25 Tahun AJI Kota Palu Menjaga Marwah Jurnalis

Foto:Dok.Deklarator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu.

“Bagi AJI, sedapat mungkin semangat ini harus tetap dijaga, meskipun harus bergelut dengan kepentingan ruang redaksi dan tuntutan upah layak yang belum juga terealisasi.”

PALU, SUDUTPANDANG.ID – 1998 menjadi tahun bersejarah bagi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Pada tahun yang dikenal awal runtuhnya Orde Baru, AJI Kota Palu dideklarasikan di Jalan Otto Iskandar Dinata (Otista) Nomor 76 atau empat tahun pasca organisasi profesi pers ini lahir di Indonesia melalui Deklarasi Sirnagalih, Bogor, pada 1994 silam.

Kemenkumham Bali

Dalam siaran pers, Kamis (9/2/2023), bertepatan dengan Hari Pers Nasional (HPN) 2023, AJI Kota Palu menyatakan selama 25 tahun organisasi ini tetap eksis bukan hanya sekadar nama atau banyaknya anggota. Menyesuaikan dengan perkembangan zaman, namun tetap berpegang teguh menjaga marwah jurnalis agar tetap berada dalam koridor.

“Sepanjang perjalannnya, AJI Kota Palu harus berhadapan dengan situasi semakin berat, mulai dari kasus kekerasan terhadap jurnalis, hingga ujian lain di tengah gencarnya arus informasi yang semakin tak terkendali,” ungkap Ketua AJI Kota Palu, Yardin Hasan.

Belum lagi, lanjutnya, AJI juga dihadapkan pada momentum tahun politik yang mengharuskan anggotanya untuk tetap berdiri tanpa memihak kepentingan-kepentingan politik para peserta pesta demokrasi.

“Bagi AJI, sedapat mungkin semangat ini harus tetap dijaga, meskipun harus bergelut dengan kepentingan ruang redaksi dan tuntutan upah layak yang belum juga terealisasi,” ujarnya.

Pihaknya dalam 25 tahun terus berusaha menjaga komitmen menjalankan fungsinya sebagaimana semangat Deklarasi Sirnagalih yang dicetuskan pada 7 Agustus 1994 dan UU Pers No. 40 Tahun 1999, sebagai pijakan ideologi.

“Ini bukan hal mudah, karena jurnalisme saat ini sedang berada pada zaman terberatnya. Di samping persoalan internal pers itu sendiri, jurnalisme juga menghadapi tantangan soal disrupsi media hingga Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan yang sekarang sudah dirasakan ancamannya,” tutur Yardin.

Di satu sisi, kata dia, pemenuhan hak publik untuk memperoleh informasi melalui karya jurnalistik yang berkualitas dan independen, tantangannya juga makin berat. Serangan terhadap jurnalis yang menjalankan fungsi kontrolnya masih terus terjadi di banyak tempat.

“Problem serius seperti ini masih terus terjadi dan memberi dampak pada usaha jurnalisme menyampaikan karya jurnalistik yang independen. Memang belum banyak yang kami bisa perbuat, tapi kamu berusaha semampunya untuk melahirkan karya jurnalistik yamg pro publik,” tegasnya.

AJI Kota Palu

Sebagai informasi, AJI Kota Palu dideklarasikan oleh sekelompok jurnalis muda di Jalan Otista 76, Kota Palu, tepatnya di kediaman Maxi Wolor.

Sejarah AJI Kota Palu sendiri dimulai diedarkannya majalah “Independen” oleh aktivis mahasiswa yang tergabung di Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Palu pada 1996-1997. Majalah itu diterbitkan oleh SMID yang ditulis oleh wartawan yang majalahnya kena bredel.

AJI Kota Palu berdiri di tengah berkecamuknya konflik komunal di Kabupaten Poso. Saat itu, AJI sering dimintai pendapat oleh jurnalis terkait penulisan berita konflik agar tidak memperkeruh suasana dan mengedepankan penyelesaiannya secara damai.

Muhammad Nur Korompot adalah ketua pertama AJI Kota Palu. Kemudian berlanjut ke Maxi Wolor, Jafar G Bua, Ruslan Sangadji, Amran Amier, M.Ridwan Lapasere, M Ridwan Lapasere, Muh Subarkah, Riski Maruto, Muh Sharfin, Muh Iqbal, Yardin Hasan dan Yardin Hasan/Kartini Nainggolan (2021 2024).(RN/01)

Tinggalkan Balasan