JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia (Peradi-SAI) mengangkat 56 advokat baru di wilayah hukum Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Acara pengangkatan dan pembekalan para advokat baru dari DPC Peradi-SAI Jakarta Utara itu berlangsung di bilangan Sunter pada Jumat (4/10/2024) malam.
Semuanya telah dinyatakan layak menyandang profesi advokat sesuai UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) berdasarkan SK DPN Peradi-SAI yang ditandatangani oleh Ketua Umum DPN Peradi-SAI Juniver Girsang dan Sekjen A. Patra M. Zen.
Ketua DPC Peradi-SAI Jakarta Utara, Carrel Ticualu, menjelaskan semua advokat baru tersebut akan mengucapkan sumpah di PT Jakarta pada Senin (7/10/2024) mendatang.
“Setelah mengucapkan sumpah di Pengadilan Tinggi mereka akan mendapatkan Berita Acara Sumpah (BAS) dan sudah bisa praktik,” ucap Carrel Ticualu.
Carrel menegaskan bahwa DPC Peradi-SAI Jakarta Utara senantiasa menjaga kualitas untuk rekrutmen advokat baru, bukan hanya sekadar kwantitas.
Advokat senior itu menjelaskan, Peradi-SAI Jakarta Utara memiliki Pusat Bantuan Hukum (PBH) untuk membantu masyarakat secara cuma-cuma atau pro bono.
“Bagi rekan-rekan advokat yang masih baru, masih belum punya pengalaman bisa menimba ilmu di PBH DPC Peradi SAI Jakarta Utara dalam rangka pro bono,” ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, PBH sedang membantu para pemilik unit di Sunter Park View dan Puri Park View.
“Mereka dikenakan biaya penggantian kWh meter per unit oleh pengelola, kita kan tahu kalau PLN menggantinya gratis. Sudah ada rapat dengan Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. Mudah-mudahan bisa selesai. Kalau tidak selesai juga kita mengarahnya ke hukum. Ini kerjaannya PBH,” ungkapnya.
“Bagi yang membutuhkan bantuan hukum cuma-cuma dapat menghubungi PBH DPC Peradi SAI Jakarta Utara. Apun syaratnya dia adalah orang yang tidak mampu secara finansial, masyarakat yang buta hukum, masyarakat yang termarjinalkan, dan mereka yang tidak punya akses mendapatkan keadilan, seperti layanan di Posbakum,” jelasnya.
Soal Organisasi Advokat (OA) yang sudah multibar, ia berharap dapat diatur supaya tidak liar. Ke depan harus diatur dengan dibentuk Dewan Advokat Nasional yang mengawasi kode etik advokat.
Mahkamah Agung (MA) akan menerbitkan Peraturan MA (Perma) terkait aturan tersebut bila dalam UU Advokat sudah diatur. Hal ini akan menjadi salah satu poin penting dalam revisi UU Advokat.
“Termasuk kriteria mendirikan OA baru, harus ada minimal sekian puluh cabang, setiap cabang minimal ada 20 anggota. Seperti pendirian parpol baru. Supaya setiap advokat tidak mendirikan OA sendiri-sendiri,” katanya.
Carrel berharap para advokat baru dapat berkiprah membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum, sehingga keberadaannya dapat bermanfaat terhadap sesama.
“Mari kita jaga bersama marwah profesi advokat, bekerja profesional dan menjunjung tinggi etika profesi,” ajak advokat yang dikenal berjiwa sosial itu.
Jaga Marwah Profesi
Hal senada disampaikan Sekjen DPN Peradi SAI, A. Patra M. Zen. Ia berharap kepada para advokat yang baru diangkat dan akan disumpah dapat menjaga harkat martabat profesi.
“Kita juga berharap advokat dapat menjalankan profesi dengan itikad baik, bukan menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah, tapi benar-benar membela hak hukum klien,” harapnya.
Selanjutnya para advokat dapat berkontribusi untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma. Pasalnya, memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin, papa, marjinal dan buta hukum itu masih diperlukan.
“Tidak semua masyarakat memiliki uang untuk membayar jasa advokat. Kalau mereka menghadapi masalah hukum, apalagi terjerat hukum pidana, tentu harus ada advokat yang melakukan pembelaan. Ini penting, jangan sampai seorang ibu ditahan gara-gara tidak punya pengacara, siapa yang akan mengasuh anak-anaknya?. Begitu juga dengan seorang ayah sebagai pencari nafkah keluarganya,” papar advokat yang lama berkiprah di YLBHI itu.
Terkait revisi UU Advokat, ia menyarankan minimal ada standarisasi rekrutmen calon advokat. Kemudian soal multi bar dan single bar Organisasi Advokat (OA), Patra berpandangan saat ini sudah pas multi bar. Namun, dengan catatan harus terbentuk Dewan Addvokat Nasional.
“Sudah tiga kali OA kita menganut sistem single bar, Peradin, Ikadin dan Peradi, tapi semuanya pecah. Kalau memang tidak bisa single bar ya harus multi bar. Contoh di Jepang, multi bar sama sekali tidak menurunkan marwah dan advokatnya tetap diperhitungkan di kancah internasional,” sebutnya.
“Standarisasi PKPA juga menjadi hal penting, masa ada OA yang menjamin bisa lulus dalam empat hari?. Lalu soal persaingan harga, bagaimana caranya ada PKPA bisa Rp 1,5 juta, siapa narasumbernya?. Bagaimana Ujian Profesi Advokat dipastikan bisa lulus?,” sambung Patra.
Ia pun sepakat dengan standarisasi mulai dari rekrutmen calon advokat. Kedua etik, harus ada majelis kehormatan bersama.
“Bukan hanya dipecat sebagai advokat, tapi pemberhentian secara permanen dari OA. Jadi tidak bisa pindah-pindah ke OA lain, karena asumsinya OA hanya Peradi. Penerapan kode etik harus dijalankan oleh Dewan Advokat Nasional,” jelas Patra.
Ia menambahkan, poin ketiga krusial dalam revisi UU Advokat adalah kemandirian advokat yang harus dijaga. Jangan sampai seorang advokat yang sudah menjalankan profesinya dengan itikad baik dikriminalisasi.
“Hak imunitas dapat tetap dipertahankan sepanjang advokat menjalankan profesinya dengan itikad baik. Advokat ini banyak ragam sejak abad XIII. Kalau advokat yang bisa membuktikan bahwa dirinya menjalankan tugasnya dengan itikad baik tapi ternyata dikriminalisasi tentunya harus kita lawan,” pungkasnya.
Salah satu advokat yang baru diangkat, Lintang Kusumasari menyatakan siap menjaga marwah profesi dan menjunjung tinggi kode etik dalam menjalankan profesinya.
“Alhamdulillah, saya tidak salah pilih OA, Peradi-SAI tetap menjaga kualitas dalam rekrutmen anggotanya. Terima kasih kepada para senior baik di DPN maupun DPC Peradi-SAI Jakarta Utara, mohon bimbingannya,” tuturnya.(tim)