“SMSI sebagai gawang perubahan masyarakat desa harus mampu membangun kesadaran yang terintegrasi baik pusat maupun desa, untuk menjadi basis kultural pembangunan Indonesia menghadapi globalisasi dunia.”
Oleh Yono Hartono
Rapat Kerja (Raker) Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat, tanggal 13 Desember 2022 menorehkan sebuah catatan, Di antaranya adalah terkait Undang-undang Desa yang sempat diperbincangkan oleh peserta Raker, yang dikomandani moderator andal, akademisi dari Universitas Moestopo Beragama Jakarta, Dr. Taufiqurokhman.
Sebagai nett control lalu lintas perbincangan, ia banyak memberikan hentakan tajam tentang Undang-undang Desa yang jauh panggang daripada api.
Doktor Taufiqurokhman selain mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) juga mantan politisi Partai Demokrat yang cukup disegani pada masa Hadi Utomo dan Joni Alen Marbun berkuasa.
Dalam tinjauan kritisnya terkait Undang-undang Desa menurut Dr. Taufiqurokhman, ibarat pesawat mau landing tapi tidak ada landasannya, bahkan bisa diibaratkan pesawat sudah dibuat, namun tidak ada landasan pacunya. Alhasil, akhirnya pesawat hanya terpajang di hanggar tanpa pernah terbang mengudara.
Keberadaan Undang-undang Desa, membawa dampak positif dan negatif, terhadap pengelolaan pemerintahan desa. Dampak positifnya, tidak adalagi hegemoni penguasa desa, yang turun temurun menjadi “raja-raja kecil” setiap zaman, sampai akhirnya Undang-undang Desa, menghentikan langkah penguasa desa, yang ingin berkuasa terus.
Pembatasan masa jabatan kepala desa memberikan iklim yang sehat, seperti yang tertuang didalam Undang-undang Desa. Sehingga semua warga memiliki kesempatan yang sama untuk jadi kepala desa.
Lalu dampak negatifnya dari Undang-undang Desa ini adalah, banyaknya aturan pemerintah yang membebani tata kelola pemerintahan desa, sedangkan kemampuan aparat desa sangat minim untuk bisa mengejawantahkan setiap peraturan terkait desa. Belum lagi perubahan zaman digitalisasi yang membumi bagai tsunami, semua aparat harus mampu beradaptasi pada dunia IT.
Sangat disayangkan payung hukum tata kelola desa yang sudah ada, tidak bisa menjadi alat yang mempermudah segala urusan di desa.
SMSI sebagai gawang perubahan masyarakat desa harus mampu membangun kesadaran yang terintegrasi baik pusat maupun desa, untuk menjadi basis kultural pembangunan Indonesia menghadapi globalisasi dunia.
*Yono Hartono adalah Wartawan senior, Wakil Ketua Umum SMSI