Jaksa Agung Bongkar Korupsi Pertambangan, Mukhsin Nasir: Momentum PT Timah Benahi Tata Kelola

Jaksa Agung Bongkar Korupsi Pertambangan, Mukhsin Nasir: Momentum PT Timah Benahi Tata Kelola
Ketua Umum Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja) Mukhsin Nasir.(Foto: Istimewa)

Jakarta, Sudutpandang.id – Ketua Umum Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja) Mukhsin Nasir menilai kesuksesan Jaksa Agung Burhanuddin membongkar kejahatan korupsi pertambangan timah di PT Timah dengan nilai kerugian perekonomian negara mencapai Rp 270 triliun, menjadi catatan akhir tahun tersendiri bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini menjadi kesuksesan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Sayangnya keberhasilan Kejagung membongkar kasus PT Timah ini tidak diimbangi hukuman yang setimpal kepada para pelaku koruptornya,” ujar Mukhsin, dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/12/2024).

Kemenkumham Bali

Mukhsin berpandangan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap para terdakwa kasus PT Timah telah melukai rasa keadilan masyarakat.

Menurut Mukhsin, PT. Timah perlu segera melakukan kesadaran memperbaiki segala manajemen agar perusahaan sebagai BUMN tidak merugikan keuangan dan perekonomian negara.

“Sudah saatnya PT. Timah segera sadar dari perbuatan melawan hukum terlibat dalam kejatahan pertambangan timah dengan para perusahaan yang hanya mengeruk kekayaan sumberdaya alam negara untuk memperkaya diri mereka, sehingga negara mengalami kerugian yang cukup menghebohkan senilai Rp 271 triliun dengan jumlah tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Kejagung sebanyak 16 tersangka,” paparnya.

Keberhasilan Kejagung membongkar kejahatan pertambangan timah ini, sayangnya majelis hakim justru menjatuhkan vonis ringan yang sangat melukai keadilan yang diharapkan oleh publik.

Mukhsin menilai, vonis ringan yang ditetapkan majelis hakim terkesan mengabaikan dampak kerugian negara. Kejahatan hukum yang dilakukan oleh Harvey Moeis dengan melakukan pertambangan secara illegal untuk keuntungan pribadi dan memperkaya diri tanpa memikirkan kerugian keuangan negara. Sektor kerusakan lingkungan dan juga kerugian perekonomian dalam memperdagangkan hasil kejahatan pertambangan timah selama ini.

BACA JUGA  Wabup: Pemkab Asahan Dukung Pelayanan KB Serentak Sejuta Akseptor

Seharusnya, kata Mukhsin, majelis hakim melihat perbuatan kejahatan hukum Harvey Moeis yang telah berlangsung lama merusak tata kelola pertambangan timah.

Hal ini yang seharusnya dipertimbangkan oleh majelis hakim untuk menjatuhkan vonis berat kepada Harvey Moeis.

“Namun majelis hakim malah memvonis ringan, jelas melukai rasa keadilan publik,” tandasnya.

Mukhsin mengingatkan kepada Mahkamah Agung (MA) agar segera mencermati putusan hakim itu.

“Jangan sampai lembaga peradilan membiarkan kejahatan korupsi para koruptor begitu ringannya mendapatkan hukuman atas perbuatannya sebagai koruptor,” tutur Mukhsin Nasir.

Kejagung Banding

Atas vonis tersebut, Kejagung menyatakan banding. Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyatakan banding terhadap putusan PN Tipikor Jakarta Pusat atas vonis terdakwa Harvey Moeis Dkk pada perkara korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 – 2022.

Dalam perkara ini, Kejaksaan menuntut Harvey Moeis hukuman selama 12 tahun penjara, uang pengganti Rp210 miliar subsider enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.

BACA JUGA  Jonathan: David Masih Butuh Bantuan Untuk Beraktivitas

Dalam putusannya, Majelis Hakim menghukum penjara 6 tahun 6 bulan, uang pengganti Rp210 miliar subsider dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Upaya banding terhadap Harvey Moeis tertuang dalam Akta Permintaan Banding Nomor: 68/Akta.Pid.Sus/TPK/2024/PN.JKT.PST.

Suwito Gunawan alias Awi dituntut penjara 14 tahun, uang pengganti Rp2,2 triliun subsider  8 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Putusan Majelis Hakim: pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp2,2 triliun subsider 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Upaya banding terhadap Suwito Gunawan tertuang dalam Akta Permintaan Banding Nomor: 67/Akta.Pid.Sus/TPK/2024/PN.JKT.PST.

Robert Indarto
Dituntut penjara 14 tahun, uang pengganti Rp1,9 triliun subsider enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Putusan Majelis Hakim: pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp1,9 triliun subsider 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Upaya banding terhadap Robert Indarto tertuang dalam Akta Permintaan Banding Nomor: 66/Akta.Pid.Sus/TPK/2024/PN.JKT.PST.

Reza Andriansyah
dituntut penjara 8 tahun dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

Putusan Majelis Hakim: pidana penjara 5 tahun dan denda Rp750 juta subsider 3 bulan kurungan.

Upaya banding terhadap Reza Adriansyah tertuang dalam Akta Permintaan Banding Nomor: 70/Akta.Pid.Sus/TPK/2024/PN.JKT.PST.

Supartai

Dituntut pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsider 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

BACA JUGA  Pengurus Parpol Dilarang Jadi Jaksa Agung, Mahfud MD: Setuju!

Putusan Majelis Hakim: pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsider 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Upaya banding terhadap Suparta tertuang dalam Akta Permintaan Banding Nomor: 69/Akta.Pid.Sus/TPK/2024/PN.JKT.PST.

Adapun alasan menyatakan banding terhadap lima terdakwa karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Majelis Hakim tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar.

Menyatakan nlmenerima Putusan Perkara atas nama: Rosalina yang dituntut pidana penjara 6 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Putusan Majelis Hakim: pidana penjara 4 tahun dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

Adapun alasan menerima putusan Majelis Hakim karena telah memenuhi 2/3 dari tuntutan JPU dan yang bersangkutan tidak menikmati hasil korupsi sehingga tidak dikenakan untuk membayar uang pengganti. (Tim)