BALI, SUDUTPANDANG.ID – Hakim Agung Yulius kembali menegaskan dukungan pihaknya terhadap kerja Satgas BLBI dalam upaya pengabalian uang negara yang dikemplang obligor atau debitur.
Hal itu disampaikan Yulius dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Satgas BLBI dengan tema ‘Parens Patriae Kebijakan Hukum Administrasi Negara dalam Pengurusan Piutang Negara: Analisis terhadap Proses Penyelesaian Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia’ di Bali, Kamis 30 November 2023.
“Saya mendukung penuh aktifitas Satgas BLBI karena ada tujuan penting yang hendak kita capai bersama-sama, yaitu kembalinya uang negara yang dikemplang oleh para debitur/obligor nakal pengemplang dana BLBI untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia,” kata Ketua Kamar TUN MA tersebut dalam pernyataannya, Jumat 1 Desember 2023.
Yulius menjelaskan, keberadaan Satgas BLBI yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 sejatinya merupakan babak baru strategi pemerintah dalam menyelesaikan kasus dana BLBI.
Pasalnya, pasca Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibubarkan tahun 2004 silam, terdapat kekosongan hukum lembaga negara untuk menangani pengembalian uang negara dari debitur/obligor.
Menurut Yulius, pelaksanaan tugas Satgas BLBI mendapat penguatan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara. Satgas bahkan berwenang menjatuhkan sanksi bagi obligor/debitur nakal berupa pemblokiran, penyitaan, pelelangan, penyanderaan, pencegahan ke luar negeri, penghentian layanan publik, pemasangan papan pengumuman dan lain sebagainya.
Kendati demikian, hingga kini Satgas BLBI masih menghadapi beberapa tantangan yang tak mudah, antara lain, mencuatnya gugatan obligor/debitur ke pengadilan termasuk pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) dengan berbagai macam objek sengketa.
Untuk itu, terutama soal gugatan obligor/debitur terhadap tindakan Satgas, Hakim Yulius senantiasa mengingatkan jajaran peradilan TUN agar mempertimbangkan pengembalian uang negara serta betul-betul menghasilkan putusan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat.
“Dalam berbagai kesempatan baik dalam forum pembinaan umum maupun dalam setiap pertemuan baik berupa pendidikan dan pelatihan, sosialisasi atau pun dalam forum penguatan integritas, saya selalu menyampaikan kepada jajaran Peradilan Tata usaha Negara bahwa tanpa mengurangi independensi peradilan dan Independensi hakim dalam memutus perkara, gugatan terhadap Satgas Penanganan Hak Tagih Dana BLBI atau lembaga negara lain berkaitan dengan uang negara sebesar 110,45 Triliun, jumlah yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat jika dapat dikembalikan kepada negara,” katanya.
Kembali Ingatkan Hakim TUN
Dalam kesempatan itu, Yulius juga kembali mengingatkan hakim Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga kontrol yuridis agar memerhatikan beberapa hal.
Pertama, hakim harus melihat dasar kewenangan dalam mengadili suatu perkara. Apakah objek sengketa yang diuji dan diadili merupakan kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara? Atas dasar apa objek sengketa itu diterbitkan, atas dasar kewenangan sepihak ataukah atas dasar perjanjian? Konsekuensi dari hal tersebut, jelasnya, sudah dituangkan di dalam rumusan Pleno Kamar Tata Usaha Negara sejak tahun 2012 yang kemudian dituangkan dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2012.
Dalam rumusan Pleno tersebut telah disepakati kapan suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata. Untuk memastikan suatu KTUN dianggap melebur, jelas Yulius, salah satunya adalah apabila secara faktual KTUN yang disengketakan dan diminta diuji keabsahannya ternyata jangkauan akhirnya dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata, termasuk di dalamnya ialah KTUN-KTUN yang diterbitkan dalam rangka mempersiapkan atau menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata.
“Saya beri cetak tebal pada frasa “menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata” karena selama ini frasa yang sering mendapat perhatian hanya yang dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata, sedangkan frasa “menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata” kurang mendapat perhatian,” jelasnya.
Kedua, dalam dalam menguji prosedur, pengadilan bersifat corrective justice yang artinya putusan Peradilan TUN bersifat koreksi administratif.
“Dengan demikian pengadilan tidak boleh mencari-cari kesalahan tergugat, kalaupun ditemukan kesalahan kecil yang tidak bersifat signifikan tidak perlu untuk dilakukan pembatalan terhadap keputusan atau tindakan pemerintah, melainkan cukup dilakukan koreksi administratif saja,” tegasnya.
Ketiga atau terakhir, lanjut Yulius, di dalam rumusan Pleno Kamar Tahun 2017 telah dirumuskan sebuah kaidah hukum bahwa apabila terjadi benturan antara kaidah hukum substantif dengan kaidah hukum formal, maka secara kasuistis dipandang lebih tepat dan adil apabila hakim peradilan TUN lebih mengutamakan keadilan substantif.
“Hal yang terakhir ini sangat penting saya sampaikan karena akhir-akhir ini banyak putusan PTUN dan PT-TUN yang cenderung sangat kaku dan prosedural seolah-olah Hakim PTUN adalah Hakim prosedur,” terang Yulius.
Ketiga hal tersebut, kata Yulius, masih harus ditambah lagi dengan adanya keberpihakan kepada keadilan dan kepentingan masyarakat, bukan sebaliknya kepentingan pribadi bahkan kepentingan pengemplang dana BLBI.
Dia menggaribawahi, saat ini Peradilan Tata Usaha Negara sedang mendapat kepercayaan sangat baik dari masyarakat, mulai dari putusan PK Partai Demokrat, Putusan HUM (Hak Uji Materi) terhadap PKPU, dan lain-lain mendapat apresiasi yang sangat baik.
“Terus terang saya tidak rela jika kepercayaan masyarakat yang sudah sangat baik ini dirusak oleh satu atau dua orang oknum. Lebih baik saya tindak terlebih dahulu, daripada jajaran saya ditindak oleh pihak lain,” tandas Yulius.
Diapresiasi Ketua Satgas BLBI
Sementara itu Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban menyampaikan apresiasi atas dukungan penuh semua pihak, khususnya Hakim Agung Yulius atas kerja Satgas.
“Saya sampaikan terima kasih atas dukungan MA, jadi dengan ini Satgas BLBI belajar lagi apa yang belum diketahui,”kata Rionald Silaban.
Diakuinya, dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Satgas BLBI, seringkali dijumpai permasalahan antara lain obligor dan debitur tidak kooperatif dalam menyelesaikan kewajibannya, jaminan yang diserahkan melalui skema-skema penyelesaian tidak mencukupi untuk pelunasan jumlah hutang.
“Dan terkini munculnya pengajuan gugatan kepada pemerintah yang dilakukan oleh para obligor maupun pihak-pihak yang terafiliasi sehingga upaya pemerintah dalam menyelamatkan keuangan negara menjadi terhambat akibat perlawanan yang diajukan oleh para debitur/obligor tersebut,” kata Rionald.
Karena itu, kegiatan FGD Satgas BLBI ini diharapkan dapat menjadi dasar yang kuat bagi Satgas BLBI dalam memahami Asas Parens Patriae dalam rangka proses penyelesaian hak tagih negara yang berasal dari dana BLBI sebagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi Satgas BLBI.
Lebih lanjut, tindakan-tindakan Satgas BLBI dalam rangka pengembalian dana BLBI dapat dikualifikasikan sebagai perluasan atas Asas Parens Patriae, di mana dana BLBI yang telah disalurkan, terdapat hak-hak masyarakat yang wajib dipenuhi dan dilindungi.
Asas Parens Patriae diterapkan dengan menempatkan hak-hak masyarakat sebagai subjek hukum yang dianggap tidak dapat mempertahankan haknya sehingga negara wajib untuk melindunginya melalui upaya-upaya yang dilakukan oleh negara melalui Satgas BLBI.
Harapan ke depannya, kegiatan FGD antara Mahkamah Agung RI dengan Satgas BLBI dan DJKN ini dapat terus dilakukan secara kontinu sebagai sarana pembangunan hukum, khususnya yang bersinggungan dengan tugas dan fungsi DJKN di bidang piutang negara, lelang, maupun permasalahan terkait keuangan negara dengan melibatkan seluruh unit Eselon I di Kementerian Keuangan RI.
“Selain itu, besar harapan kami agar kegiatan ini dapat menjadi bagian dari learning organization bagi Satgas BLBI, khususnya peningkatan pemahaman dan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai perwujudan komitmen Pemerintah untuk mengoptimalisasi dan menyelesaikan pengembalian hak tagih negara yang berasal dari dana BLBI, serta penyelamatan keuangan negara,” kata Rionald. (05)