Hemmen
Hukum  

Jahja Komar Hidajat Ungkap Perkara PT Tjitajam dalam Persidangan

Sidang perkara dugaan pemalsuan di PN Jakarta Timur (Foto: Sony)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Sidang perkara dugaan pemalsuan dengan terdakwa Jahja Komar Hidajat kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN), Selasa (10/5/2022). Kali ini, sidang mengagendakan keterangan lanjutan dari terdakwa.

Pada awal persidangan, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada penasehat hukum terdakwa untuk memberikan pertanyaan kepada kliennya.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Terdakwa, apakah RUPSLB PT. Tjitajam tahun 1998 benar terjadi? Kalau iya, kapan terjadinya? Dimana? Dan bagaimana proses terjadinya? Dan siapa saja yang hadir? Apa saja mata acara RUPSLB tersebut?” tanya Reynold Thonak, kuasa hukum terdakwa.

“RUPSLB PT. Tjitajam tahun 1998 benar terjadi pada tanggal 3 Maret 1998 di Kantor PT. Tjitajam yang beralamat di Menara BCD Lantai 3, Jalan Jend Sudirman Kav No. 26” jawab Jahja Komar Hidajat.

Ia mengungkapkan, awalnya dirinya ditelepon oleh Agustinus Jusuf Sutanto selaku Direktur PT. Suryamega Cakrawala, pemegang 2.250 lembar saham PT. Tjitajam untuk menghadiri RUPSLB PT. Tjitajam.

“Yang hadir pada saat RUPSLB adalah Laurensius Hendra Soedjito selaku Direktur Utama PT. Tjitajam dan pemegang 250 lembar saham PT. Tjitajam, saya selaku Komisaris PT. Tjitajam, Agustinus Jusuf Sutanto selaku Direktur PT. Suryamega Cakrawala, Xaverius Nursalim, dan Sugiono,” ungkapnya.

Ia mengatakan, yang menjadi pemimpin RUPSLB adalah Laurensius Hendra Soedjito dengan agenda merubah susunan pengurus Perseroan.

“Saya menjadi Direktur Utama dan Laurensius Hendra Soedjito menjadi Direktur. Serta persetujuan untuk pengalihan 250 lembar saham milik Laurensius Hendra Soedjito kepada PT. Sentral Mega Nusantara, namun jual beli saham tersebut tidak pernah terjadi,” sebutnya.

Setelah RUPSLB selesai, lanjutnya, seluruh peserta rapat menandatangani notulen yang dibuat oleh Laurensius Hendra Soedjito.

“Kemudian para pemegang saham memberikan kuasa kepada Laurensius Hendra Soedjito untuk membawa notulen tersebut kepada Notaris untuk diaktakan. Dan setelah Laurensius Hendra Soedjito membawa Notulen tersebut kepada Notaris Elza Gazali dan dibuatkan Akta Nomor: 12 tanggal 6 Maret 1998,” terang Jahja Komar Hidajat.

Ia menyebut adanya pembajakan PT. Tjitajam yang diduga dilakukan oleh Ponten Cahaya Surbakti dengan cara berusaha menduplikat Akta-akta perusahaan.

“Mulai dari Akta tahun 1934 ada perbedaan tanggal yaitu punya saya yang benar tanggal 21 Desember 1934, sedangkan punya Ponten tanggal 20 Desember 1934. Kemudian Akta Nomor 59 tahun 1951, yang benar nama Notarisnya adalah Meester Nicolaas August Mispelblom Van Altena sedangkan punya Ponten Namanya Mispelbloh bukan Mispelblom,” bebernya.

“Yang Paling penting perbedaan ada pada Akta tahun 1977, yang benar punya saya adalah Akta No: 12A tanggal 8 Juni 1977 yang dibuat oleh Notaris Soehartono Adiwinoto Pengganti Notaris Hobropoerwanto. Akta tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No: 2467, sedangkan punya Ponten Akta Nomor : 121 tanggal 8 Juni 1977 Notarisnya Soemartono/ Soemantoro Adiwinoto,” sambung Jahja Komar Hidajat.

Kemudian, masih menurut terdakwa, dengan Akta-akta tersebut Ponten Cahaya Surbakti membuat Akta No: 156 tanggal 12 Desember 1990 Notaris John Leonard Waworuntu, Akta No: 181 tanggal 16 Juli 1996 Notaris Ratna Komala Komar, dan Akta Nomor : 74 tanggal 28 Desember 1996 Notaris Neneng Salmiah.

Ia juga menyebut semua akrab milik Ponten Cahaya Surbakti tersebut telah dibatalkan oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No: 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Dalam putusan tersebut Ponten Cahaya Surbakti juga dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Selanjutnya, Jahja Komar Hidajat juga menjelaskan adanya RUPS PT. Tjitajam tahun 2003 yang dilakukan setelah adanya Putusan PN Jakarta Timur yang memenangkannya

“PT Tjitajam kembali melakukan RUPS pada tahun 2003 di hadapan Notaris Buntario Tigris dengan agenda rapat jual beli 250 lembar saham milik Laurensius Hendra Soedjito kepada saya dan Rotendi diangkat sebagai Direktur PT Tjitajam. RUPS dan jual beli saham tersebut dibuatkan Akta No: 129 dan No : 130 tanggal 16 Desember 2003, dan untuk Akta No : 129 telah mendapatkan pengesahan tertanggal 5 Februari 2004,” jelasnya.

Kejanggalan

Pada persidangan kali ini, Jahja Komar Hidajat juga menerangkan terkait surat dari Dirjen AHU tanggal 1 Desember 2015. Ia menyebut ada keanehan dalam surat tersebut.

Pada data online tercatat Akta No: 129 tanggal 16 Desember 2003 Notaris Buntario Tigris, pengesahan tanggal 5 Februari 2003, dengan Susunan Pengurus yaitu Direktur Rotendi, dan Komisaris Jahja Komar Hidajat.

Kemudian pemegang saham PT Suryamega Cakrawala 2.250 lembar dan Jahja Komar Hidajat 250 lembar saham. Totalnya 2.500 lembar saham.

“Namun di dalam sistem AHU bisa tiba-tiba berubah dengan Akta No: 29 tanggal 22 November 2002 Notaris Nurul Huda, Pengesahan tanggal 11 Juni 2004, dimana Susunan Pengurusnya semua berubah menjadi Ponten Cahaya Surbakti, Dayat Syarif Narkis, Tamami Imam Santoso, Tavip Purnomo Hadi, Kivlan Zen, Zaldy Sofyan, dan Ronny Wongkar. Selain itu modal berubah menjadi 150. Anehnya bagaimana bisa berubah padahal saya tidak pernah jual beli saham dengan pihak-pihak tersebut bahkan kenal saja tidak,” ujarnya.

Selain itu, masih menurut Jahja Komar Hidajat, kejanggalan Akta No : 29 tanggal 22 November 2002 Notaris Nurul Huda ada pada perubahannya. Pada surat tersebut, Akta Notaris Nurul Huda merupakan penyesuaian UU Perseroan Terbatas No: 1 tahun 1995.

“Padahal saya sudah melakukan penyesuaian pada tahun 1996 dengan Akta No: 108 tanggal 15 April 1996 Notaris Sutjipto, pengesahan tanggal 12 Agustus 1996,” jelasnya.

Ia juga mengaku baru mengetahui adanya Akta No: 29 tanggal 22 November 2002 Notaris Nurul Huda pada tahun 2008. Saat itu dirinya ingin melakukan penyesuaian UUPT No: 40 tahun 2007. Namun menurut Notaris tidak dapat diakses karena sudah ada perubahan dalam sistem.

Ia juga menyebut Ponten Cahaya Surbakti, dkk kembali menggunakan Akta yang sudah dibatalkan oleh Putusan PN Jakarta Timur No: 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim yaitu Akta No: 156 tanggal 12 Desember 1990 Notaris J.L. Waworuntu.

Atas perbuatannya pihaknya telah melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan di PTUN dan PN, tapi hasilnya tidak dapat diterima. Selain itu, melaporkan secara pidana ke Mabes Polri, dan pihak-pihak tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun kemudian di SP3 dengan alasan tanah perdata.

“Sejak tahun 2017, saya kembali mengajukan gugatan baik di PTUN maupun Pengadilan Negeri, dan saat ini sudah ada 9 Putusan Pengadilan yang memenangkan saya baik TUN maupun PN yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengabulkan pokok perkara dan bahkan telah dieksekusi,” sebutnya.

“Ada 9 Putusan yang memenangkan saya, diantaranya Putusan TUN Bandung Nomor : 106 yang membatalkan SHGB Pengganti yang diterbitkan oleh Pelapor Tamami Imam Santoso dengan alasan hilang pada tidak pernah hilang, saya menang sampai tingkat PK dan sudah dieksekusi,” lanjutnya.

Kemudian, Putusan PN Cibinong No: 79 sampai tingkat Kasasi yang menyatakan bahwa PT. Tjitajam yang sah adalah versi dirinya. Putusan tersebut membatalkan seluruh Akta-akta berikut pengesahan AHU milik Ponten Cahaya Surbakti, Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, dkk.

“Dalam Putusan tersebut Dirjen AHU juga merupakan pihak Tergugat dan telah dinyatakan melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Dan Putusan tersebut sudah dilakukan Eksekusi pada tanggal 15 September 2021,” katanya.

Putusan

Selain itu, ada juga Putusan TUN Jakarta No: 142 sampai tingkat Kasasi yang membatalkan pengesahan milik pelapor tahun 2018.

“Walaupun sudah ada 9 putusan hukum yang inkracht namun pihak Dirjen AHU tetap menerbitkan pengesahan untuk PT. Tjitajam versi Pelapor Tamami Imam Santoso dan Drs. Cipto Sulistio, terakhir Pengesahan Akta No:1 tanggal 2 Maret 2020 Notaris Indra Kadarsah,” ungkapnya.

“Saya sudah menang 9 sembilan Putusan, tapi AHU tetap menerbitkan Pengesahan untuk Cipto, dkk. Lalu saya juga heran, kenapa saya sudah menang tapi malah saya selaku PT. TJITAJAM yang sah yang dijadikan Terdakwa dan dipersalahkan,” lanjutnya heran.

Kemudian terkait Aset PT. Tjitajam, ia menjelaskan memiliki aset-aset tanah sebanyak 7 bidang. Terdiri dari SHGB No: 3/Citayam, SHGB No: 1798/Ragajaya, SHGB No: 1799/Ragajaya, SHGB No: 1800/Ragajaya, SHGB No: 1801/Ragajaya, SHGB No: 1802/Ragajaya, dan SHGB No:257/Cipayung Jaya. Semua aset tersebut sampai saat ini diletakkan sita jaminan oleh PN Jakarta Timur dan PN Cibinong.

“Di atas tanah milik PT. Tjitajam saat ini dibangun Perumahan Green Citayam City oleh PT. Green Construction City tanpa memiliki izin-izin, dan Plperumahan itu menjadi bagian dari objek yang akan dieksekusi oleh Putusan PN Cibinong No:79,” pungkasnya.(Sony)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan