Novel Baswedan Dinilai Kebal Hukum, OC Kaligis Kembali Surati Jokowi

Kolase SP

SudutPandang.id – Advokat senior OC Kaligis kembali mengirimkan surat terbuka ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal perkara Novel Baswedan.

Dalam suratnya, OC Kaligis menyebut Novel adalah salah satu orang yang kebal hukum.

Kemenkumham Bali

Berikut isi surat terbuka OC Kaligis yang ditulis dari Lapas Sukamiskin Bandung untuk Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin, Minggu (14/2/2021:

Sukamiskin, Minggu, 14 Februari 2021.
Hal: Novel Baswedan Kebal Hukum, Adili Novel Baswedan.
Kepada yang saya hormati Bapak Presiden Republik Indonesia, berserta wakilnya, Bapak Joko Widodo dan Bapak Ma’ruf Amin.

Dengan hormat,
Perkenankanlah saya, Prof Otto Cornelis Kaligis, bersama surat ini mengajukan permohon agar Novel Baswedan diadili atas dasar dugaan penganiayaan dan pembunuhan seorang tersangka dalam kasus burung walet di Bengkulu.

Berikut kronologis Novel Baswedan, seorang penyidik kelompok “Taliban” KPK, yang seharusnya melakukan penegakkan hukum, sebaliknya karena posisinya di KPK yang dilindungi media dan ICW, bebas melenggang melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum.

1. Dalam kasus pidana burung walet di Bengkulu ditahun 2004. Ketika Novel Baswedan bertugas sebagai penyidik polisi di Polres Bengkulu, terjadi laporan pencurian burung walet, terhadap beberapa tersangka.

2. Novel Baswedan berhasil menangkap si tersangka. Sebelum dilakukan pemeriksaan Berita Acara Tersangka, para tersangka diduga dianiaya terlebih dahulu, kemaluan mereka distrum, mereka disuruh berbaris dalam keadaan tertelentang, lalu kaki mereka digilas dengan motor, ditembaki kakinya, sehingga seorang tersangka, meninggal dunia.

3. Di antara para tersangka yang diduga dianiaya Novel Baswedan, terdapat salah seorang tersangka salah tangkap. Karenanya yang bersangkutan, yang sempat kebahagian siksaan dan aniaya Novel Baswedan, dibebaskan.

4. Kasus dugaan penganiayaan Novel Baswedan ramai diberitakan di media sosial, baik di koran, majalah dan TV.

5. Gelar perkara Novel Baswedan ditayangkan juga di Kompas TV, sehingga publik dapat turut menyaksikan kekejaman Novel Baswedan.

6. Saya telah menggugat Jaksa Agung, mengapa perintah Pengadilan Negeri Bengkulu untuk mengadili Novel Baswedan, tidak ditaati oleh Jaksa Agung.

7. Dalam gugatan saya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terdaftar dibawah nomor: 958/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Slt, pihak kejaksaan bahkan turut membela Novel Baswedan. Padahal Kejaksaan yang membuat P-21 artinya berkas pidana Novel Baswedan lengkap untuk disidangkan.

8. Dari gelar perkara sampai dengan sampainya berkas polisi untuk diteliti lengkap tidaknya sangkaan pidana penganiayaan juncto pembunuhan, pihak Kejaksaan akhirnya sesuai pasal 138 KUHP, menyatakan isi berkas polisi lengkap untuk segera disidangkan, dan karenanya Jaksa melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Bengkulu.

9. Entah mengapa, Kejaksaan meminta kembali berkas perkara ke pengadilan, “kata” nya untuk mempersiapkan dakwaan. Nyatanya, bukannya membuat dakwaan, sebaliknya Kejaksaan mengeluarkan Surat Penetapan Penghentian Penuntutan (SP3). SP3 tersebut digagalkan oleh Pengadilan Negeri Bengkulu melalui gugatan Praperadilan pihak korban.

10. Permintaan agar Novel Baswedan diadili, telah dilakukan dalam bentuk pelbagai cara. Para korban penganiayaan telah datang ke DPR memohon agar Novel Baswedan diadili. Pers ikut membantu dengan turut memberitakan fakta kejadian Novel Baswedan yang diduga menganiaya dan membunuh.

11. Semuanya tanpa hasil. Buntu di tangan kejaksaan. Padahal Kejaksaan sudah sejak semula melimpahkan kasus dugaan penganiayaan dan pembunuhan tersebut ke pengadilan. Bahkan putusan pengadilan dengan tegas memerintahkan Jaksa untuk memeriksa perkara dugaan pidana Novel Baswedan.

12. Supaya jejak kekejaman Novel Baswedan tidak terhapus dalam sejarah kelam peradilan tebang pilih di Indonesia, saya telah menerbitkan buku berlabel ISBN berjudul “Mereka yang Kebal Hukum.” Khusus mengenai kemunafikan Novel Baswedan dalam dunia hukum, saya paparkan dalam buku itu mulai dari halaman 240 sampai dengan halaman 341. Paparan itu lengkap, mulai dari dugaan penyiksaan, salah tangkap, pembunuhan, sampai-sampai niat untuk merekayasa seolah seolah bukan Novel Baswedan pelaku pembunuhan.

13. Buku itu saya kirimkan ke pimpinan KPK yang selalu didemo kelompok Novel Baswedan, ketika Ketuanya Bapak Firli Bahuri, lolos fit and proper DPR, untuk kemudian menduduki kursi pimpinan KPK.

14. Dalam proses pengadilan saya melawan Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tidak meloloskan permintaan saya agar perkara Novel Baswedan diadili di pengadilan sesuai perintah putusan hakim Pengadilan Negeri Bengkulu.

15. Alasannya hanya karena adanya surat dari Ombudsman dengan keterangan bahwa dalam perkara Novel Baswedan baik penyidik maupun penuntut umum telah melakukan Mal Admninistrasi. Satu istilah yang baru kali ini saya dengar, dan sama sekali tidak terdapat dalam integrated criminal justice system. Apalagi Ombudsman bukan lembaga yang punya kekuasaan mencampuri penyidikan, penuntutan.

16. Tiap hari terjadi penganiayaan dan pembunuhan. Baru pertama kali dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan yang diduga dilakukan Novel Baswedan, perkaranya dicampuri oleh Ombudsman.

17. Lalu di tingkat mana terjadi Mal Administrasi?. Di penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau di Pasal 138 KUHAP, atau di proses praperadilan ? Atau saat korban melakukan laporan pidana, dan setelah itu mereka diperiksa sebagai saksi korban? Atau mal administrasi terjadi pada waktu polisi melengkapi berkas perkara berdasarkan pasal 75, 184 KUHAP ?.

Tinggalkan Balasan