahasan RUU Sisdiknas tidak dilanjutkan karena dengan tidak adanya madrasah maka akan mencederai tujuan pendidikan dalam membentuk karakter akhlakul karimah. Selain itu, tidak relevan dengan pentingnya solusi atas persoalan sistem pendidikan nasional saat ini.

Kemenkumham Bali

“Rencana penghapusan madrasah merupakan bentuk penghancuran generasi muda dan masa depan umat. Jika hal itu terjadi, maka jelas akan menjadi catatan sejarah paling tragis dalam era perjalanan pemerintahan di Indonesia,” katanya dalam perbincangan dengan wartawan di Cilegon, Banten, Kamis (31/3/2022).

Ali mengaku tak habis pikir, madrasah yang selama ini telah mengajarkan aqidah, akhlaq, dan moral generasi peradaban bangsa malah justru akan dihapuskan dengan berbagai pola narasi. Konsideran yang dikemas dalam RUU Sisdiknas yang disampaikan kepada DPR.

“Persoalan standar kurikulum, standar sekolah, standar guru, dan standar kualitas pendidikan di negara ini solusinya bukan dengan menghapus madrasah, tapi lebih dengan cara diurai satu persatu masalahnya untuk dicarikan solusi atau jalan keluarnya,” tegasnya.

Menurut Ali Mujahidin, idealnya semua pihak menyadari bahwa madrasah menanamkan nilai-nilai tauhid, aqidah, dan dasar-dasar teologi ketuhanan yang terbukti menyelamatkan umat dari paham atheis dan komunis serta paham sekuler.

“Bukankah dalam Pancasila ada sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yang perlu dikenalkan sejak dini, dan ini diajarkan di madrasah,” katanya.

Madrasah, lanjutnya, mengajarkan pentingnya pendalaman ilmu pengetahuan terutama ilmu agama yang merupakan jalan dan cara untuk menuju Tuhan serta memberi manfaat bagi sesama. Madrasah juga mengembangkan amal-amal kebajikan, mengajarkan cinta sesama melalui latihan infaq, shodaqoh, wakaf , zakat dan kepedulian sosial lainnya.

“Madrasah juga mengajarkan nilai-nilai akhlakul karimah yang posisinya lebih tinggi dari sekedar etika dan moral, dari mulai memahami keberkahan menghormati orangtua dan guru hingga adab individu terhadap orang banyak (masyarakat),” terangnya.

“Jika sekolah umum SD, SLTP, SLTA masuk mulai pukul 07.00 sampai pukul 12.00, kemudian dilanjutkan dengan sekolah madrasah mulai puku; 13.30 sampai 16.30, maka studi seperti itu akan menjadi full day school atas kerja sama Kemendikbudristek dengan Kemenag,” tambah Ketua Umum PB Al-Khairiyah yang akrab dengan sapaan “Haji Mumu” itu.

Menolak

Sementara itu, Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi menegaskan, fraksinya menolak revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jika frasa madrasah di dalamnya dihilangkan.

“Jika frasa madrasah dihilangkan dari RUU Sisdiknas dan hanya ditempatkan di bagian penjelasan, maka Fraksi PPP menolak revisi UU Sisdiknas masuk Prolegnas prioritas. Artinya, tidak ada revisi,” kata Baidowi kepada wartawan di Jakarta, baru-baru ini.

Sebelumnya, ramai diberitakan bahwa dalam RUU Sisdiknas tidak lagi disebutkan adanya satuan pendidikan dasar maupun menengah dan diganti dengan jenjang pendidikan dasar kelas 1 sampai 9 serta jenjang pendidikan menengah kelas 10 sampai 12.

Sementara itu, dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, satuan pendidikan ditulis secara jelas, yakni Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) serta Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah (MA).

Dalam kaitan ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyatakan tidak adanya rencana penghapusan bentuk-bentuk satuan pendidikan melalui revisi RUU Sisdiknas.

Nadiem menjelaskan, penamaan secara spesifik seperti SD dan MI, SMP dan MTs, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam Bagian Penjelasan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat undang-undang sehingga lebih fleksibel dan dinamis.(ass)

BACA JUGA  Covid-19 Mereda, PB Al-Khairiyah Siap Bangun Komunikasi dengan Berbagai Elemen Bangsa

Tinggalkan Balasan