Tri Indroyono

Idul Fitri: Saatnya Merajut Kembali Rasa Kemanusiaan dan Keindonesiaan

Farhat Abbas

Panorama aksi bersama akan membuahkan potret pertama kuatnya rasa kebersamaan antara anggota masyarakat pro peduli kaum dhuafa. Hal ini bisa mendorong ikatan emosi yang saling menyadari urgensi menolong sesama. Bahkan, kesadaran yang lebih jauh: memandang pentingnya ikatan untuk persatuan yang lebih nyata untuk membangun perubahan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat dan atau daerahnya. Dampak pandemi saat ini, sungguh berarti bagi kita yang telah tertempa rasa kemanusiaan. Tak bisa dipungkiri, sangat boleh jadi, kita harus berterima kasih pada perintah Allah SWT tentang puasa di bulan suci Ramadhan ini, karena kualitas empati kemanusiaannya boleh jadi jauh lebih kuat. Inilah manfaat nyata kualitas sikap keberagamaan bagi lingkungan umat manusia.

Kedua, kaum dluafa merasa punya saudara yang tergetar melihat derita orang lain sejalan dengan posisinya sebagai sesama umat manusia dan berstatus sebangsa dan setanah air. Refleksinya, mereka bukan hanya akan berterima kasih, tapi akan sangat menghormati dan menjunjung tinggi suadara-saudaranya yang peduli terhadap nasib dirinya.

Kemenkumham Bali

Dari dua panorama aksi dan reaksi itu, setidaknya kita dapat mencatat dua hal mendasar. Yaitu, pertama rasa kemanusiaan yang demikian menguat dalam diri kaum yang peduli itu. Jiwa patriotiknya (menolong terhadap sesama) muncul karena tidak rela menyaksikan saudara-saudara di sekitarnya menderita pangan. Getaran ini pasti akan menguat ketika terjadi musibah, meski bukan di sekitarnya. Dengan demikian, siapapun yang dalam radius jauh sekalipun selagi tercatat menderita secara sosial-ekonomi akan sama mendapat perhatian khusus. Inilah solidaritas sosial yang tentu menjadi modalitas politik tersendiri, yakni persatuan bangsa.

BACA JUGA  Ramadhan 1445 Hijriah, IKWI Pusat Berbagi Bersama Anak Berkebutuhan Khusus dan Yatim

Di sinilah, resonansi kepedulian yang mampu bergema ke wilayah yang lebih luas. Ia atau mereka akan melirik penderitaan saudara-saudaranya sebagai satu bangsa, bahkan lebih luas dari itu: bangsa-bangsa di dunia ini yang memang dalam posisi lagi menderita. Karena itu, kita saksikan dan itu bukanlah aneh ketika di antara kaum yang peduli itu terpanggil untuk membantu kaum muslim Rohingya, Palestina dan bangsa-bangsa lain yang sedang terkena musibah, karena faktor apapun.

Kita perlu mencatat dengan jernih, sikap empati yang berhasil terbangun karena keikhlasan berpuasa itu sungguh konstruktif untuk negeri kita tercinta ini. Bahkan, ada urgensi bagaimana merembeskan nilai-nilai puasa untuk kepentingan keindonesiaan. Urgensinya sejalan dengan fakta sosial-politik yang memang harus disadari bersama bagaimana menghadirkan suasana atau iklim yang sama-sama terpanggil untuk menjaga negeri ini.

Bagi kaum shaimin-shaimat yang telah “lulus” dalam menjalankan ibadah Ramadhan tidak akan berat bagaimana memenuhi panggilan persatuan untuk Indonesia ini. Mental yang tertempa selama Ramadhan ini sekali lagi, jika ia menjalani puasa dengan penuh iimaanan dan ihtisaaban, ia atau mereka akan mengembangkan lebih jauh bagaimana membumikan rasa solidaritas, dari dimensi sosial ke arena politik. Potensi ke sektor politik menjadi lebih terdukung lagi sejalan dengan tradisi Idul Fitri di Nusantara ini. Itulah sikap saling minta maaf dan bersamalaman. Tradisi ini juga dikemas lebih jauh dalam bentuk halal bihalal.

Fahat Abbas bersama Kwik Kian Gie

Sekali lagi, spiritualitas nilai-nilai Ramadhan dan tradisi sosial Idul Fitri sungguh sangat mendasar maknanya untuk kepentingan pembangunan rasa keindonesiaan. Sebuah rasa untuk saling menjaga kedaulatan negeri ini dengan cara menjauhi gesekan antar sesama hanya karena perbedaan, saling menyadari bahaya konflik vertikal-horisontal dan saling menyadari bagaimana memandang Indonesia ke depan. Inilah ekspresi rasa cinta kepada negeri ini, sebagaimana rasa cinta kita dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

Sebagai komponen keluarga besar Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI) mengajak masyarakat luas, hayo kita buktikan, bulan Ramadhan yang mengantarkan kita kembali ke fitrah harus mampu melahirkan komitmen dan aksi baru untuk Indonesia yang jauh lebih bercahaya. Inilah di antara bukti rasa keindonesiaan kita. Insya Allah, komitmen kuat ini merupakan bagian dari artikulasi taqwa yang memang menjadi ujung hasil umat berpuasa. Taqwa sebagai wujud kesalehen individu sekaligus kesalahen sosial dan politik yang memang dibutuhkan negara saat ini.

Jakarta, 7 Mei 2021

BACA JUGA  Madrasah, Akankah Dipinggirkan?

Tinggalkan Balasan