JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Putusan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi terkait Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Mahkamah Konstitusi terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden terjadwal diputus pada Selasa (7/11/2023) sore oleh
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
“Benar, pukul 16.00 WIB,” kata Kepala Biro Hukum Administrasi dan Klerikal MK Fajar Laksono di Jakarta, Selasa (7/11).
MKMK telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap 21 laporan yang masuk.
Pemeriksaan terhadap pelapor diawali dengan pertemuan beragenda klarifikasi pada Kamis (26/10) dan diakhiri dengan rapat terbuka pada Jumat (3/11).
Di sisi lain, pemeriksaan terhadap terlapor juga sudah selesai. Secara berturut-turut sejak Selasa (31/10) hingga Jumat (3/11) MKMK melakukan sidang tertutup kepada sembilan hakim konstitusi yang dilaporkan.
MKMK memeriksa hakim konstitusi sebanyak satu kali, kecuali Ketua MK Anwar Usman sebanyak dua kali.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menjelaskan, pemeriksaan terhadap Ketua MK sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali karena Anwar Usman mendapat laporan terbanyak.
Usai sidang terakhir, Jimly mengatakan seluruh bukti terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan MK sudah lengkap, termasuk keterangan saksi dan ahli.
Jimly mengaku tidak sulit membuktikan dugaan pelanggaran tersebut.
“Sebenarnya kalau anggota, pelapornya semua anggota,” kata Jimly saat ditemui di Gedung II MK, Jakarta, Jumat (3/11).
Jimly juga menyebutkan, keputusan MKMK akan berdampak pada pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden.
Ia mengajak semua pihak memahami secara tepat putusan yang akan dibacakan nanti.
Nanti silakan kita lihat putusan yang akan kita baca, termasuk jawaban atas tuntutan agar putusan tersebut (putusan MKMK) mempunyai pengaruh terhadap putusan MK sehingga berdampak pada pendaftaran calon pasangan calon presiden/wakil presiden. ,” kata Jimly.
Menurut Jimly, MKMK menemukan sedikitnya 11 persoalan yang dilaporkan.
Pertama, soal hakim yang tidak mengundurkan diri dari perkara yang menyangkut hubungan keluarga.
Kedua, lanjutnya, hakim konstitusi juga dilaporkan berbicara di depan umum terkait substansi materiil perkara yang diperiksa.
Ketiga, hakim menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat terkait materi pokok perkara yang diperiksa dengan menambahkan aduan internal.
Keempat, hakim konstitusi dinilai melanggar kode etik karena membicarakan permasalahan internal dengan pihak luar sehingga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap Mahkamah Agung.
Kelima, dilaporkan diduga melanggar tata cara pendaftaran atas perintah Ketua MK Anwar Usman.
Keenam, laporan pembentukan MKMK yang dinilai lamban padahal sudah diperintahkan undang-undang.
Ketujuh, laporan soal mekanisme pengambilan keputusan yang dinilai semrawut.
Kedelapan, dianggap dapat digunakan sebagai alat politik praktis.
Kesembilan, diberitakan karena permasalahan internal dinilai bocor dan diketahui pihak luar.
Ke-10, hakim konstitusi diduga berbohong terkait ketidakhadirannya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Ke-11, soal diperbolehkannya memutus perkara yang diduga berkaitan dengan kepentingan anggota keluarga hakim.
Ia berharap keputusan MKMK dapat memberikan solusi terbaik bagi demokrasi di Indonesia.
Pihaknya juga memastikan keputusan MKMK merupakan langkah terbaik untuk mencari solusi yang adil dan berkeadilan, kata Jimly Asshiddiqie. (02/Ant)