Jakarta, SudutPandang.id-Tim Advokasi Amicus mengkritisi pengadilan elektronik (e-court) yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut Perwakilan Tim Advokasi Amicus, Yogi Pajar Suprayogi, meski telah terbit Peraturan MA (Perma) mengenai e-court namun belum sepenuhnya dilaksanakan sepenuhnya.
“E-court belum maksimal masih banyak kendala seperti putusan tidak bisa diunggah (download) serta masih diharuskannya pihak yang berperkara secara tatap muka. Seharusnya dengan adanya Perma tentang e-court seharusnya sudah tidak perlu tatap muka lagi. Ini perlu tegas mengenai e-court apalagi di saat kondisi pendemi virus covid 19 yang mengharuskan setiap orang termasuk para pencari keadilan dan semua perangkat peradilan untuk menghindari kontak langsung atau kerumunan,” ujar Yogi, perwakilan Tim Advokasi Amicus, dalam keterangan pers kepada SudutPandang, Kamis (26/3/2020).
Hal senada dikatakan perwakilan lainnya, Johan Imanuel. Ia menyoroti perihal masih adanya sidang yang digelar secara tatap muka pada saat pandemi covid 19 bisa menyerang kapanpun dan kepada siapapun.
“Seharusnya Presiden juga memberikan teguran keras kepada Mahkamah Agung agar tidak mengabaikan semua perintah Pemerintah Pusat maupun Propinsi dalam rangka mencegah penyebaran covid-19. Justru kalau Pengadilan masih tetap menggelar sidang secara tatap muka, maka berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh MA-RI dan jajarannya,” papar Johan.
Tim Advokasi Amicus juga mempertanyakan bagaimana nasib status Ketua MA-RI yang akan segera berakhir masa tugasnya pada bulan April 2020. Seharusnya menurut Johan, Juru Bicara MA dapat menerangkan kepada publik bagaimana rencana kedepan jika masa tugas Ketua MA telah berakhir, namun belum dapat dilaksanakan pergantian karena pandemi virus covid 19.
“MA sebaiknya transparan kepada publik bagaimana rencananya jangan sampai tiba-tiba dilakukan diskresi tanpa memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tandas Johan.
“Kami memahami bahwa proses pergantian Ketua MA-RI merupakan urusan internal sesuai Pasal 8 ayat (7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009,” tegas Johan.
Oleh karenanya, pihaknya menyarankan agar MA menyampaikan keterangan kepada publik bagaimana rencananya agar semua pihak dapat memberikan masukan.
“Karena bagaimanapun MA merupakan salah satu lembaga yudikatif untuk seluruh Warga Negara Indonesia,” tutup Johan.