Hemmen
Berita  

Makna Baju Adat Baduy Jokowi, Mengajak “Pulang” ke Akar Kebangsaan

Budayawan Uten Sutendy (kiri) saat berbincang dengan wartawan di Tangerang, Banten, Jumat, 20 Agustus 2021 (Foto: Istimewa)

“Presiden ingin mengajak rakyat Indonesia dan segenap elemen bangsa untuk kembali “pulang” ke akar kebangsaan sendiri, dan sesungguhnya selama ini bangsa Indonesia cenderung terombang-ambang oleh gelombang pengaruh budaya luar hingga hampir kehilangan jati diri.”

TANGERANG, SUDUTPANDANG.ID – Budayawan Uten Sutendy menilai langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenakan baju adat suku Baduy saat menghadiri sidang tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2021 merupakan simbol yang bermakna sangat dalam dan luhur. Uten menyebut Presiden mengajak bangsa Indonesia untuk kembali ke “akar” kebangsaan sendiri.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Busana adat Baduy yang dipakai Presiden pada acara kenegaraan adalah sebuah siloka atau perumpamaan yang mengandung makna sangat dalam dan luhur,” katanya dalam perbincangan dengan wartawan di Tangerang, Banten, Jumat (20/8/2021).

Menurut Uten, Siloka dimaksud menggambarkan adanya kesadaran baru di pucuk pimpinam bangsa ini untuk menghargai tradisi dan adat istiadat serta untuk berkaca dan belajar banyak pada kearifan lokal bangsa yang bernilai luhur.

“Dengan kata lain, Presiden ingin mengajak rakyat Indonesia dan segenap elemen bangsa untuk kembali “pulang” ke akar kebangsaan sendiri, dan sesungguhnya selama ini bangsa Indonesia cenderung terombang-ambang oleh gelombang pengaruh budaya luar hingga hampir kehilangan jati diri,” sebutnya.

BACA JUGA  IKWI-IAD Kejari Jakbar Bangun Sinergi-Kolaborasi Berbagai Kegiatan

“Akar bangsa kita adalah adat istiadat asli Indonesia yang tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara, dan kenapa Baduy yang dipilih?. Tidak lain karena suku Baduy adalah suku yang tertua dan memiliki nilai-nilai luhur serta universal, dimana semua adat yang ada di Nusantara dan bangsa-bangsa lain di dunia mengakuinya,” sambung Uten.

Ia menjelaskan, nilai-nilai luhur itu di antaranya pola hidup sederhana, kerja keras, menjaga dan memelihara alam lingkungan. Kemudian, bersikap santun kepada semua mahluk Tuhan, mengembangkan budaya menanam dan bukan budaya panen.

“Memelihara budaya menerima segala perbedaan dan keragaman sebagai kekayaan dan keindahan kehidupan,” ujar Uten.

Nilai-nilai dimaksud, lanjutnya, telah membuat warga Baduy tetap survive, teguh, punya jati diri dan percaya diri serta terhindar dari jebakan pengaruh negatif modernisasi. Namun bukan berarti tidak memahami perkembangan dan kemajuan zaman.

BACA JUGA  Heboh, Pengemis Wanita di Bogor Punya Cek Rp 1,3 Miliar

Dirinya juga menilai dengan sikap itu pula orang Baduy termasuk kelompok warga yang bisa hidup sehat meskipun tanpa mengenal rumah sakit dan dokter. Mereka hidup damai dan tenteram serta jauh dari konflik, meskipun tanpa adanya aparat keamanan. Mereka juga bisa hidup sejahtera dan terhindar dari kemiskinan meskipun minus sentuhan teknologi modern.

Masyarakat Paling Imun

“Itulah sedikit contoh dari sekian banyak nilai-nilai luhur yang mereka anut, sehingga orang Baduy menjadi komunitas masyarakat paling imun dalam banyak hal, termasuk imun dari pandemi COVID-19,” kata Budayawan yang juga pemerhati kearifan lokal Nusantara itu.

Uten menuturkan, ketika warga di seluruh dunia sibuk memerangi pandemi, orang Baduy justru hidup biasa saja tanpa ada perubahan sikap apapun. Hingga sekarang, di Indonesia bahkan di dunia ini hanya komunitas Baduy yang benar-benar terhindar dari tekanan pandemi COVID-19.

“Itu pulalah pesan luhur yang ingin disampaikan Presiden Jokowi. Presiden ingin mengajak bangsa Indonesia me-recovery kehidupan berbangsa dan kembali bangkit dari keterpurukan dengan cara ‘pulang’ kembali ke akar kebangsaan dan membangun serta memelihara akar kebangsaan kita yang sesungguhnya,” tutur penulis novel “Baduy sebuah Novel” itu.

BACA JUGA  Pilih Naik Motor, Jokowi Ingin Hirup Udara Segar Danau Toba

Masih menurut Uten, Presiden ingin mengajak rakyat agar bekerja keras, hidup sederhana, serta mengembangkan budaya menanam, dan sebaliknya mulai mengurangi budaya memanen (hedonis, rakus, merusak alam) yang selama ini cenderung menjadi perilaku yang melanda banyak warga Indonesia, dan umumnya umat manusia di dunia.

“Jadi, langkah Presiden berbusana suku Baduy sangat tepat. Sebuah momentum yang pas di saat kita sebagai sebuah bangsa sedang berusaha bangkit dari keterpurukan, terutama keterpurukan ekonomi di era pandemi ini,” pungkasnya.(rkm)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan