Opini  

Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 Terbilang Sukses?

Penyelenggaraan perjalanan ibadah haji
M Gunawan Yasni (Foto:Dok.Pribadi)

“Sepantasnya Kemenag RI melalui pimpinan-pimpinannya yang peduli dan berempati kepada Jemaah Haji Indonesia meminta maaf dan tidak mengklaim penyelenggaraan haji ini sukses karena mencederai perasaan jemaah yang mengalami kejadian-kejadian tidak mengenakkan itu. Biarlah Allah Ta’ala dan RasulNya serta para shalihin dan shalihat yang menilai.”

Oleh M. Gunawan Yasni

Kemenkumham Bali

Penyelenggaraan perjalanan ibadah Haji 2024 M/1445 H oleh Kerajaan Saudi Arabia (KSA) dianggap sukses sebagai penyelenggaraan haji normal kedua setelah Covid-19 dinyatakan tidak lagi sebagai pandemi namun menjadi endemi.

Bahkan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan perjalanan ibadah haji regulernya Indonesia menyebutkan, penyelenggaraan ibadah haji Indonesia di akhir masa pemerintahan Presiden Jokowi terbilang sukses.

Swastanisasi Haji KSA

Hal yang berbeda untuk penyelenggaraan ibadah Haji sejak 2023 dalam business modelnya ialah tidak adanya lagi Muasasah Asia Tenggara yang mengurusi Jemaah Haji Indonesia sebagaimana sebelumnya.

Masharriq-masharriq yang notabene adalah perusahaan-perusahaan swasta Perseroan Terbatas menjadi penanggungjawab pengurusan haji Indonesia dari sisi KSA, dan oleh karenanya Kemenag RI perlu dengan cermat mengadvokasi kepentingan Jema’ah Haji Indonesia, terutama jemaah haji reguler.

Masharriq yang merupakan business model baru tenyata banyak menelantarkan jemaah reguler maupun plus di area pengurusan sekitar Mina. Pada 2023 dan 2024 ini jema’ah haji reguler banyak mengalami kondisi tenda-tenda Mina yang kepenuhan berkali lipat dari kapasitas manusiawi yang layak.

Belum lagi fasilitas toilet yang sangat tidak pantas untuk kebersihan ibadah jemaah haji, sementara kapasitas tenda Mina bagi jemaah reguler khususnya dan jama’ah plus umumnya, dalam banyak kasus kurang bahkan tidak layak.

Mereka tidak mendapatkan fasilitas akomodasi tempat mabit di tenda serta makanan yang sesuai dengan bayaran kepada Masharriq, yaitu sekitar 8,500 SAR per kepala untuk biaya tenda dan fasilitas Arafah dan Mina.

Tenda-tenda di Mina yang banyak dirasakan oleh jemaah sangat tidak mencukupi untuk ditempati, bahkan sering di antara mereka harus saling mendominasi dengan menduduki tempat-tempat yang katanya diperuntukkan bagi mereka, namun sudah diduduki oleh jemaah lainnya.

Dalam banyak kasus bahkan tenda jemaah reguler diisi oleh jamaah dengan melebihi kapasitas sehingga mereka tidak kebagian matras maupun makanan yang mencukupi.

Apa yang dirasakan oleh para jemaah adalah biaya yang dibayarkan untuk mereka seakan tidak membuat mereka memperoleh hak-haknya yang memadai, terutama di Mina.

Banyak info yang kami terima bahwa Masharriq bahkan tidak memberikan perbaikan yang memadai ketika survey dilakukan oleh petugas-petugas haji Kemenag RI yang sudah mendokumentasikan parahnya fasilitas tenda dan toilet jemaah haji reguler Indonesia.

Pemerintah Indonesia atas kejadian-kejadian yang menimpa Jemaah Haji Indonesia, baik reguler maupun plus, terkait kelalaian masif terstruktur Masharriq sebaiknya menyampaikan pernyataan keberatan secara diplomatis langsung kepada Putra Mahkota Muhammad Ibn Salman.

Putra Mahkota Muhammad Ibn Salman dengan Kidana Groupnya yang membawahi pengurusan swastanisasi haji KSA perlu mengadvokasi insiden tenda-tenda Mina yang sudah ramai diberitahukan petugas-petugas haji dalam laporan-laporan survey pandangan mata mereka.

Sepantasnya Kemenag RI melalui pimpinan-pimpinannya yang peduli dan berempati kepada Jemaah Haji Indonesia meminta maaf dan tidak mengklaim penyelenggaraan haji ini sukses karena mencederai perasaan jemaah yang mengalami kejadian-kejadian tidak mengenakkan itu. Biarlah Allah Ta’ala dan RasulNya serta para shalihin dan shalihat yang menilai.

Business Model Baru Untuk Haji?

Business model baru Masharriq penyelenggaraan haji KSA yang sebelumnya ditangani Muasasah yang notabene bagian langsung pemerintah kerajaan, disinyalir akan terus dikembangkan secara masif oleh Kidana Group.

Badan Pengelola Keuangan Haji Republik Indonesia (BPKH RI) perlu mempertanyakan kepada Kemenag RI dan KSA sebagai Wakil Jemaah Haji Indonesia terkait sebagian pembayaran yang mereka lakukan atas jemaah haji yang fasilitasnya tidak diperoleh oleh yang mereka wakili.

Jemaah Haji Indonesia yang kebanyakan para pasifis karena memang diwanti-wanti jangan berselisih, harus bersabar menerima apa adanya agar hajinya mabrur, justru akan menjadi bulan-bulanan business model baru Masharriq yang jauh dari sempurnanya profesionalisme penyelenggaraan haji KSA pada 2024 M/1445 H ini, seperti juga tahun sebelumnya.

Barometer Sukses Kemenag dan BPKH RI

Jemaah Haji Indonesia mayoritas keuangan dan pembayarannya dilakukan melalui BPKH RI dan penyelenggaraan hajinya diurusi oleh Kemenag RI. Tahun 2024 M ini para jama’ah reguler hanya dibayari 40 persen ongkos haji riilnya oleh BPKH RI.

Sisanya mereka sendiri yang harus menanggung. Padahal memenuhi Rp 25 juta untuk mendapatkan jatah keberangkatan haji yang entah berapa tahun lagi, mereka harus berjibaku luar biasa.

Sepantasnya Dana Abadi Umat yang dikelola BPKH RI selain Dana Haji, kemanfaatannya perlu lebih diutamakan untuk memudahkan memberangkatkan haji reguler dalam jumlah lebih banyak dibanding alih-alih calon haji reguler yang tak bisa melunasi 60 persen biaya haji riil yang ditetapkan Kemenag dan kemudian jatahnya dialihkan ke calon jemaah haji plus.

Jemaah haji plus tentunya jauh lebih mampu segera membayar lunas penjatahan ke Kemenag disertai tambahan-tambahan biaya yang diperlukan untuk segera berhaji.

Menjadi tanda tanya besar buat kami jika pernyataan keberatan terkait ketidaksinkronan fasilitas Mina atas biaya yang dibayarkan jemaah haji Indonesia tidak dilakukan terstruktur dan masif dengan konsistensi dan persistensi Kemenag RI dan BPKH RI.

Kenapa? Tak lain karena ini artinya pembiaran atas biaya yang dibayarkan ke Masharriq tanpa Masharriq melakukan fasilitasi sesuai akad yang ada antara pihak KSA dengan Indonesia.

Ranah hukumnya menjadi seperti membiarkan pihak lain memperoleh kekayaan melalui keuntungan yang tidak wajar karena tidak menjalankan kewajibannya.

Semoga penyampaian Pengawasan Lillaahi Ta’ala (PLT) ini dapat mencegah ketidakmabruran haji jemaah Indonesia di masa yang akan datang sampai dengan datangnya akhir zaman.

Kami mengetahui bahwa pengawas-pengawas kegiatan haji dari Indonesia semisal kawan-kawan dari Komisi 8 DPR RI, Pengawas BPKH dan Pengawas Haji dari Kemenag sudah memiliki bukti-bukti dan masukan-masukan dari mana saja atas kejadian di sekitar area Mina.

Penyumbang Terbesar Dua Rumah Suci

Semoga Indonesia mampu menjadikan posisinya di mata KSA sebagai pihak yang lebih signifikan untuk diperhitungkan menjadi negara pemberi pendapatan wisata spiritual terbesar bagi KSA.

Indonesia juga menjadi penyumbang terbesar dana pemeliharaan dua rumah suci yang diambil secara sistematis porsinya dari pembayaran kegiatan umrah dan haji ke pengelola KSA yang lagi-lagi Indonesia menempati urutan pertama negara dengan jemaah umrah dan haji terbesar di dunia.

Dengan demikian Indonesia menjadi penyumbang terbesar dana pemeliharaan dua rumah suci yang disumbang jemaahnya setiap berkunjung untuk melaksanakan ibadah umrah dan haji.

Wallaahul muwafiq ila aqwamith thariiq. Fastabiqul khayraat. Dan Allah adalah pendamai ke jalan yang paling lurus. Maka berlombalah untuk berbuat kebaikan.

*M. Gunawan Yasni adalah ekonom, ahli dan praktisi keuangan syariah, dan merupakan anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia serta anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan lainnya.

BACA JUGA  Menyikapi Pro-Kontra Impor Pakaian Bekas