31. Menghadapi gelombang massa yang hendak mengadili Pak Harto banyak di antara rekan dan termasuk saya sendiri, mengikuti dengan saksama tuduhan-tuduhan kelompok yang ingin mengadili Pak Harto.
Ketika itu saya pernah membela dan menjadi Penasehat hukum Bambang Trihatmodjo, anak Pak Harto dalam kasus perbankan. Saya berharap tentu semoga kali ini saya juga ditunjuk sebagai penasehat hukum Pak Harto.
32. Bagi kami para Pengacara, ditunjuk sebagai Pengacara yang membela Pak Harto merupakan dan menjadikan kami sebagai Pengacara yang punya reputasi tersendiri. Pak Harto bukan saja Bapak Pembangunan yang banyak berbuat dan berjasa untuk Indonesia, tetapi juga mempunyai nama baik di dunia Internasional.
33. Peristiwa bersejarah dalam hidup saya dalam meniti karier saya sebagai Advokat.
34. Ketika sedang sibuk di kantor, pada tanggal 6 Desember 1998, sekitar pukul 14.00 WIB. Tiba-tiba telepon berdering, diangkat oleh sekretaris saya. Pesan yang disampaikan: Ada telepon dari Cendana. Mendengar hal itu saya langsung memegang gagang telepon, dan kabar dari sana (ternyata yang menelepon Pak Sweden, pengawal setia Pak Harto), memberitahukan kepada saya bahwa Pak Harto ingin bertemu dua hari kemudian.
35. Karena keesokan harinya saya harus berangkat ke Sydney, menemui klien saya Joko Ramiadji yang dipanggil kejaksaan, karena satu sangkaan kasus pidana, saya coba menawar. Apa mungkin Pak Harto menerima saya pada hari itu juga, kalau boleh di sekitar pukul 19.00 WIB.
36. Diluar dugaan, jawaban telepon datang sesaat. Kabar surprise: Pak Harto bersedia menerima di kediaman Jalan Cendana pada hari itu juga pukul 19.00 WIB.
37. Sebagai Pengacara, sebelum bertemu saya coba membuat ulasan hukum mengenai kira-kira apa yang akan menjadi obyek pemeriksaan kejaksaan terhadap Pak Harto. Dari berita media, saya perkirakan obyek pemeriksaan adalah kebijakan Pak Harto membangun mobil nasional, juga kebijakan Pak Harto mendirikan Yayasan-yayasan sosial seperti Yayasan Trikora untuk membiayai anak-anak yatim yang Bapaknya gugur dalam tugas kenegaraan, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila untuk pembangunan Masjid. Lebih kurang 900 pembangunan Masdjid sudah selesai, Yayasan Dharmais. Termasuk Yayasan yang memberi bea siswa kepada putra-putri Indonesia yang berprestasi. Di masa Pemerintahan Pak Harto, telah banyak dari mereka yang berhasil sebagai sarjana dan menempati jabatan jabatan penting di pemerintahan.
38. Karena janji saya pukul 19.00 WIB. Maka pukul 18.30 di rumah Pak Harto di Jalan Cedana, saya telah menunggu di ruang tunggu, kepada yang bertugas, saya katakan bahwa saya ada janji bertemu dengan Pak Presiden. Mereka mempersilahkan saya menunggu, dan tepat pukul 19.00 saya diperkenankan masuk ke ruang depan. Di sana telah menunggu Pak Harto, seorang diri.
39. Kami berdua duduk, tentu dengan perasaan agak canggung, menghadapi Pak Harto yang penuh kharisma dan berwibawa.
40. Pertanyaan pertama yang ditujukan kepada saya: Apakah Pak Kaligis bersedia menjadi Pengacara saya?. Jawab saya spontan: Merupakan kehormatan bagi saya, bila dengan segenap kemampuan saya, saya dapat membela Pak Harto.
41. Langsung saya balik bertanya, apa mungkin saya menyampaikan kepada Bapak, apa kira-kira obyek pemeriksaan yang akan dilakukan oleh pihak Kejaksaan?. Dengan penuh kesabaran, Pak Harto membaca pendapat hukum saya. Sesudahnya Pak Harto mempertanyakan, syarat apa yang harus dipenuhinya?.
42. Kebiasaan administrasi kantor saya adalah membuat surat konfirmasi, persetujuan menunjuk saya sebagai Pengacara, berdasarkan peraturan yang berlaku. Semuanya sebagai Pengacara profesional sudah saya siapkan ketika menghadap Pak Harto. Sejenak Pak Harto membaca, dan menyetujuinya. Semua syarat administrasi, selesai di saat itu juga.
43. Mengenai kebijakan-kebijakan Pak Harto dalam rangka melaksanakan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Semua kebijakan yang dilakukan Presiden selaku mandataris, dibuat dalam koridor hukum, dipertanggungjawabkan dalam pidato pertanggungjawaban Presiden di depan Pimpinan DPR/MPR. Diterima dengan suara bulat secara aklamasi oleh setiap fraksi. Pidato Kenegaraan itu, mengenai laporan pertanggungjawaban Pak Harto. Biasanya dilakukan setiap tanggal 16 Agustus sehari sebelum peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945.
44. Penyelidikan kasus Korupsi Pak Harto. Berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-044/J.A.FKP 1/12/1998.
45. Obyek Penyelidikan: Pembangunan Industri Mobil Nasional yang ditetapkan berdasarkan Instruksi Presiden RI Nomor: 2 tahun 1996, Keputusan Presiden Nomor: 42/1996 beserta peraturan pelaksanaannya, dan Yayasan yang didirikan oleh Presiden Soeharto.
46. Berangkat dari kediaman di Jalan Cendana pada tanggal 9 Desember 1998, kami 8 pengacara dilengkapi dengan surat kuasa tertanggal 8 Desember 1998, bersama Pak Harto berangkat menuju Kantor Kejaksaan Tinggi di Rasuna Said, Jakarta Selatan.
47. Sekalipun ex Presiden, Pak Harto sangat menghargai panggilan kejaksaan, sesuai jadwal. Setibanya di Kantor Kejaksaan, wartawan dalam dan luar negeri telah memadati kantor kejaksaan, masing masing berebut untuk mengambil gambar Pak Harto.
48. Rombongan langsung dihantar memasuki tempat pemeriksaan. Telah menunggu tim penyelidik, masing-masing para Jaksa Agung Muda, Antonius Sujata, SH, Ramelan, SH dan Syamsu Djalaludin, SH. Setelah mereka berjabat tangan dengan Pak Harto, suasana hening seketika.
49. Para Pengacara semua berdiri menunggu siapa yang akan duduk di sebelah Pak Harto. Dalam keheningan itu, naluri Pengacara saya spontan melemparkan pertanyaan kepada para Jaksa Agung Muda.
“Saudara Jaksa, saudara diangkat oleh Pak Harto ketika itu. Saya mempelajari mengenai obyek pemeriksaan, dimana duduk juga Jaksa Agung Sukarton sebagai pengurus Yayasan. Apa dasar hukum saudara melakukan penyelidikan terahadap klien saya, Presiden Soeharto, untuk obyek penyelidikan yang juga disetujui oleh Kejaksaan ?.
50. Saya melihat para jaksa pemeriksa agak terkejut mendengar pertanyaan spontan saya, mereka berbisik-bisik sejenak, dan setelah itu memberi jawaban: Ini bukan penyelidikan, Pak Kaligis. Ini hanya wawancara. Segera saya bisikkan ke Pak Harto, untuk terus dilanjutkan wawancara tersebut karena menurut saya, wawancara itu tidak punya nilai pemeriksaan “Pro Justitia”.
51. Atas hasil reaksi spontan saya itu, Pak Harto meminta saya untuk duduk di samping beliau, agar bebas mengoreksi pertanyaan-pertanyaan jaksa. Dan semenjak itu, saya selalu dalam setiap pemeriksaan duduk langsung di sebelah Pak Harto. Bahkan untuk urusan konsultasi penting, saya yang ditugaskan, termasuk ketika saya mesti ke Geneve, Swiss, untuk meloporkan sakit Pak Harto ke Komisi Hak Asasi Manusia.
52. Di barisan para Pengacara, yang kemudian dijuluki “The Dreaming Team”, saya dan Advokat Assegaf adalah pengacara litigasi yang paling senior, sedang pemikir akademis yang sangat low profile dan rendah hati adalah DR. Indriyanto Seno Adji. Bertindak sebagai humas, rekan Juan Felix Tampubolon.
53. Pada Berita Acara Wawancara Kejaksaan tertanggal 9 Desember 1998, yang terdiri 35 pertanyaan tersebut, dengan lancar semua bisa dijawab oleh Pak Harto. Hanya satu dua istilah yang saya luruskan.
Sebenarnya di jawaban nomor 4, dimana sebanyak 4 halaman Pak Harto menjelaskan secara rinci, pertanggung jawaban atas apa yang menjadi obyek wawancara, dengan melakukan kajian terhadap jawaban tersebut, maka sama sekali tidak ada alasan untuk mengadili Pak Harto.
54. Terbukti kemudian hasil Berita Acara Wawancara ini juga yang digunakan sebagai dasar Penghentian Penyidikan Nomor: Prin-081/J.A./10/1999. Pemeriksaan yang tadinya bukan “Untuk Keadilan” (“Pro Justitia”) berubah menjadi Perintah Penghentian. Ditandatangani oleh 13 jaksa, dibawah pimpinan Jaksa Agung Ramelan, yang pernah memeriksa wawancara Pak Harto.
55. Walaupun “katanya” era reformasi adalah era penegakkan hukum, reaksi segelintir kelompok penuh dendam, tetap menista Pak Harto, agar diadili. Siapa lagi penggeraknya, kalau bukan Amien Rais, yang mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin people power.
56. Pak Harto Sakit