YOGYAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam (SAW) yang digelar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Halaman Masjid Gedhe Kauman, Kota Yogyakarta, Kamis (28/9/2023), ratusan warga antusias berebut gunungan “Grebeg Maulud”.
Lima gunungan di antaranya diarak menuju Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, sedangkan dua gunungan lainnya menuju Kantor Kepatihan dan Puro Pakualaman.
Dalam acara yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB itu, tujuh gunungan hasil bumi yang terdiri atas gunungan kakung, puteri, gepak, darat, pawuhan, dan dua gunungan jaler diarak ratusan prajurit dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Warga Kabupaten Bantul, Mujiana (52) berhasil mendapatkan isi gunungan berupa dua buah ketan berwarna merah setelah ikut berdesakan dengan warga.
“Nanti akan saya berikan untuk cucu,” kata perempuan paruh baya itu dengan raut wajah bahagia.
Sementara itu, Martini (70), warga Giwangan, Kota Yogyakarta merasa wajib mendatangi setiap acara grebeg yang digelar Keraton Yogyakarta tiga kali dalam setahun dengan harapan mendapatkan keberkahan.
“Sejak kecil saya sudah diajak orang tua mendatangi acara grebeg. Isi gunungan yang saya dapatkan akan saya simpan di lemari atau saya tanam di sawah agar berkah dan subur,” kata Martini yang telah berada di halaman Masjid Gedhe sejak pukul 07.00 WIB.
Atas pertimbangan usia, Martini tidak berani ikut berdesakan berebut isi gunungan dari dekat.
“Saya hanya menunggu lemparan dari atas saja,” katanya.
Beragam “uba rampe” atau isi gunungan yang diperebutkan warga terdiri atas hasil bumi seperti beras ketan, rengginang, wajik, hingga aneka sayuran yang ditancapkan pada bilah-bilah bambu.
Setelah didoakan, gunungan itu ludes dalam waktu sekejap.
Penghageng II KHP Widya Budaya Keraton Ngayogyakarta KRT Rintaiswara menjelaskan Grebeg Maulud merupakan salah satu rangkaian Hajad Dalem Sekaten yang digelar Keraton Yogyakarta setiap tahun untuk memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Adapun gunungan merupakan perlambang sedekah Raja Keraton Yogyakarta kepada rakyatnya.
“Sayuran serta palawija yang menjadi bahan dalam Gunungan melambangkan bahwa sejatinya kita adalah masyarakat agraris,” kata Rintaiswara. (02/Ant)