Gempar Berita e-KTP Penegakan Hukum di Tahun Politik

Catatan Hukum OC Kaligis Penegakkan Hukum di Tahun Politik
Dok.SP

“Semoga di era mendatang terhadap para pelaku pengadilan dilakukan pengawasan disertai sanksi pidana bagi para pelanggar undang-undang.”

Catatan Hukum Prof. Otto Cornelis Kaligis

Kemenkumham Bali

 1.  Tahun 2011

2.  Sekembalinya saya dari Bogota menemui M. Nazaruddin, dalam kedudukan saya sebagai Penasehat Hukum beliau yang sudah saya jalani sejak pertemuan saya di Singapura dengan Lawyer Singapura, saya menghadiri pemeriksaan Kode Etik Nazaruddin di KPK.

3. Di hadapan tujuh orang anggota Komite Etik pada tanggal 8 September 2011 terkuak fakta hukum adanya lima kali pertemuan antara petinggi KPK dengan pengusaha swasta bahkan dengan oknum anggota DPR.

4. Selain Chandra Hamzah mendiskusikan proyek Bantuan Operasional Sekolah (BOS), juga menjadi bahan pembahasan adalah paket proyek baju Hansip Pemilu senilai Rp500 miliar dan e-KTP senilai Rp.7,6 triliun.

5. Hadir sebagai pengamat antara lain DR. Nono Anwar Makarim.

6. Agar saya tidak ikut-ikutan meramaikan kesedihan Ketua KPK Agus Rahardjo (2015-2019) yang katanya sempat dimarahi Presiden Joko Widodo yang berhubungan dengan kasus e-KTP, saya lampirkan bersama ini press release lengkap yang dibuat dan ditandatangani oleh klien saya M. Nazaruddin.

7. Tangisan Agus Rahardjo dibesarkan media mulai dari penyidikan sampai putusan korupsi e-KTP terhadap Setya Novanto dengan vonis selama lima belas tahun sejak tahun 2017.

8. Pertanyaannya. Mengapa pembahasan e-KTP oleh KPK yang sudah terkuak sejak tahun 2011, lalu dimajukan ke Pengadilan sekitar tahun 2016, baru ramai menjadi berita dahsyat di tahun politik 2023?.

9. Bahkan yang menjadi sasaran tembak adalah Bapak Presiden Joko Widodo.

10. Pasti saat pimpinan Ketua KPK Agus Rahardjo, dengan mudahnya Pak Agus dapat meneliti berkas perkara Setya Novanto.

11. Apabila ada hubungannya dengan perilaku bapak presiden yang memarahi pak Agus Rahardjo agar menghentikan kasus korupsi e-KTP Setya Novanto, apakah dalam berkas perkara ada penyidikan terhadap Bapak Presiden, karena usaha menghalang-halangi pemeriksaan?.

12. Mungkin Pak Agus Rahardjo masih ingat bahwa dalam kasus Bank Century yang dikorbankan hanya Miranda Goeltom.

13. Pengambil keputusan Pak Boediono, Gubernur Bank Indonesia, hanya diperiksa sebatas saksi?.

14. Lalu seandainya toh benar kekecewaan Agus Rahardjo karena dimarahi Pak Presiden, mengapa ocehan itu tidak dibuka ke publik sejak tanggal marahnya Pak Presiden?.

15. Bahkan di bawah pimpinan Pak Agus Rahardjo selaku ketua KPK, penyidikan korupsi e-KTP nya Novanto berjalan lancar, tanpa diberkas perkara ada nama Pak Jokowi.

16. Masih di era pimpinan Pak Agus Rahardjo, DPR-RI melalui laporan hak angket tahun 2018 menemukan praktek praktik pimpinan, oknum KPK yang korup, tanpa hasil laporan Hak Angket itu dituntaskan oleh Pak Agus Rahardjo.

17. Berapa banyak kasus pidana oknum KPK yang tidak lanjut ke Pengadilan melalui deponeering?

18. Pidana KPK yang telah P.21 adalah kasus dugaan korupsi Bibit, Chandra Hamzah, kasus dugaan pidana Abraham Samad yang sekarang berkoar-koar sebagai pejuang anti korupsi. Padahal waktu jadi pimpinan KPK berambisi jadi Wakil Presiden, kasus dugaan pidana Bambang Widjojanto yang berjaya sebagai Ketua TGUPP dengan gaji dari Pemerintahan DKI, kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan.

19. Bahkan kasus dugaan Payment Gateway Prof. Denny Indrayana yang sempat ramai di media tenggelam begitu saja, tanpa berita lebih lanjut.

20. Dugaan hoax-nya Prof. Denny Indrayana pun soal pembocoran putusan MK, tidak diramaikan, seramai ocehan Agus Rahardjo

21. Yang benar-benar “kebal hukum’ adalah tersangka kasus burung walet yang diduga melibatkan Novel Baswedan.

22. Rata-rata semua pimpinan penegak hukum sangat hormat kepada Novel Baswedan

23. Buktinya: perintah pengadilan agar kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan diteruskan ke Pengadilan sama sekali tidak dilaksanakan oleh Jaksa Agung Prasetyo.

24. Mungkin kalau Jaksa Agung berani melimpahkan kasus Novel Baswedan sangat riskan, karena kalau sampai Jaksa Agung Prasetyo melimpahkan kasus tersebut ke Pengadilan bisa saja karena Novel Baswedan diduga banyak menyimpan rahasia Jaksa Agung, sehingga lebih baik Jaksa Agung tidak mengindahkan perintah pengadilan2.

5. Bahkan setiap langkah hukum Novel Baswedan didukung oleh media.

26. Tak seorangpun mengingat lagi akan kasus Novel Baswedan termasuk Pak Agus Rahardjo.

27. Seandainya Agus Rahardjo benar-benar hendak menegakkan hukum, benahi dulu. KPK era pimpinan bapak yang atas dasar hasil temuan Hak Angket DPR-RI tahun 2018 ternyata KPK pun korup.

28. Mulai dari penyanderaan saksi di Safe House, kasus tebang pilih, penyitaan barang bukti yang tidak disimpan di rumah penyimpanan barang bukti atau penyitaan barang bukti diluar tempus dan locus delicti, penetapan tersangka tanpa didukung dua alat bukti, dan lain lain.

29. Seandainya Pak Agus Rahardjo gagal paham, atau minim pengetahuan mengenai temuan Hak Angket, silahkan ke kantor saya.

30. Saya punya banyak dokumen mengenai internal KPK, mulai dari buku berjudul “Korupsi Bibit-Chandra Hamzah, Mereka yang Kebal Hukum, KPK bukan Malaikat” dan masih banyak tulisan-tulisan lainnya mengenai KPK yang menurut saya tidak beres. Semuanya itu saya tulis dalam rangka memperbaiki KPK dalam penegakkan hukum.

31. Sampai saat ini KPK dalam menghitung kerugian negara jarang menggunakan UU Nomor 17 Tahun 2003, Nomor 1 dan 15 Tahun 2004 mengenai wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menentukan kerugian negara.

32. Penyidikan kasus dugaan korupsi masih terjadi secara tebang pilih.

33. Tuntutan copy paste dakwaan, mengabaikan fakta persidangan berdasar pasal 185 (1) KUHAP.

34. Pendapat ahli dari terdakwa tak pernah dipertimbangkan baik oleh JPU didalam tuntutannya maupun oleh Hakim dalam pertimbangan putusannya.

35. Padahal sesuai pasal 184 KUHAP bukti termasuk pendapat ahli nya terdakwa, keterangan terdakwa, dua hal yang tidak pernah jadi pertimbangan hakim dalam memutus.

36. Dalam penegakkan hukum, sebenarnya bukan undang-undangnya yang salah. Yang salah adalah oknum pelaksana lapangan.

37. Saya masih melihat di layar kaca, saat Bapak Presiden memanggil semua pimpinan polisi, mulai dari kapolsek, kapolres sampai para kapolda.

38. Maksud pertemuan di Istana tersebut, sebagai tanda kekecewaan Bapak Presiden, dalam penegakkan hukum.

39. Memang tegaknya hukum terletak pada oknum pelaksana, bukan kepada undang-undang yang berlaku.

40. Karena itu pengawasan seharusnya dilaksanakan lebih ketat dan pengawas seharusnya lebih berani melakukan tindakan terhadap oknum pelanggar peraturan khususnya yang menyangkut hukum acara.

41. Ketua Muda bidang Pengawasan, Inspektorat harus mengambil tindakan tegas terhadap hakim-hakim pemutus, yang memihak kepada oknum tertentu, mengenyampingkan pertimbangan keadilan. Perlu dibentuk Hakim Komisaris di luar kekuasaan Mahkamah Agung.

42. Semoga di era mendatang terhadap para pelaku pengadilan dilakukan pengawasan disertai sanksi pidana bagi para pelanggar undang-undang.

Jakarta, Rabu, 20 Desember 2023.

*Prof. O.C Kaligis adalah Advokat Senior, Praktisi Hukum dan Akademisi

BACA JUGA  Soroti Kekalahan Denny Indrayana di MK, OC Kaligis Surati Komisi III DPR