Jakarta, SudutPandang.id – PT Profita Puri Lestari Indah, perusahaan pengembang melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang terhadap Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang.
Dalam gugatan dengan Nomor: 40/G/2020/PTUN-SRG tertanggal 14 September 2020, penggugat meminta agar membatalkan sertifikat 9 (sembilan) Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah seluas ± 59.823 m² di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, milik seorang Advokat yang juga pengusaha property Suherman Mihardja, SH, MH.
Peter Wongsowidjojo, selaku Kuasa Hukum Suherman Mihardja, SH, MH, sebagai Tergugat II Intervensi merasa dirugikan atas gugatan tersebut. Menurut Peter, PT Profita menggugat atas dasar Akta Pelepasan Hak dengan Girik dan Surat Kuasa yang sudah tidak berlaku.
“Sudah terungkap berdasarkan fakta hukum, bahwa Akta Pelepasan Hak saat transaksi jual beli antara Wijanto Halim dengan PT Profita menggunakan Girik dan Surat Kuasa yang yang sudah tidak berlaku lagi. Faktanya SHM itu sudah sah miliki klien kami Bapak Suherman Mihardja,” kata Peter, dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (1/10/2020).
Peter mengungkapkan kronologi permasalahan di balik transaki jual beli beberapa bidang tanah yang berlokasi di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang seluas ± 59.823 m² antara Wijanto Halim dengan PT. Profita sekitar tahun 2013 lalu senilai Rp11.964.800.000,- (sebelas miliar sembilan ratus enam puluh empat juta delapan ratus ribu rupiah).
“Saudara Wiyanto Halim, selaku penjual dengan dokumen kepemilikan yang berasal dari Girik-girik yang terdapat pada 23 (dua puluh tiga) Akta Jual Beli tahun 1978 yang sebenarnya Girik-girik tersebut dilebur/disatukan menjadi satu Girik C/Kohir Nomor 2135 pada tahun 1981 atas nama Johanes Gunadi,” ungkapnya.
“Transaksi tersebut ditindaklanjuti dengan pembuatan 22 (dua puluh dua) Akta Pelepasan Hak sesuai No.16 sampai dengan Akta Pelepasan Hak No.38 yang keseluruhannya dibuat pada tanggal 3 Oktober 2013, yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Yan Armin, SH, Notaris di Jakarta Utara dengan menggunakan 23 (dua puluh tiga) girik yang sesuai AJB tahun 1978,” sambung Peter.
Ia menjelaskan, Wijanto Hallim pada saat transaksi dengan PT Profita bertindak sebagai penerima kuasa dari Johannes Gunadi sesuai dengan Surat Kuasa No.82 dan 83 tertanggal 23 Januari 1981 yang dibuat oleh Notaris Raden Muhamad Hendarmawan di Jakarta.
Kemudian, PT Profita pada Juni 2020 mengaku baru mengetahui bidang tanah yang dibelinya tersebut telah terbit 9 (sembilan) SHM atas nama kliennya Suherman Mihardja. Atas peristiwa tersebut PT Profita melakukan gugatan di PTUN Serang terhadap Kepala Kantor BPN Kota Tangerang untuk membatalkan ke-9 sertifikat tersebut.
“Seharusnya PT Profita terlebih dahulu melakukan upaya hukum terhadap Wijanto Halim, baik secara pidana maupun perdata, karena bidang tanah yang dijual oleh Wiyanto Halim kepada PT Profita, ternyata telah dijual terlebih dahulu kepada Surya Mihardja (Alm), ayah dari klien saya Suherman Mihardja oleh Wiyanto Halim pada tanggal 19 Desember 1988,” ujar Peter.
Peter menuturkan, saat transaksi jual beli dengan (alm) Surya Mihardja, Wijanto Halim bertindak selaku pemegang kuasa dari Johannes Gunadi No.82 dan 83 tertanggal 23 Januari 1981.
“Dimana ke-23 AJB sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa No.82 dan No.83 tanggal 23 Januari 1981 yang diberikan Johannes Gunadi kepada Wijanto Halim, menggunakan Girik/Kohir/C hasil peleburan/penyatuan, yaitu C 2135 kepada Surya Mihardja (Alm) di hadapan Camat Batuceper, Drs. Darmawan Hidayat yang tertuang dalam 5 (lima) AJB yaitu AJB No.703/JB/AGR/1988 sampai dengan AJB No.707/JB/AGR/1988 yang seluruhnya menggunakan C 2135 atas nama Johannes Gunadi,” papar Peter.
Selanjutnya, kata Peter, telah dimohonkan pendaftaran hak milik (SHM) atas tanah-tanah tersebut oleh Surya Mihardja (alm) (ic. ayah melalui Ketua Panitia Ajudikasi/Kepala Kantor Pertanahan Kota Tangerang. Sehingga terbitlah 9 (sembilan) sertipikat atas nama kliennya Suherman Mihardja dan (alm) Surya Mihardja.
“Bahwa Wiyanto Halim yang secara jelas telah menjual tanahnya kepada Surya Mihardja (alm), tetapi kemudian tidak mengakui transaksi jual beli tersebut dan merasa belum pernah menjualnya, dan anehnya malah menuduh bahwa tanda tangannya di Akte-akte tersebut telah dipalsukan oleh (alm) Surya Mihardja,” terang Peter.
Laporan Pidana
Kemudian Wiyanto Halim melaporkan (alm) Surya Mihardja ke pihak kepolisian, yang kemudian kasus tersebut bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang dengan register perkara No.111/Pid.B/1992/PN.Tng. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan fakta persidangan, pada tanggal 12 April 1993 Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan bahwa Surya Mihardja (alm) tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Oleh karenanya, Hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.
“Putusan Pengadilan Negeri Tangerang tersebut telah dikuatkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor:666 K/PId/1993 tertanggal 10 Februari 1998, yang menyatakan tidak dapat menerima permohonan kasasi dari pemohon kasasi Jaksa Penuntut Umum,” sebut Peter.
Selain (alm) Surya Mihardja, Wiyanto Halim juga melaporkan Camat Batuceper Drs Darmawan Hidayat dan Lurah Jurumudi H. Jamsari bin H Benjol, yang menandatangani AJB No.703, AJB No.704, AJB No.705, AJB No.706 dan AJB No.707 tersebut ke Polres Metro Tangerang. Namun, lantaran tidak cukup bukti, laporan tersebut dihentikan penyidikannya (SP-3) oleh Kapolres Metro Tangerang pada tanggal 4 Agustus 2000.
Tak puas, sambung Peter, Wiyanto Halim melakuan praperadilan atas diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) oleh Polres Metro Tangerang terhadap Camat Batuceper dan Lurah Jurumudi. Namun, upaya Wijanto Halim, kembali kandas, Pengadilan Negeri Tangerang menyatakan bahwa penghentian penyidikan oleh Kapolres Metro Tangerang No.Pol: SK/II/VIII/2000/Serse tanggal 9 Agustus 2000, adalah sah menurut hukum dan menolak permohonan praperadilan Wiyanto Halim tersebut.