Menyoal Cuti Massal Hakim, Stefanus Gunawan: Lakukan dengan Elok Tanpa Mogok

Menyoal Cuti Massal Hakim, Stefanus Gunawan: Lakukan dengan Elok Tanpa Mogok
Ketua DPC Peradi SAI Jakarta Barat Stefanus Gunawan, S.H., M.Hum (Foto:JJ SP)

“Aksi mogok kerja atau cuti massal secara sporadis di banyak daerah dalam konteks protes atas pengabaian nasib serta penelantaran kesejahteraan oleh pemerintah, merupakan suatu tindakan yang bisa menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum, dan sangat merugikan masyarakat pencari keadilan.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Aksi cuti massal hakim terhitung hari ini, Senin, 7 Oktober sampai 11 Oktober 2024 menuai beragam pandangan. Seperti disampaikan Ketua DPC Peradi-SAI Jakarta Barat, Stefanus Gunawan yang menyesalkan aksi juru pengadil tersebut terlepas apapun alasannya.

Kemenkumham Bali

“Sangat disesalkan tentunya, terlepas apapun alasannya sebaiknya dilakukan dengan elok tanpa harus mogok. Aksi mogok kerja atau cuti massal secara sporadis di banyak daerah dalam konteks protes atas pengabaian nasib serta penelantaran kesejahteraan oleh pemerintah, merupakan suatu tindakan yang bisa menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum, dan sangat merugikan masyarakat pencari keadilan,” kata Stefanus Gunawan dalam keterangan tertulis, Senin (7/10/2024).

“Apalagi sampai aksi turun ke jalan, tidak ada bedanya dengan demo buruh yang notabene bukan pejabat negara. Kurang elok jika ribuan hakim turun ke jalan dengan narasi keluh kesahnya,” sambung Ketua LBH Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) itu.

Kendati demikian, Stefanus Gunawan memahami kondisi para hakim di Indonesia yang sedang memperjuangkan kesejahteraan mereka. Aksi menyampaikan aspirasi juga merupakan hak setiap warga negara termasuk para hakim.

“Aksi protes terhadap suatu kebijakan pemerintah adalah bagian dari demokrasi, hak warga negara bersuara dan dilindungi undang-undang. Namun, sebagai pejabat negara, upaya hakim melakukan protes untuk menyampaikan tuntutannya harus dilakukan dengan elok. Tidak sepantasnya dilakukan secara frontal,” ujar Stefanus.

Ia pun menyarankan sebaiknya aksi itu cukup dilakukan oleh pimpinan tertinggi di lembaga peradilan, tanpa menggangu jadwal persidangan yang sudah diagendakan. Wajah lembaga menjadi pertaruhan bila dilakukan secara frontal.

“Aspirasi itu disampaikan melalui tahapan seperti kepada ketua pengadilan, dan selanjutnya diteruskan lewat IKAHI sebagai organisasi hakim yang dapat memberikan perlindungan sekaligus menyalurkan aspirasi anggotanya,” katanya.

“Dalam konteks ini, IKAHI berperan sebagai jembatan antara hakim dan pemerintah atau DPR RI dalam hal penyampaian keluhan atau tuntutan hakim. Selain itu, diharapkan pula melakukan kolaborasi dengan MA maupun KY,” tambah alumnus Magister Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.

Ia kembali mengingatkan bila sampai terjadi hakim melakukan mogok kerja, atau cuti massal, maka kesan yang muncul dalam pandangan publik adalah telah terjadi benturan antara hakim dengan pemerintah atau DPR.

Semua pihak, lanjutnya, harus berpikir panjang akan dampak bila gerakan cuti masal hakim. Proses peradilan akan terganggu, dan yang tidak kalah penting adalah merugikan masyarakat pencari keadilan.

“Alangkah bijak jika hakim menyampaikan tuntut kesejahteraannya melalui mekanisme yang sudah diatur. Bukan dengan cara demo mogok kerja atau cuti massal. Gunakan peran IKAHI untuk mendorong pemerintah dan DPR melakukan perubahan atau merevisi ketentuan yang sudah ada agar nasib dan kehidupan hakim masa depan menjadi baik,” kata Stefanus Gunawan yang juga Ketua LBH Serikat Seniman Indonesia kembali menyarankan.

Mahkamah Agung

Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Suharto menyatakan bahwa para hakim tersebut rencananya akan menggunakan hak cuti secara bersamaan. Mereka juga telah bersurat untuk beraudiensi dengan pimpinan MA.

“Pimpinan MA berencana menerima perwakilan mereka,” kata Suharto, saat dikonfirmasi, Jumat (4/10/2024).

Menurut Suharto, audiensi tersebut diagendakan pada Senin, 7 Oktober pukul 13.00 WIB. Bila memungkinkan, para hakim akan diterima bersama dengan Komisi Yudisial (KY).

Ia berharap dari Kemenkeu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta Kemenkumhan untuk berdialog dengan perwakilan para hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI).

SHI dalam siaran pers juga menyampaikan mengundang sejumlah lembaga untuk  audiensi. Di antaranya pimpinan MA, pimpinan pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), DPR), KY dan Bappenas.

Surat permintaan audiensi untuk empat kementerian belum berbalas. Yaitu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Sekretariat Negara (Setneg), Kemenkeu, dan Kemenko Polhukam.(tim)

BACA JUGA  Penyelesaian Penzaliman di Medsos Tidak Cukup Minta Maaf Bermaterai