Tri Indroyono

Kerja Sama dengan Binus, TETO Gelar Seminar Ajak Masyarakat Indonesia Perhatikan Perdamaian di Selat Taiwan

Kerja Sama dengan Binus, TETO Gelar Seminar Ajak Masyarakat Indonesia Perhatikan Perdamaian di Selat Taiwan
Wakil Duta Besar Chen Peng dari Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO) di Indonesia (tengah, barisan depan), Rangga Aditya, Direktur Hubungan Internasional Universitas Binus (kedua dari kiri, barisan depan), Erry Kurniawan, Asisten Peneliti di BRIN, Prof. Teuku Rezasyah dari Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Bandung, dan Effendi Andoko, Wakil Sekretaris Jenderal HKTI (paling kanan, barisan depan) di Binus University Jakarta, Kamis (5/9/2024).(Foto:TETO)

“Taiwan memainkan peran kunci dalam rantai pasokan semikonduktor global. Jika Tiongkok menginvasi Taiwan, diperkirakan akan menyebabkan kerugian ekonomi bagi dunia sebesar lebih dari 10 triliun dolar AS atau sekitar 10 persen PDB global.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Taipei Economic and Trade Office in Indonesia (TETO) bekerja sama dengan Universitas Bina Nusantara (Binus University) menggelar seminar khusus bertajuk “Flashpoint Formosa: Menanggapi Meningkatnya Ketegangan Lintas Selat di Bidang Keamanan, Teknologi, dan Pertanian Asia Tenggara” di Kampus Kijang Binus University Jakarta, Kamis (5/9/2024).

Kemenkumham Bali

Dalam siaran pers TETO yang diterima di Jakarta, Jumat (6/9/2024), menyebutkan bahwa acara ini ditujukan bagi alumni lulusan Taiwan. Bertujuan untuk meningkatkan perhatian seluruh lapisan masyarakat di Indonesia terhadap isu Selat Taiwan serta mempererat pertukaran dan koneksi antar alumni Taiwan.

Keseluruhan acara disiarkan langsung secara online secara serentak, dengan jumlah peserta lebih dari 80 orang yang hadir secara fisik dan juga daring.

Deputy Representative TETO Mr. Steve Chen saat pidato pembukaan menyampaikan bahwa perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan terkait dengan keamanan dan kemakmuran kawasan Indo-Pasifik. Pengoperasian normal rantai pasokan semikonduktor global dan ketahanan pangan regional.

Ia meminta semua lapisan masyarakat di Indonesia dan komunitas internasional untuk menghadapi dan membantah kesalahan penafsiran Tiongkok terhadap Resolusi 2758 PBB yang dinilainya secara tidak tepat dihubungkan dengan “prinsip satu Tiongkok” dan menghalangi partisipasi internasional Taiwan.

Disebutkan Taiwan memainkan peran kunci dalam rantai pasokan semikonduktor global. Jika Tiongkok menginvasi Taiwan, diperkirakan akan menyebabkan kerugian ekonomi bagi dunia sebesar lebih dari 10 triliun dolar AS atau sekitar 10 persen PDB global.

Menurut Steve Chen, hal ini merupakan ancaman serius bagi lebih dari satu juta diaspora negara-negara Asia Tenggara di Taiwan (lebih dari 400.000 di antaranya adalah diaspora Indonesia).

“Hal ini akan berdampak pada hubungan kerja sama jangka panjang di bidang pertanian antara Taiwan dan Indonesia, yang berpengaruh pada perkembangan modernisasi pertanian dan kemandirian pangan di Indonesia,” katanya.

Seminar khusus yang dipandu oleh Prof. Rangga Aditya, Direktur Departemen Hubungan Internasional Binus University ini, mengundang Prof Teuku Rezasyah, Profesor hubungan internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.

Kemudian dua alumni Taiwan, Erry Kurniawan, peneliti asosiasi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Effendi Andoko, Wakil Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

Keduanya menjadi pembicara dan membahas dampak dan strategi respons ketegangan di Selat Taiwan terhadap Indonesia dan ASEAN dari sudut pandang hubungan internasional, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan pertanian.(01)

BACA JUGA  Taiwan Siap Bekerja Sama Menuju Emisi Nol Bersih