Hemmen

OC Kaligis Surati Ketua KPK Soal Perkara Novel Baswedan

Kolase:SP

Jakarta, SudutPandang.idOC Kaligis kembali buka-bukaan soal kasus Sarang Burung Walet saat Novel Baswedan masih bertugas di Polres Bengkulu yang sampai saat ini perkaranya belum juga disidangkan.

Advokat senior ini mengungkapnya melalui Surat Terbuka yang ditulis dari Lapas Sukamiskin Bandung, ditujukan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

Kepada Firli Bahuri, OC Kaligis juga mengirimkan buku yang ditulisnya berjudul “Mereka yang Kebal Hukum“.

Berikut isi selengkapnya Surat Terbuka OC Kaligis untuk Firli Bahuri: 

Sukamiskin, Bandung, Senin 18 Januari 2021
Hal: Adili Novel Baswedan.
Kepada Yang Terhormat Bapak Ketua KPK, Komisaris Jendral Polisi Firli Bahuri.

Dengan hormat,

Perkenankanlah saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis, dalam hal ini bertindak sebagai praktisi, akedemisi dan pemerhati hukum memohon kepada Bapak dalam kapasitas sebagai Ketua KPK untuk dalam koordinasi dengan Bapak Jaksa Agung, meminta agar putusan Pengadilan Negeri Bengkulu yang memerintahkan Jaksa untuk melimpahkan perkara dugaan pembunuhan dan penganiayaan Novel Baswedan, agar segera dilimpahkan ke pengadilan.

Bukankah Jaksa sebelumnya berdasarkan pasal 138 KUHAP telah melimpahkan perkara pidana tersebut ke Pengadilan Negeri Bengkulu untuk disidangkan?. Melalui tipu muslihat, Jaksa meminta pinjam berkas perkara pidana yang telah diberi nomor register oleh Panitera Pidana, untuk kepentingan membuat surat dakwaan. Ternyata, Jaksa bukannya membuat surat dakwaan, malah sebaliknya menghentikan penuntutan. Tragis memang, bagaimana kacaunya penegakkan hukum, dengan adanya rekayasa yang dilakukan Jaksa untuk “menyelamatkan” Novel Baswedan.

Pengacara korban penganiayaan, karena penghentian peununtutan tersebut, mengajukan gugatan Praperadilan melawan Jaksa. Jaksa dikalahkan. Penghentian penuntutan oleh Jaksa dinyatakan tidak sah. Jaksa diperintahkan melimpahkan perkara ke pengadilan. Jaksa membangkang. Mengabaikan perintah pengadilan atas dakwaan penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan Novel Baswedan. Bukti konspirasi Jaksa melindungi kejahatan. Padahal yang menyatakan berkas polisi hasil penyidikan Polisi, berkasnya lengkap untuk segera disidangkan adalah Jaksa sendiri.

Dalam semua kasus pembunuhan, Ombudsman tidak pernah memerintahkan Jaksa, untuk tidak melimpahkan perkara dugaan pembunuhan ke pengadilan. Ombudsman juga memgetahui dan menyadari bahwa adalah sama sekali bukan yurisdiksi dan wewenang Ombudsman untuk mencampuri urusan penyidikan dan penuntutan.

Memang dalam The Integrated Criminal Justice, sistim Kriminal terintegrasi yang hanya terdiri dari Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Ombudsan bukan, dan sama sekali bukan pihak yang masuk dalam sistim pidana kriminal terintegrasi tersebut. Ombudsman bukan pihak yang dari semula dapat mengawasi penyelidikan, penuntutan, putusan pengadilan, bahkan sampai kepada pembinaan terhadap para warga binaan.

Praktek penyidikan sampai dengan putusan pengadilan hanya dilakukan oleh institusi yang ditetapkan didalam sistim kriminal terpadu. Ombudsman tidak bisa mencampuri P-21 yang ditetapkan oleh Jaksa, setelah sejak semula permulaan penyidikan dilaporkan kepada Kejaksaan.

Karena rekomendasi Ombudsman kepada Kejaksaan Agung, yang intinya menurut Ombudsman telah terjadi malpraktek atas penyidikan dan penuntutan kasus dugaan pidana Novel Baswedan, Jaksa Agung mengikuti perintah Ombudsman, yang notabene bukan atasan Jaksa Agung.

Lalu, yang menjadi pertanyaan di tingkat mana Mal Praktek tersebut telah terjadi? Di tingkat penyidikan, gelar perkara, pemeriksaan para saksi, penyitaan barang bukti, P-21 oleh Jaksa atau digugatan Pra peradilan?.

Sampai detik ini, dan mungkin sampai kiamat, Novel Baswedan yang kebal hukum, karena dilindungi oleh Jaksa Agung, perkaranya tidak akan pernah dimajukan ke pengadilan. Jadilah status Novel sebagai tersangka dugaan penganiayaan dan pembunuhan abadi yang tetap berjaya di KPK sebagai penyidik kelompok militan yang diakui oleh ex komisioner KPK saudara M. Busyro Muqoddas.

Apalagi ketika saya menggugat Kejaksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akibat tidak dilaksankannya putusan pengadidlan. Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengambil jalan aman, dengan menghindar untuk memberikan pertimbangan hukum mengenai substansi perkara, tetapi memilih mengambil putusan yang netral yang dalam dunia hukum acara perdata, dikenal dengan putusan NO, putusan bukan menolak gugatan, tetapi menyatakan gugatan tidak dapat diterima.

Padahal dalam perkara tersebut, saya memajukan setumpuk bukti termasuk hasil gelar perkara oleh penyidik polisi yang telah dipublikasikan. Keberatan Jaksa Pengacara Negara pun yang membela Novel Baswedan yang inti keberatannya adalah: bahwa untuk pokok perkara, Hakim tidak punya kompetensi memeriksa pokok perkara, ditolak Majelis Hakim.

Putusan NO Hakim adalah bukti sejarah kelam dalam penegakkan hukum di Indonesia. Justru pelaku kejahatan jabatan, adalah pihak Kejaksaan, terutama ketika Jaksa Agung disumpah, sumpah Jaksa Agung, berdasarkan Pasal 9 UUD 45 adalah menegakkan hukum. Menegakkan hukum adalah mengikuti perintah putusan pengadilan. Bukan sebaliknya, mengingkari putusan tersebut.

Berikut ini beberapa masukan saya untuk menjadi catatan perhatian bagi Bapak Komjen Pol. Firli Bahuri, Ketua KPK, yang ikut bertanggung jawab atas penegakkan hukum yang berkeadilan, dan kalau memungkinkan, memberhentikan Novel Baswedan selaku penyidik KPK. Bukan sebaliknya, melakukan pembiaran atas fakta bahwa Novel Baswedan.

1 . Pertama-tama saya hendak mengucapkan selamat kepada Bapak atas pengangkatan Novel Baswedan sebagai Juru Bicara KPK. Mengapa saya mengatakan demikian?

2. Hari ini saya membaca didetik.com, Pikiran Rakyat dan unggahan Novel Baswedan di Twitter, pernyataan pers Novel Baswedan.

3. Di Detik News:” Novel Baswedan mendukung pengangkatan calon Kapolri Tunggal, Komjen Pol. Lystio Sigit Prabowo. Kepada Bapak Kapolri terpilih yang baru, Novel Baswedan mengungkap adanya faksi/pengelompokan di tubuh Polri. Novel Baswedan berharap Kapolri baru memperbaiki internal Polisi”

4. Di Harian Pikiran Rakyat: “Novel Baswedan meminta agar Kapolri baru, Lystio Sigit Prabowo menjadi pribadi antikorupsi. Novel Baswedan menyinggung adanya korupsi di tubuh Polri.”
5. Unggahan Novel Baswedan di Twitter: “Banyak Faksi di Kepolisian yang sarat kepentingan dan saling menyandera. Menurut Novel Baswedan, Polisi tak berani merobah institusi Polisi menjadi lingkungan yang dapat dipercaya.”

6. Yang mendengar statement Novel Baswedan di Medsos, khususnya korban pembunuhan dan penganiayaan yang diduga dilakukan Novel Baswedan, tentu menimbulkan pertanyaan miris dalam hati sanubari mereka. Kok Novel Baswedan tetap berjaya di dunia Medsos?.

7. Para korban mengetahui dan mengalami sendiri bagaimana mereka sebelum di BAP oleh Novel Baswedan, ketika Novel Baswedan masih menjadi penyidik Polisi di Polres Bengkulu, bagaimana bengis dan kejinya Novel Baswedan terhadap diri mereka. Disuruh berbaring berderetan, digilas kakinya dengan sepeda motor. Ditembaki. Satu tersangka meninggal, dan terdapat juga korban salah tangkap. Semuanya ini dapat disaksikan dalam reka ulang, gelar perkara, rekontruksi penyidik Polisi terhadap kasus pidana tersangka Novel Baswedan.

8. Dari berita Medsos mengenai kasus burung Walet di Bengkulu, terbukti bagaimana bengis dan otoriternya Novel Baswedan ketika masih aktif di Kepolisian. Bahkan dari cerita teman-teman warga binaan, kebiasaan otoriter Novel Baswedan, terbawa dan dipraktekkan setelah jadi penyidik KPK.

9. Mengenai adanya faksi di Kepolisian. Bukankah Novel Baswedan membentuk faksi “Penyidik Taliban” di KPK?. Hal ini diakui antara lain oleh ex pimpinan KPK Bapak M.Busyro Muqoddas.

Adalah atas prakarsa, Inisiatif Novel Baswedan juga, yang merekrut Penyidik KPK yang bukan berasal dari Kepolisian. Padahal konsep asal KPK, penyidiknya hanya berasal dari Kepolisian dan JPU berasal dari Kejaksaan.

10. Semua ini dapat dilakukan dengan leluasa ketika KPK dibawah pimpinan Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif dan kawan-kawan yang selalu merestui gerakan Novel Baswedan.

11. Ketika revisi UU KPK hendak disahkan oleh Bapak Presiden, setelah disetujui oleh DPR, adalah Novel Baswedan yang diduga menggerakkan perlawanan melawan usul diterimanya Revisi UU KPK.

12. Dengan adanya Dewan Pengawas, menjadikan gerakan Novel Baswedan dan kelompok “Penyidik Taliban”, dipersempit ruang geraknya, dalam penyidikan, penyadapan, penyitaan yang harus dibawah pengawasan Dewan Pengawas. Sehingga karena merugikan kelompoknya. Revisi UU KPK harus dilawan dengan segala cara, baik melalui demo maupun melalui upaya hukum di Mahkamah Konstitusi. Sama halnya ketika Pansus DPR-RI dalam rangka pengawasan, hendak memeriksa KPK.

13. Adanya “Penyidik Taliban”, berarti terdapat kelompok Non -Taliban di tubuh KPK. Bukankah ini bukti adanya faksi yang dikritisi Novel Baswedan terhadap Kepolisian?.

14. Sejak dulu Novel Baswedan melawan Polisi. Ketika kasus penyiraman air keras terhadap matanya, Novel Baswedan menuduh Polisi bahwa di balik penyiraman air keras tersebut, diduga terlibat hadirnya petinggi Polisi berpangkat Jendral yang mem-back up penyiraman air keras tersebut, supaya penyidikannya tak pernah terungkap.

15. Jelas ini fitnah Novel Baswedan. Mengapa ketika terdakwa penyiraman air keras disidangkan di pengadilan. Mengapa Novel Baswedan yang berkesempatan menjadi saksi dibawah sumpah, tidak berani membuktikan tuduhan tersebut?.

16. Memang Novel Baswedan cinta pencitraan. Dalam setiap OTT seolah cuma Novel Baswedan yang berhasil meng OTT kan tersangka. Padahal kerja penyidikan adalah kerja kelompok. Bukan kerja perorangan.

BACA JUGA  Pasal 30 UU Kejaksaan, Memicu PK Atas PK
Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan