Jampidum Kejaksaan RI Kabulkan 4 Permohonan RJ

Jampidum
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana SH MHum (Foto: Net)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana SH MHum, mengabulkan permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) 4 perkara pidana umum (Pidum) dan perintahkan Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) di Jakarta, Senin (3/2/2025).

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Jampidum dalam keterangan tertulisnya.

Kemenkumham Bali

Adapun dari keempat perkara tersebut adalah.

Pertama, Tersangka Muhammad Iqbal bin Sarno dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

BACA JUGA  Gubernur Papua Lukas Enembe, Ditangkap KPK Saat di Restoran

Kedua, Tersangka Khutziatul Hidayah binti Sukardi dari Kejaksaan Negeri Rembang, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Ketiga, Tersangka Aldi Setiawan bin (Alm) Syaripudin dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam JAbatan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Keempat, Tersangka Ilham bin Suparni dari Kejaksaan Negeri Singkawang, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
  • Tersangka belum pernah dihukum.
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
  • Pertimbangan sosiologis.
  • Masyarakat merespon positif.(PR/04)