“Kami siap camping di KP3B dan Pendopo Gubernur sebagai bentuk perlawanan terhadap birokrasi busuk. Banten harus bebas dari KKN!.”
KOTA SERANG-BANTEN |SUDUTPANDANG.ID – Penunjukan Deden Apriandhi Hartawan sebagai Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten oleh Gubernur Andra Soni menuai kecaman keras dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Banten Bersatu.
BEM menilai langkah tersebut sebagai keputusan yang keliru karena diduga tidak mengikuti prosedur yang semestinya, serta dianggap mengabaikan prinsip transparansi dan meritokrasi dalam birokrasi pemerintahan.
Mereka juga khawatir penunjukan ini akan membuka ruang bagi praktik-praktik korupsi dan nepotisme yang bertentangan dengan semangat reformasi pemerintahan bersih dan adil.
Dalam pernyataan resminya, Selasa (20/5), Koordinator BEM Banten Bersatu, Bagas Yulianto, menyebut keputusan tersebut dinilai cacat prosedur, diduga sarat kepentingan politik, dan jauh dari semangat transparansi serta meritokrasi.
“Penunjukan ini tanpa seleksi terbuka, tak melibatkan lembaga terkait, dan diduga melanggar prinsip administratif. Ini bentuk pelecehan terhadap semangat reformasi birokrasi,” tegas Bagas.
BEM Banten Bersatu juga menyoroti rekam jejak Deden saat menjabat sebagai Sekretaris DPRD Banten. Salah satu kasus yang disorot adalah dugaan mark-up pengadaan 10 unit kursi kerja berbahan kayu jati berlampu LED, yang dinilai melanggar Perpres No. 16 Tahun 2018 serta revisinya pada Perpres No. 12 Tahun 2021.
“Ini indikasi kuat adanya dugaan praktik KKN, yang bertolak belakang dengan janji kampanye Gubernur soal ‘Banten Maju, Adil, Merata, dan Tidak Korupsi’,” tambah Bagas.
Tuntutan
Mahasiswa yang tergabung dalam BEM Banten Bersatu mengajukan sejumlah tuntutan kepada Pemprov Banten. Mereka mendesak agar penunjukan Plh Sekda dibatalkan dan digantikan dengan proses seleksi terbuka yang akuntabel dan berbasis kompetensi.
Mereka meminta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk turun langsung mengaudit proses penunjukan tersebut. DPRD Banten juga didorong untuk menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal terhadap kebijakan ini.
Tak hanya itu, BEM menuntut adanya transparansi dalam program pendidikan gratis agar manfaatnya benar-benar dirasakan secara adil dan merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
Menurut BEM, krisis birokrasi ini telah mengganggu koordinasi antardinas, memperburuk pelayanan publik, dan menciptakan konflik internal di tubuh ASN Pemprov Banten.
Jika dalam tiga hari tidak ada respons konkret dari pemerintah maupun legislatif, BEM Banten Bersatu mengancam akan menggelar aksi besar-besaran.
“Kami siap camping di KP3B dan Pendopo Gubernur sebagai bentuk perlawanan terhadap birokrasi busuk. Banten harus bebas dari KKN!” tutup Bagas.
Seruan ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa dalam mengawal pemerintahan yang bersih dan berpihak pada rakyat. BEM mengajak seluruh elemen masyarakat turut mengawasi jalannya pemerintahan di Banten.
Terpisah, Gubernur Banten Andra Soni menjelaskan bahwa penunjukan Plh Sekda bersifat sementara sambil menunggu pejabat definitif. Ia menargetkan penetapan Sekda definitif dapat dilakukan dalam waktu 15 hari.
“Tugas dari pelaksana harian Sekda ini, pertama adalah tugas administrasi yang harus segera dikerjakan,” ujar Andra di Gedung Negara Pemprov Banten, Senin (19/5).(tim)