Hemmen
Bali  

Apakah Yadnya Anda Satwika? Berikut Penjelasan Ida Pandita Dukuh Celagi Daksa Dharma Kirti

Foto:istimewa

DENPASAR, SUDUTPANDANG.ID – Yayasan Padukuhan Sri Candra Bhaerawa dalam setiap melaksanakan upacara, semua orang menginginkan upacara Yadnya Yang Satwika, yang dapat mengantar kehidupan manusia lebih baik dan menjadikan hidup lebih bijak. Namun sedikit dari mereka yang mengetahui bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Ida Pandita Dukuh Celagi Daksa Dharma Kirti seorang penasehat dari Yayasan Padukuhan Sri Candra Bhaerawa menyebutkan upacara Yadnya Yang Satwika, pertama harus didasari atas ketulusan hati yang ikhlas, bukan mencari keuntungan atau menggagalkan apalagi menghancurkan dengan alasan pembenaran.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Hal ini disampaikan di hadapan 939 KK di Desa Sumberanom Tengger, Kecamatan Sumber, Probolinggo, Jawa Timur (Roro Anteng Joko Seger).

Foto:istimewa

Dirinya sebagai duta dari Yayasan Padukuhan Sri Candra Bhaerawa dalam rangka menggali dan memudahkan mengembangkan SDM dan pendidikan umat terutama generasi muda agar bisa melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BACA JUGA  Ciptakan Kamseltibcar, Polsek Abiansemal Gelar Giat Pengaturan Lantas Pagi Hari

“Yang kedua, harus didasari dengan sastra (plutuk). Dimana dalam plutuk tersebut sudah diatur tentang pelaksanaan Yadnya. Dari yang kanista, madya dan utama. Kanista ada tiga, yaitu Nistaning Kanista. Madyaning Kanista, dan Utamaning Kanista,” jelasnya.

Dirinya menjelaskan, madya ada tiga, yaitu Nistaning Madya, Madyaning Madya, dan Utamaning Madya.

“Utama ada tiga, yakni Nistaning Utama, Madyaning Utama, dan Utamaning Utama.
Jadi ada sembilan cara untuk melaksanakan Yadnya. Begitu yang tertulis dalam plutuk Yadnya,” terangnya.

BACA JUGA  Wakapolres Tabanan Hadiri Peringatan HUT ke-50 PPM di TPB Margarana

Kemudian yang ketiga kalau Yadnya yang bersifat pribadi, lakukan dengan sesuai kemampuan.

“Sementara, bersifat masyarakat lakukan dengan kesepakat bersama,” ungkapnya.

“Ini yang membedakan Yadnya pribadi dan masyarakat yakni nomor urut 3, kalau pribadi berdasarkan kemampuan, sedangkan masyarakat berdasarkan kesepakatan,” tambahnya.

Mengukur keikhlasan baginya tidaklah sulit, seperti halnya berdana punia, ketika ada niat untuk berdana (medana punia), tidak usah ditulis, apalagi dibicarakan, cukup diri sendiri, panitia Yadnya, dan Ida Bhatara saja yang mengetahui.

“Jika tangan kanan memberi jangan sampai tangan kiri mengetahui,” tuturnya.

BACA JUGA  Jelang HUT Bhayangkara Wakapolsek Kuta Pimpin Rapat, Ini yang Dibahas

Dijelaskan, berdana itu tidak terbatas pada uang, bisa dengan kerja yang baik (prilaku yang tidak tercela) atau dengan pikiran yang penuh moralitas.

“Kenapa demikian?. Karena Yadya yang dibangun bukan milik kita sendiri, tetapi milik Ida Bethara atau Ida Sanghyang Widhi,” ucapnya.

Menurutnya, sesungguhnya baik buruknya Yadnya berawal dari hal yang terkecil yaitu dari lingkungan keluarga. Jika hal kecil ini memiliki keyakinan yang kuat terhadap keberhasilan suatu Yadnya berdasarkan tiga unsur tersebut dipastikan alam semesta akan merespon bahagia dan memproses dengan cepat. Namun jika hal ini dilakukan dengan sebaliknya penderitaan hasilnya yang didapat.

“Jadi ringkasnya beryadnya dimulai dari manusa yadnya, jika dikehidupan manusia sudah baik, rukun, paras paros, para leluhur pasti bahagia (Pitra Yadnya) sudah tentu para Dewa Ida Bethara menjadi senang (Dewa Yadnya) dan untuk Butha Yadnya atau alam semesta biarkan mereka memproses sesuai aturan Dharma,” terangnya.

BACA JUGA  Polsek dan Bhayangkari Ranting Gianyar Manfaatkan Lahan Jadi Produktif

“Jangan lakukan perbuatan sia-sia yang dapat menghancurkan hidup kita,” sambumgnya.

Selanjutnya, berdasarkan sastra menurutnya adalah sesuai dengan ajaran Dharma yang ditulis dalam bentuk lontar-lontar, kitab suci atau karya sastra dari tetua atau orang suci zaman dahulu. Jika berdasarkan dresta akan membuat Yadnya itu berubah-ubah.

“Saya mohon maaf, tidak ada niatan saya membalikan Jawa, ini saya sampaikan karena lontar-lontar yang ditulis terkait upacara Yadnya berasal dari tanah Jawa,” terangnya kepada umat Hindu di Jawa.

BACA JUGA  Pria Nyaris Setengah Abad di Bali Bawa Kabur dan Cabuli Bocah 14 Tahun hingga Hamil

Poin yang ketiga berdasarkan kemampuan, dirinya mencontohkan jika memiliki uang 100 ribu, 50 ribu ini yang diyadnyakan jangan semuanya di yadnyakan apalagi sampai berutang yang berujung pada jual tanah, inilah membuat yadnya tersebut cemer, cuntaka bukan berdasarkan Satwika tetapi berdasarkan Nafsu yang penuh pamer.

Sedangkan kesepakatan yang dimaksud adalah saat dilakukan paruman atau rapat, jika sudah ada keputusan dalam rapat itulah yang dihormati, tan wenang wicara malih.

Foto:istimewa

Senada dengan itu, Ketua Yayasan Padukuhan Sri Candra Bhaerawa Ir. Jro Ketut Suryadi didampaingi Ida Rsi Putra Manuaba, Jro Mangku Restu dan Jro Mangku Ketut Sarjana di sela-sela menyerahkan punia menyebutkan setiap tindakan akan berbuah manis jika bibit unggul yang ditanam ditanah yang subur dan mendapat perhatian. Artinya setiap langkah yang dilakukan penuh kesadaran dan dapat direnungkan apakah berakibat bahagia atau sebaliknya.

“Mari terus belajar dan berlatih mempraktikan Dharma yang telah diberikan oleh para guru suci berdasarkan sastra, hanya dengan itu hidup kita bisa bahagia,” tandasnya.(One)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan