Hemmen

MA Batalkan Aturan Sewa Slot Multipleksing TV Digital

Andi Samsan Nganro

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Mahkamah Agung (MA) membatalkan Pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 yang diajukan Lombok Nuansa Televisi. Pasal ini mengatur soal lembaga penyiaran menyewa slot multipleksing ke penyelenggaraan multipleksing.

Pasal 81 ayat 1 lengkapnya berbunyi:

Kemenkumham Bali

LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing

“Kabul permohonan HUM PT Lombok Nuansa Televisi sepanjang ketentuan Pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran,” kata juru bicara MA hakim agung Andi Samsan Nganro kepada wartawan.

Putusan itu diketok oleh ketua majelis Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi. Ketiganya beralasan pasal yang digugat itu bertentangan dengan Pasal 60A UU Penyiaran jo Pasal 72 angka 8 UU Cipta Kerja

“Pada dasarnya semangat dari UU Cipta Kerja adalah menciptakan iklim usaha yang pasti, kondusif dan adil bagi seluruh pelaku usaha, dalam Permohonan ini terutama bagi pelaku usaha penyiaran televisi. Namun, PP No 46/2021 sebagai peraturan pelaksana dari UU Penyiaran juncto UU Cipta Kerja malah menciptakan ketidakpastian, kekacauan dan diskriminasi bagi pelaku usaha penyiaran televisi, karena PP No. 46/2021 telah mengatur hal-hal yang bertentangan dengan UU Penyiaran juncto UU Cipta Kerja yaitu soal penyewaan slot multipleksing,” ujar Wakil Ketua MA bidang Yudisial itu.

BACA JUGA  Jalankan Visi Menteri BUMN, Dirut PLN Dinobatkan Jadi CEO of The Year

Pasal 60A UU Penyiaran sebagaimana disisipkan oleh Pasal 72 angka 8 UU Cipta Kerja menyatakan:

1.Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital

2.Migrasi penyiaran televisi terrestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.

3.Ketentuan lebih lanjut mengenai migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

“Dari isi pasal di atas, tampak bahwa UU Cipta Kerja bertujuan menciptakan iklim usaha yang pasti, kondusif dan adil bagi seluruh pelaku usaha penyiaran televisi dan Peraturan Pemerintah yang dimaksud dari ayat (3) Pasal 60A UU Penyiaran sebagaimana disisipkan oleh Pasal 72 angka 8 UU Cipta Kerja (Bukti P-3) adalah PP No 46/2021,” beber Andi Samsan Nganro.

BACA JUGA  BPOM Siap Kawal Ketat Program Vaksinasi COVID-19

Majelis menegaskan, migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital dan dampak dari analog switch off berlaku bagi seluruh pelaku industri penyiaran televisi, sehingga seharusnya kesempatan menjadi LPS yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Multipleksing terbuka bagi seluruh pelaku industri penyiaran televisi. Namun faktanya PP No 46/2021 menciptakan diskriminasi bagi pelaku usaha penyiaran televisi berskala kecil lewat Pasal 81 ayat (1) PP No 46/2002.

“Dari isi pasal di atas sudah jelas dan terang bahwa LPS yang tidak ditetapkan sebagai Penyelenggara Multipleksing harus menyewa Slot multipleksing kepada LPS Multipleksing,” urai Andi Samsan Nganro.

Padahal, di Pasal 60A UU Penyiaran tidak ada norma yang mengatur bahwa LPS yang yang tidak ditetapkan sebagai Penyelenggara Multipleksing harus menyewa Slot multipleksing kepada LPS Multipleksing untuk dapat menyediakan layanan program siaran.

BACA JUGA  PN Jakarta Utara Lakukan Audit Internal Akreditasi Penjaminan Mutu

“Dengan demikian, PP Nomor 46/2021 tidak memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri penyiaran televisi. PP No. 46/2021 juga tidak memberikan solusi atau jalan keluar kepada LPS penyewa Slot multipleksing apabila LPS Multipleksing sewaktu-waktu diberhentikan sebagai Penyelenggara Multipleksing. Sebagai contoh, apabila LPS Multipleksing dinyatakan pailit, PP No. 46/2021 tidak memberikan kepastian soal hal apa yang harus dilakukan LPS penyewa Slot multipleksing dalam kondisi demikian,” beber Andi Samsan Nganro menguraikan alasan majelis.(04)

Tinggalkan Balasan