“Judul yang kontradiksi dengan isi, selain cacat hukum dan akan kesulitan diterapkan di lapangan serta proses peradilannya dalam membuktikan unsur-unsur kesalahan dan pertanggung jawaban hukum, karena bisa jadi yang hanya bisa dijerat hukum hanya bagi pelaku peminum alkohol, sedangkan lainnya yang memproduksi alkohol dan seterusnya, bebas dari jerat hukum.”
Oleh: Kaspudin Nor
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama)
Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol (RUU Minol) saat ini masih terus digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Demikian lamanya pembahasan dan perdebatan, bukan saja soal isi dari RUU tersebut, tetapi soal judulnya sehinga perlu mendengar masukan dari berbagai lapisan masyarakat.
Penulis membaca RUU Minol juga Naskah Akademis dari RUU yang dimaksud didalamnya mendasari dan mengatur tentang perlindungan kesehatan masyarakat lahir batin. Kemudian mengenai ketentraman, ketertiban dan keamanan. Selain itu, ternyata bukan hanya mengatur tentang larangan minuman beralkohol saja akan tetapi juga mengatur banyak hal terkait alkohol.
Sebagai dosen pengajar mata kuliah Narkotika, menurut penulis RUU Minol hampir mirip dengan hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tujuannya melindungi masyarakat terhadap kepentingan kesehatan masyarakat dan mengatur tentang larangan setiap orang atau badan hukum memproduksi, memasukan, menyimpan, mengedarkan, menjual, mengkonsumsi dan juga penggolongan jenis-jenis zat alkohol dan lain-lain. Kemudian, mengatur juga tentang adanya sanksi/ancaman pidana dan ganti rugi, cukai, perlindungan korban pengecualian, serta adanya unsur pengawasan dan partisipasi publik.
Sedangkan para ahli farmasi memandang terhadap alkohol mempunyai fungsi dan akibat dari penyalahgunaan alkohol itu sendiri. Oleh berbagai ahli menjelaskan bahwa ada beberapa sebutan dalam alkohol, yaitu Alkohol Etilen Glikol, Alkohol Glisel, Etanol, Metanol dapat mempunyai fungsi sebagai bahan baku atau tambahan terhadap bahan makanan, obat-obatan, kosmetik dan kegunaan lainnya. Berkaitan dengan bahan-bahan tersebut, tentunya penulis menggaris bawahi bagaimana kaitannya dengan kesehatan, penelitian dan keagamaan. Hal ini menurut penulis perlu kajian mendalam oleh para ahli dan pemuka agama.
Terkait RUU Minol, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang perlu mengeluarkan Fatwa RUU Minol dalam pertimbangannya terkait alkohol, yaitu:
- Bahwa ajaran Islam bertujuan memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, untuk itu segala sesuatu yang memberi manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut diperintahkan/ dianjurkan, atau di izinkan untuk dilakukan, sedangkan bagi yang merugikan tercapainya tujuan tersebut dilarang atau di anjurkan untuk dijauhi.
- Bahwa saat ini akohol banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan ataupun bahan penolong pembuatan makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan kepentingan lainnya.
- Bahwa oleh karena itu dipandang perlu adanya fatwa tentang alkohol sebagai upaya memberikan kepastian hukum bagi para produsen dan konsumen dalam memanfaatkan dan mengkonsumsi produksi yang menggunakan bahan atau perantara dari alkohol.
Menurut penulis, Fatwa MUI tersebut sangat jelas bahwa RUU Minol jangan sampai justru menimbulkan masalah dan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam yang telah diyakini oleh umat Islam. Oleh karenanya, menurut pandangan penulis judul “RUU Tentang Larangan Minuman beralkohol” tidak tepat. Pasalnya, judul tersebut sangat jelas menyebut “Minuman Alkohol”. Sehingga menurut penulis hanya terkait mengatur mengkunsumsi dengan cara meminum alkohol, lalu bagaimana jika dimakan, dihirup atau dibuat kosmetik atau lainnya. Padahal RUU Minol juga mengatur terkait memproduksi, menyimpan, menjual, mengkonsumsi yang dalam hal ini bagaimana jika yang mengkonsumsi menyalahgunakan bukan dengan cara diminum?. Selain itu, akibatnya menjadi mabuk sehingga menimbulkan masalah kemasyarakatan, yaitu keamanan, ketentraman dan ketertiban. Demikian juga melanggar aturan agama.
Berdasarkan alasan dimaksud, karenanya menurut penulis judul RUU Larangan Minol menjadi sangat sempit dan kontradiksi dengan isi RUU tersebut. Sehinga wajar jika timbul pertanyaan, bagaimana jika alkohol dikumsumsi dengan cara dimakan, dihisap dan dibuat kosmetik?. Menurut ajaran Islam tentang aturan haram halalnya, lalu bagaimana jika alkohol dimaksud di kumsumsi dengan cara tidak diminum tetapi dengan cara dihisap, dimakan apakah menjadi halal?. Pertanyaan ini penulis sampaikan dengan judul “RUU Minol” terkait dengan judul kata “Minuman”.
Penulis juga mengkaji kata “larangan” dalam judul RUU. Menurut penulis juga adalah tidak pas, karena dibuatnya UU tentu adalah sifatnya selaiu mengatur sehingga otomatis didalamnnya ada unsur larangan dan perintah bahkan sanksi.
Isi dari RUU Minol penulis dapati ada unsur larangan dan ancaman sanksi. Sehingga menurut penulis judul “RUU Minol” adalah tidak pas karena yang diatur seolah-olah hanya meminum alkohol, lalu bagaimana dengan yang memproduksinya menjual dan sebagainya?. Padahal RUU tersebut cuma diberi judul “Minuman Beralkohol?”.
Lalu bergulir juga masukan-masukan masyarakat dengan penambahan judul dengan kata “‘Larangan”, dan ada juga yang memberi masukan menambah judul dengan “Kata Pengendalian”. Menurut penulis juga tidak perlu karena sifat dari isi dari sebuah UU intinya adalah mengatur ada larangan dan sanksi. Sehingga menurut penulis hal-hal yang diatur dan dilarang mestinya ada dalam aturan perundang-undangan yang dimaksud. Penulis juga tidak lazim dibuat judul larangan atau pengendalian. Hal itu cukup diatur didalamnya saja karena secara tehnik perundang-undangan juga tidak simple bahkan menjadi sempit dan tidak sesuai dengan maksud dan isi dari RUU tersebut. Sebagai contoh, Undang-undang yang sudah ada, dan menurut penulis adalah sejenis hal ini bisa mengacu pada nomenklatur UU Narkotika, yaitu UU Republik Indonesia No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ini tidak ada kata “larangan” dan pengendalian justru didalam perundang-undangan tersebut ada larangan dan pengendalian serta sanksi yang jelas dan nyata. Jadi judul mesti simple dan isinya justru memberi ruang yang luas dalam mengatur tentang penyalahgunaaan seperti Narkotika, yakni produksi, ekspor, impor, memiliki, menjual, memakai, mengedarkan, mengemas, menyimpan, dan prosekusor yang tanpa hak.
Oleh karenanya, sebaiknya nama Undang-Undang yang mengatur alkohol jika kelak disahkan menurut penulis lebih pas diberi judul “Undang-Undang Republik Indonesia,…Tentang Alkohol. Hal ini judul lebih singkat dan memberi ruang yang luas memasukan isi dan maksud dari pengaturan tentang alkohol. Sesuai dengan teknik pembuatan perundang-undangan juga tidak sempit dan tidak hanya mengatur tentang minuman, tetapi bisa lebih luas lagi dapat mengatur alkohol didalam isi peraturan terkait juga ancaman bagi penyalahgunaaan alkohol yang menyangkut banyak hal sebagaimana juga jika kita membaca dari isi RUU Minol tersebut. Namun menurut penulis sebaiknya hal-hal yang patut diperhatikan menambah aturan yang sangat penting, yaitu terkait dengan mengatur tentang: produksi, ekspor, impor, memiliki, menyimpan, memakai dalam lingkup (meminum, memakan, menghisap, sebagai obat, mencampur bahan makanan, sebagai bahan kosmetik) membeli, menjual, mengedarkan, serta prosekusor dan seterusnya, termasuk sebagai bahan penelitian dan kesehatan. Semuanya harus diatur dalam RUU dimaksud dan dibentuk lembaga pengawasannya oleh pemerintah bersama lembaga masyarakat terkait khususnya lembaga keagamaan.
Menurut penulis bahwa RUU Minol masih perlu dikaji mendalam dan membahasnya dengan para ahli dan lembaga keagamaan.
Dalam catatan penulis, RUU Minol mengenai pengecualian perlu ditambah adanya pengecualian alkohol digunakan juga untuk kesehatan dan penelitian yang pengaturannya diatur dengan ketat oleh pemerintah melalui lembaga kajian, para ahli kesehatan farmasi obat-obatan dan makanan, juga lembaga keagamaan dan ilmu pengetahuan.
Judul yang kontradiksi dengan isi, selain cacat hukum dan akan kesulitan diterapkan di lapangan serta proses peradilannya dalam membuktikan unsur-unsur kesalahan dan pertanggung jawaban hukum, karena bisa jadi yang hanya bisa dijerat hukum hanya bagi pelaku peminum alkohol, sedangkan lainnya yang memproduksi alkohol dan seterusnya, bebas dari jerat hukum.
Demikian semoga bermanfaat.
*Penulis Kaspudin Nor adalah Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Pidana dan delik-delik Khusus di dalam dan di luar KUHP, Subversib dan Narkotika, Hukum Acara Pidana dan Praktek Peradilan.