DENPASAR, SUDUTPANDANG.ID – Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya mengemukakan bahwa kepercayaan publik kepada media tidak berkurang, meski platform media dari zaman ke zaman selalu berubah.
Dalam keterangan yang diterima di Denpasar, Jumat (26/5/2023), pernyataan M. Agung Dharmajaya disampaikan pada diskusi kolaborasi Dewan Pers, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali di Denpasar, Kamis (25/5/2023).
Ia menegaskan, di era digital media harus cukup mampu menyesuaikan dengan perubahan yang tengah berjalan. Dengan demikian, pemain media mampu berakselerasi menyesuaikan kondisi yang ada.
Menurutnya, adaptasi media dengan platform baru bisa dilakukan dengan mengemas menjadi lebih baik.
“Tantangan perkembangan media selalu berubah dari zaman ke zaman dari analog, cetak, elektronik dan ada konvergensi media digital, juga ada media sosial. Perubahan itu harus dilakukan untuk situasi saat ini,” katanya dalam diskusi yang berlangsung di Aula Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Bali itu.
Diskusi dengan moderator Ketua SMSI Provinsi Bali Emanuel Dewata Oja ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas media siber yang mengangkat tema “Pengembangan Model Bisnis Media di Era Digital”.
Selain Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya, narasumber lain yang hadir yakni, anggota Dewan Pers yang juga Ketua Tim Verifikasi Media Atmaji Sapto Anggoro, dan praktisi media siber dari katadata.co.id Maryadi.
M. Agung yang juga pengurus Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas 55 kembali menyampaikan pandangannya. Menurutnya, perubahan itu harus disikapi dengan realistis.
Di era disrupsi media seperti sekarang, ia mengingatkan agar pelaku di industri media baik wartawan atau pemilik media, tetap menaati kaidah-kaidah jurnalistik untuk menghasilkan pemberitaan yang objektif.
Ketua Tim Verifikasi Media Atmaji Sapto Anggoro, dalam pandangannya menyebutkan dengan pertumbuhan media siber yang cukup besar secara nasional, manejemen media memegang kunci penting untuk mengembangkan media ber-platform digital.
“Karena sebagian besar berangkatnya dari wartawan, tapi soal manajemen kan beda lagi. Dalam hal ini Dewan Pers memilih melakukan pembinaan,” kata Sapto.
Mantan Sekjen Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet ini menambahkan, pengelolaan media siber tak lepas dari karakteristik konsumen berita.
Menurut Sapto, dengan mengetahui kebutuhan informasi yang banyak dibutuhkan publik, akan menentukan popularitas dari media itu sendiri.
“Itu yang paling penting. Banyak yang membuat berita soal politik, sosial, hukum dan HAM. Padahal, konten yang paling banyak dikunjungi ternyata bukan itu, ternyata adalah info kesehatan. Kenapa info kesehatan ini tidak jadi yang utama untuk ditampilkan, karena itu berpotensi viral,” kata Sapto.
Model bisnis media online sendiri, kata dia, bisa dilakukan melalui beberapa cara. Di antaranya, melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah, menggandeng sponsorship, pendanaan CSO, membangun media melalui kehumasan maupun event organizer (EO) dan mengembangkan komunitas pembaca.
“Ini kan belum tentu wartawan mau melakukan hal-hal seperti itu kan,” ujarnya.
Sementara, Maryadi seorang praktisi media siber membagikan pengalamannya terkait persaingan bisnis media digital. Menurutnya, pelaku industri media siber harus berani meninggalkan pola lama. Terobosan baru perlu dilakukan untuk memberikan dorongan “amunisi”.
Ia mengatakan, ada media siber yang mengembangkan teknik backlink untuk mendapatkan “marketshare” iklan.
“Perlu memanfaatkan media sosial dan aplikasi. Termasuk, memahami tren yang berkembang di masyarakat,” kata Maryadi. (PR/02)