SUDUTPANDANG.ID – Advokat senior OC Kaligis kembali mengungkap perkara Novel Baswedan saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, bertugas di Polres Bengkulu.
Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin, OC Kaligis meminta Presiden Jokowi untuk memerintahkan Jaksa Agung melanjutkan perkara Novel Baswedan berdasarkan putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu.
Berikut isi surat selengkapnya yang ditulis OC Kaligis dari Lapas Sukamiskin, Bandung:
Sukamiskin, Sabtu, 15 Mei 2021.
Hal: Tangkap dan adili Novel Baswedan. Kembali Novel Baswedan berulah.
Kepada Yth, Bapak Presiden RI Bapak Ir. Joko Widodo dan Bapak Wakil Presiden Ma’ruf Amin
Dengan hormat,
Perkenankanlah saya Otto Cornelis Kaligis, Praktisi dan Akademisi di bidang hukum, turut memberi masukan mengenai kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan, yang pada waktu itu dilindungi oleh Presiden SBY. Sehingga putusan Praperadilan Bengkulu oleh Hakim Suparman yang memerintahkan agar perkara dilanjutkan telah dihentikan.
Berikut kronologis fakta hukum:
Dasar perintah penangkapan: Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Bengkulu yang diputus oleh Hakim Suparman. Perintah Putusan: Memerintahkan kepada Jaksa untuk segera melimpahkan perkara pembunuhan dan penganiayaan terhadap para korban dengan terdakwa Novel Baswedan. Seorang bernama Aan mati karena kehabisan darah akibat penembakan yang diduga dilakukan oleh Novel Baswedan.
Perintah Pengadilan diabaikan oleh Jaksa Agung Prasetyo. Sedikit catatan mengenai Jaksa Agung yang membangkang dan tidak mau mentaati perintah pengadilan. Ketika di Partai NasDem saya ditetapkan sebagai Ketua Mahkamah Partai, Jaksa Agung Prasetyo adalah anggota saya. Karena itu saya agak mengetahui rekam jejak integritas Prasetyo, ketika ditunjuk sebagai Jaksa Agung. Termasuk tindakannya melindungi tersangka pembunuhan dan Penganiayaan Novel Baswedan.Padahal adalah bawahan Prasetyo, selaku jaksa yang melimpahkan perkara pidana itu ke Pengadilan Negeri Bengkulu, untuk segera disidangkan.
Dibandingkan dengan siraman air keras terhadap Novel Baswedan, yang menjadi berita utama sampai detik ini, dengan biaya perawatan ratusan juta rupiah yang dikeluarkan negara untuk biaya pengobatan Novel di Singapura, kematian Aan sepi bahkan nihil berita. Penguburan Aan dilakukan tanpa biaya satu sen pun dari negara. Begitulah nasib si miskin, yang kehidupannya bak sampah tanpa nilai.
Semua penegak hukum yang mengerti hukum pasti sependapat dengan saya, bahwa apapun yang dikatakan Novel Baswedan patut tidak dipercaya. Dia hanya hendak pertahankan posisinya sebagai penyidik KPK yang banyak menikmati kekuasaan tanpa pengawasan, sehingga bebas menyalah gunakan kekuasaannya, tanpa adanya pengawasan terhadap dirinya. Bagi kami yang mengerti hukum, Novel Baswedan tidak lebih dari seorang tersangka yang dilindungi.
Ketika dia tidak lulus ujian ASN, dia melempar tuduhan dan fitnah, bahwa kebodohannya tidak lulus ujian merupakan kemenangan bagi para koruptor yang senantiasa berjuang untuk melemahkan KPK. Korban penganiayaan sudah melakukan segala macam perjuangan hukum agar Novel Baswedan diadili. Para kelompok pencinta keadilan, telah berulang kali demo di depan kantor Kejaksaan Agung, minta Novel Baswwedan diadili. Sayangnya Jaksa Agung tetap melindungi Novel Baswedan. Padahal kalau memang mau menegakkan keadilan, Jaksa Agung bisa mengeksekusi Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu. Putusan Hakim Suparman yang memerintahkan Jaksa agar segera melimpahkan perkara pidana Novel Baswedan ke pengadilan.
Berikut sekilas uraian mengenai kasus pidana Novel Baswedan.:
1.Locus dan Tempus Delicti, Bengkulu, tahun 2004.
2. Laporan dan perjuangan korban penganiayaan dengan segala macam upaya hukum. Berikut laporan para korban ke DPR-RI tahun sidang 2017-2018. Dirangkum dalam Risalah RDPU Pansus tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan KPK dengan korban kasus burung walet di Bengkulu. Ketua Rapat: Agun Gunandjar Sudarsa, Sekertaris: Restu Pramojo. Hadir semua partai di DPR-RI. Laporan yang terdiri dari 25 halaman (Terlampir) ditutup oleh Ketua Rapat Agun Gunanjar Sudarsa pada tanggal 21 Agustus 2017.
3. Janji Bambang Soesatyo, Fraksi Partai Golkar: Komisi III DPR-RI untuk mendorong kasus ini ke Pengadilan untuk menentukan siapa yang bersalah, siapa yang benar. Tidak ada alasan untuk menunda-nunda kasus ini. Rapat setuju untuk menindaklanjuti dengan mengundang Jaksa Agung melanjutkan kasus ini ke pengadilan. Rapat: Setuju.
4. Hadir dari pihak korban: Advokat Yuliswan, Kuasa dan Penasehat Hukum para korban, Irwan Siregar: Korban. Dedi: korban salah tangkap yang juga diduga dianiaya oleh Novel Baswedan, Ali dan Doni: korban penganiayaan. Yang meninggal tanpa berita, beda dengan berita penyiraman air keras terhadap mata Novel Baswedan, adalah almarhum Johan alias Aan.
5. Pengakuan korban Irwan Siregar: Disetrum kemaluan, digilas, ditembak, kemudian dipukuli oleh Navel Basweda. Peristiwa penembakan di kaki Irwan terjadi pada tahun 2004, karena peluru bersarang di kaki Irwan, baru bisa melalui operasi timah panas itu dikeluarkan oleh dokter tahun 2012. Delan tahun Irwan berjalan terpincang-pincang, merasakan nyeri, akibat tembakan Novel Baswedan, ketika melakukan pemeriksaan bengis terhadap para tersangka kasus burung walet.
Korban Irwan pun memberi laporan mengenai putusan Pra Peradilan, yang korban menangkan, dimana pengadilan memerintahkan jaksa untuk melimpahkan berkas perkara. Berkas sudah diregister di Pengadilan Negeri Bengkulu. Jadwal sidang sudah ditetapkan Pengadilan. Nomor register belum dicabut. Akibat dugaan penyiksaan Novel terhadap Irwan, mata Irwan mengeluarkan darah selama satu minggu, dan hampir buta. Semua penyiksaan diduga dilakukan oleh Novel Baswedan.
6. Pengakuan Dedi Nuryadi. Korban salah tangkap. Ketika mengaku ke polisi, bahwa Dedi tidak tahu apa-apa, penyidik tidak peduli. Dedi dipukuli terus, disuruh baris, digiling dengan motor, disetrum sampai melepuh, langsung dibawa ke pantai dan ditembak. Yang melakukan itu adalah polisi yang kepalanya botak. Ketika gambar si botak diperlihatkan, Dedi membenarkan bahwa yang menyiksa adalah Novel Baswedan.
7. Korban M. Rusli Aliansyah. Tak sanggup lagi mengulang penyiksaan pada saat itu, kecuali korban M. Rusli Aliansyah menuntut keadilan.
8. Penyidik. Polisi yang memeriksa Novel Baswedan. Saksi-saksi para korban penembakan melengkapi berkas perkara. Seorang teraniaya salah tangkap. Satu lagi mati karena kehabisan darah akibat luka tembak. Yang meninggal adalah saudara Yulian alias Aan. Saksi bukan korban yang memberikan kesaksian yang memberatkan terhadap Novel Baswedan, adalah anak buah Novel Baswedan sendiri bernama Donny Juniansyah, Bripka Pol, dia mengaku dipaksa Novel agar ikut merekayasa kejadian penembakan tersebut. Karena menolak, Donny dianiaya Novel Baswedan.
9. Ada tiga laporan polisi terhadap Novel Baswedan yang dilakukan pihak polisi terhadap Novel Baswedan. Masing-masing LP. Brigjen Pol Aris Budiman, LP. Pencemaran nama baik. LP Donny Juniansyah dan LP. Bripka Lazuardi Tanjung. Semua LP tersebut terungkap saat pembuktian perkara nomor 958/Pdt.G/2019/PN. Jkt. Slt. Sayangnya tidak satu LP pun yang ditindak lanjuti.
10. Mengenai uraian lengkap berkas perkara pembunuhan yang diduga dilakukan Novel Baswedan, telah saya peragakan melalui kumpulan siaran TV, dalam acara pembuktian gugatan saya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terdaftar dengan nomor 958. Acara pembuktian ditayangkan dan dihadiri para wartawan. Pembuktian ini urung menjadi berita, karena dewan redaksi tidak mengizinkan, berita negatif terhadap Novel Baswedan.
11. Penyidikan terhadap sangkaan penganiayaan dan pembunuhan Novel Baswedan dilakukan oleh penyidik polisi. Pada tanggal 10 Desember2015, polisi rampung dengan pemberkasan dan mengirimkan berkas perkara ke kejaksaan. Tanggal 29 Januari 2016 setelah P-21 Jaksa, melimpahkan berkas perkara pidana Novel Baswedan ke Pengadilan Negeri Bengkulu dengan register Panitera Nomor: 31/Pid.B/2016/PN. Bgl. Dari tanggal register terbukti perkara tersebut belum daluarsa. Semua proses administrasi tidak diikuti oleh Ombudsman, karena memang sama sekali bukan wewenang Ombudsman.
12. Karena setelah pelimpahan perkara tersebut, media sosial dan LSM ribut, melalui demo dan perang opini di medsos, Jaksa berdalih meminjam berkas perkara yang telah dilimpahkan, katanya untuk membuat surat dakwaan.
13. Jaksa menipu pengadilan. Dengan istilah “meminjam berkas” Jaksa justru mebuat Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor Ketetapan 03/N.7.10/EP.1/02/2016, tertanggal 22/1/2016.
14. Penyidikan dimulai dengan pemeriksaan para korban, saksi saksi, gelar perkara, pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada Jaksa sesuai pasal 109 KUHAP, sampai dengan P-21 yang ditetapkan oleh Jaksa.
15. Bahkan Kejaksaan Negeri Bengkulu, telah sempat melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Bengkulu sebelum tanggal 22 Februari 2016 dan telah diregister oleh PN Bengkulu. Alasan Jaksa daluarsa, adalah alasan yang dicari-cari. P-21 dibuat jaksa jauh sebelum perkara daluarsa. Ketika pelimpahan pertama, jaksa yang menyatakan perkara P-21, Jaksa pada saat itu sadar bahwa kasus pidana Novel Baswedan, belum daluarsa.
16. Pernyataan Daluarsa oleh Jaksa dinyatakan setelah SBY memerintahkan untuk tidak melanjutkan kasus pidana Novel Baswedan. Pelimpahan tahap pertama terjadi Januari 2016.
17. Sekali lagi. Setelah Jaksa berhasil mengecoh pengadilan, dengan istilah pinjam berkas, bukannya jaksa membuat surat dakwaan. Kejaksaan sebaliknya mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) Nomor 03/N.7.10/EP 1/02/2016 tertanggal 22-2-2016.
18. Jaksa yang setelah meneliti pelimpahan berkas dari kepolisian, lalu berdasarkan pasal 138 KUHAP, menyatakan berkas perkara pidana tersebut lengkap, justru melakukan kejahatan jabatan, dengan menipu pengadilan, meminjam berkas untuk membuat surat dakwaan, quod non.