BADUNG-BALI, SUDUTPANDANG.ID – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar mendeportasi warga negara asing (WNA) Rusia berinisial VS (31) lantaran melebihi batas izin tinggal alias overstay.
WNA Rusia tersebut melanggar Pasal 78 Ayat (2) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. VS dipulangkan melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada Rabu (6/11/2024).
VS diketahui pertama kali tiba di Indonesia pada 7 Agustus 2024. Dia mengaku datang untuk berlibur. Ia menginap di sebuah penginapan di Bali dan mengira bahwa sistem visa di Indonesia mirip dengan Thailand, di mana izin tinggal otomatis diperpanjang jika tidak meninggalkan negara.
“Padahal, izin tinggalnya yang berlaku selama 30 hari telah habis pada 5 September 2024, dan VS baru menyadari kesalahannya setelah paspornya ditemukan kembali, karena sebelumnya paspor miliknya sempat terselip,” ujar Kepala Rudenim Denpasar Gede Dudy Duwita, dalam keterangannya.
Setelah menjalani pemeriksaan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Khusus Ngurah Rai, VS mengaku tidak pernah datang ke kantor imigrasi untuk menanyakan perihal izin tinggalnya. Ketidakpahaman terhadap aturan keimigrasian mengakibatkan ia melampaui batas izin tinggal yang berlaku.
Meskipun demikian, VS menyatakan kesulitan membayar denda karena dianggap terlalu besar yakni sebesar 1 juta rupiah per hari.
“Dalam ketentuan Pasal 78 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa “Orang Asing yang tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan,” paparnya.
Dudy menerangkan, berdasarkan ketentuan dalam Ayat 1 adalah orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia kurang dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin tinggal dikenai biaya beban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dudy menegaskan bahwa pihaknya akan terus menindak tegas pelanggaran keimigrasian.
“Kami tidak akan berkompromi dengan pelanggaran izin tinggal oleh warga negara asing. Penegakan aturan keimigrasian adalah prioritas untuk menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya di Bali sebagai daerah wisata internasional,” tegas Dudy.
Menanggapi alasan ketidaktahuan VS mengenai aturan izin tinggal di Indonesia, Dudy mengingatkan prinsip hukum ignorantia juris non excusat, yang berarti “ketidaktahuan terhadap hukum bukan alasan pembenar.”
Ia menjelaskan, “Asas ini berlaku universal, termasuk di Indonesia. Semua orang, termasuk warga negara asing, diharapkan memahami aturan hukum di negara yang mereka kunjungi. Ketidaktahuan bukan alasan untuk melanggar hukum, apalagi di sektor keimigrasian yang berdampak langsung pada ketertiban negara.”
Dudy menambahkan bahwa sesuai Pasal 102 UU No. 6 Tahun 2011, penangkalan terhadap warga negara asing dapat diberlakukan hingga enam bulan dan diperpanjang jika dibutuhkan.
“Keputusan lebih lanjut akan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan kasus VS secara menyeluruh,” pungkasnya.
Terpisah, Kakanwil Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu menyampaikan bahwa deportasi tersebut merupakan bukti komitmen untuk meningkatkan pengawasan terhadap WNA di Bali.
“Pengawasan ketat dan tindakan tegas akan terus dilakukan. Kami berkomitmen untuk melindungi kepentingan warga lokal serta memastikan keamanan dan ketertiban bagi wisatawan asing yang mematuhi aturan,” ujarnya.(One/01)