Hemmen

“Momento Vivere”, Ungkapan Menyentuh Hati OC Kaligis di Usia 80 Tahun

Advokat senior OC Kaligis, saat merayakan ultah ke-80 di Jakarta, Minggu, 19 Juni 2022, bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah panjang umur (Foto: istimewa)

“Saya berdoa agar Dia terus memberkati saya sepanjang tahun. Usia 80 tahun ini bagi saya juga merupakan “Momento Vivere” (momen kehidupan). “In childhood be modest, in youth temperate, in manhood just, in old age prudent.”

JAKARTA | SUDUTPANDANG.ID – Di usianya yang ke-80 pada tanggal 19 Juni 2022, Advokat senior OC Kaligis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan kebahagiaan. Menurut pria kelahiran Makassar ini, perjalanan hidup yang telah dilaluinya merupakan rahasia Tuhan. Suka maupun duka termasuk puluhan tahun sukses malang melintang di jagat pembelaan hukum Indonesia, bahkan dunia adalah atas kuasa-Nya.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Saya berdoa agar Dia terus memberkati saya sepanjang tahun. Usia 80 tahun ini bagi saya juga merupakan “Momento Vivere” (momen kehidupan). “In childhood be modest, in youth temperate, in manhood just, in old age prudent”. Demikian menurut filsuf Romawi Socrates,” ucap lelaki berdarah Minahasa, saat merayakan ulang tahun yang ke-80 di Jakarta, Minggu (19/6/2022) lalu.

Lelaki berdarah Minahasa bernama lengkap Otto Cornelis Kaligis ini berharap hidupnya dapat menjadi berkat dan bermanfaat. Kebahagian terbesarnya saat ia melihat anak didiknya sukses mengabdikan diri kepada bangsa dan negara serta masyarakat.

OC Kaligis bersama anak didiknya Hamdan Zoelva, Hikmahanto Juwana dan Juniver Girsang (Foto: istimewa)

“Karena sifatnya sebagai sebuah rahasia, tentu tidak akan produktif kalau kita terus menerka-nerka apa yang akan terjadi. Sehingga yang kita bisa lakukan adalah hidup dengan penuh rasa syukur dan cinta. Memang terdengar klise dan quotidien, but if you think about it, it makes sense,” tutur OC Kaligis, yang awal belajar ilmu hukum di Universitas Katolik Parahiyangan Bandung.

Ia mengungkapkan, dulu pernah takut untuk menua, takut menjadi tua. Namun tersadarkan oleh sebuah argumen dari Lucretius yang mengatakan bahwa “Since no one fears missing out on time before they were born, they should not fear missing out on time after they die” (karena seseorang tidak akan takut kehilangan waktu sebelum ia lahir, harusnya orang tersebut tidak perlu takut kehilangan waktu setelah ia meninggal).

“Hal ini membuat saya semakin bersyukur atas waktu yang masih saya miliki dan sebisa mungkin menikmati the present: Carpe Diem (mensyukuri apa yang sedang dijalani dan dimiliki saat ini),” ucap Guru Besar berbagai Universitas ternama yang membuka kantor OC Kaligis & Associates pada tahun 1977 ini.

OC Kaligis
Advokat senior OC Kaligis, menerima karangan bunga dari Risma Situmorang, saat acara Gala Dinner HUT ke-80 di Jakarta, Minggu (19/6/2022)/ (Foto: istimewa)

Berikut pidato selengkapnya yang disampaikan OC Kaligis pada hari istimewanya, pada Minggu, 19 Juni 2022:

MOMENTO VIVERE

Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, S.H., M.H.

Hadirin yang berbahagia,

Hari ini saya berusia 80 tahun; kalau saya boleh jujur, 80 merupakan sebuah angka yang spesial buat saya. Berkaitan dengan angka 80, Lou Holtz, seorang pelatih dan eks-pemain American Football pernah mengatakan: “Don’t tell your problems to people: 80 percent don’t care; and the rest are glad you have them. (Jangan ceritakan masalah Anda kepada orang lain: 80 persen tidak peduli, dan sisanya senang Anda memilikinya.) Apapun itu saya sangat bersyukur masih bisa berkelakar di hadapan bapak, ibu sekalian, kenapa? Karena kalau kita lihat statistik (mengutip data dari World Bank), life expectancy seorang pria Indonesia hanya berkisar 71 tahun-an.

Filsuf Stoik Romawi, Lucius Annaeus Seneca, dalam esainya berjudul “De Brevitate Vitae” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John W. Basore, “On the Shortness of Life” (1932), menulis bahwa sebenarnya kita bukan memiliki waktu yang singkat, cuma kita terlalu sering menyia-nyiakan waktu. Karena dalam takaran yang lumayan, hidup yang diberikan kepada kita cukup panjang untuk membuat kita mencapai hal-hal yang terbaik, tetapi di saat kita menyia-nyiakan waktu tersebut dengan kemewahan dan kecerobohan, hasilnya tentu akan berujung pada hal-hal yang negatif tanpa kita menyadari bahwa waktu yang diberikan pada kita sudah selesai. Kita juga tidak memiliki kekurangan di dalam hidup, masalahnya kita sering menyia-nyiakan kesempatan untuk hidup. Sama halnya kekayaan yang bertumpuk manakala jatuh kepada pemilik yang buruk, akibatnya kekayaan itu tidak dapat dimanfaatkan dengan benar.

Pandangan filosofis dari Filsafat Stoik tentang waktu yang ditulis Seneca bagi sahabatnya Paulinus, menjadi bahan refleksi saya di usia ke-80 tahun ini. Dan kiranya juga menjadi bahan permenungan kita semua. Kita mungkin sering mendengar ungkapan, “ars longa, vita brevis”, yang lazim diartikan seni itu panjang, hidup itu singkat. Seneca mengatakan, tidak begitu. Hidup cukup panjang asal waktu tidak disia-siakan untuk hal-hal yang tidak berguna. Saya mengamini dan meyakini kebenaran pandangan Seneca itu. Saat ini, saya merefleksikan kehidupan dalam tulisan berjudul “Momento Vivere”. Usia 80 tahun ini bagi saya juga merupakan “Momento Vivere” (momen kehidupan). “In childhood be modest, in youth temperate, in manhood just, in old age prudent.” Demikian menurut filsuf Romawi Socrates.

“Your body might stay in prison cell but  don’t let your heart and mind do the same because they need a space to grow.” – YB Purwaning.

Saya teringat ketika jadi penghuni Sukamiskin. Seminggu sekali di depan meja, saya belajar. Dua guru sekaligus datang. Satunya guru bahasa Mandarin, satunya lagi guru bahasa Perancis. Setumpuk buku tulis ada di hadapan saya. Bagi saya, belajar adalah suatu kebutuhan yang tidak dapat ditawar. Ketika saya tidak lagi memiliki sekretaris untuk membantu saya mengetik naskah-naskah hukum untuk saya, maka saya minta izin Pengadilan untuk menggunakan perangkat elektronik berupa “tablet”, dan diberikan, lalu belajar menggunakannya. Pahadal, tempo hari cuma bisa komunikasi pakai hand phone jadul yang kecil itu. Always regard study as a road to reach the heaven glorious sun. Demikian pernah saya baca dan berusaha memaknai hidup dengan belajar. Seneca mengatakan bahwa “Leisure without study is death-a tomb for the living person”.

Tiada waktu luang untuk saya. Tiada waktu terbuang sia-sia. Teman-teman sesama warga binaan datang silih berganti minta nasihat hukum dan bantuan hukum. Bahkan pada tahun 2020, saya bersama beberapa rekan mendirikan Klinik Hukum Sukamiskin. Selain itu, saya terus menerbitkan buku-buku selama di Sukamiskin, tidak kurang dari 20 buku.

Tentu di sini saya tidak bermaksud untuk jumawa, namun ini berarti masih banyak yang harus kita sama-sama lakukan untuk meningkatkan taraf hidup di Indonesia. Semoga, saya berharap, di hari-hari selanjutnya saya masih diberikan kesempatan untuk berbagi dan mengabdi untuk negeri.

Saya ingin mengawali retorika saya hari ini dengan sebuah harapan. Tapi sebelumnya, tentu saya harus addressing the elephant in the room (sebuah ungkapan yang berarti: hal kontroversial yang jelas-jelas ada tetapi dihindari sebagai bahan diskusi, karena lebih nyaman untuk dihindari tapi sebenarnya perlu dibahas). Semua yang ada di sini tahu di mana domisili saya beberapa tahun belakangan ini, tahun-tahun yang penuh pembelajaran. Kalau saya kontemplasi lagi, ada saat-saat di mana saya merasa bahwa saya berada dalam titik nadir kehidupan saya. Syukurnya, saya masih ditolong Tuhan, dituntun untuk melalui tahun-tahun itu. Tahun-tahun yang penuh dengan unexpected turn of events (kejadian yang tidak diduga sebelumnya), yang penuh akan rahasia Tuhan.

Umur juga merupakan rahasia Tuhan. Saya tidak akan menghabiskan waktu-waktu saya selanjutnya hanya dengan meratapi masa lalu.

Merupakan sebuah tujuan bagi saya untuk selanjutnya menghabiskan sebanyak-banyaknya waktu saya untuk menyelesaikan pekerjaan saya yang tertunda. Pekerjaan saya yang belum selesai, dan pekerjaan-pekerjaan baru lainnya yang semoga bisa menjadi magnum opus (karya terbesar dalam hidup seseorang).

Saya tetap berkeinginan untuk menuliskan ide-ide yang belum saya tuliskan sebelumnya. Semoga yang membaca kelak bisa belajar dari apa yang sudah saya alami selama 80 tahun ini.

Saya akan terus membantu anak-anak muda Indonesia untuk meraih masa depan yang lebih baik melalui pendidikan praktik hukum. Semoga saya masih layak untuk menjadi teman diskusi bagi mereka, sehingga bersama bisa membantu, walaupun mungkin sedikit, kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

Hadirin yang berbahagia,

Dulu saya pernah takut untuk menua, takut menjadi tua. Namun semakin ke sini saya tersadarkan oleh sebuah argumen dari Lucretius yang mengatakan bahwa “Since no one fears missing out on time before they were born, they should not fear missing out on time after they die” (karena seseorang tidak akan takut kehilangan waktu sebelum ia lahir, harusnya orang tersebut tidak perlu takut kehilangan waktu setelah ia meninggal).

Hal ini membuat saya semakin bersyukur atas waktu yang masih saya miliki dan sebisa mungkin menikmati the present: Carpe Diem (mensyukuri apa yang sedang dijalani dan dimiliki saat ini).

Kalau saya ibaratkan dengan permainan catur, sekarang saya nampaknya sudah memasuki periode di mana pemahaman saya tentang positional dan tactical strategy sangat diperlukan. Tahapan ini tentu akan sangat berbeda dengan tahapan opening dan middle game, tahapan akhir ini sangat membutuhkan ketenangan pikiran dan kesabaran agar bisa dilalui dengan baik.

Atau kalau saya ibaratkan dengan musik, saya yang di awal berjiwa musik klasik sekarang sudah berevolusi menjadi berjiwa jazz. Kenapa? Karena saya sekarang tidak takut dengan tritone (jarak nada yang pada zaman dulu dilarang oleh gereja karena dianggap sebagai suara setan,, tapi sekarang tritone sudah diterima sebagai sebuah nada biasa), dissonance atau nada sumbang kehidupan, karena apapun itu, ada tritone atau tidak, semua saya coba nikmati sebagai bagian dari lagu kehidupan.

Izinkan saya mengakhiri cerita saya hari ini dengan kembali menggunakan istilah rahasia Tuhan yang saya sampaikan di muka. Karena sifatnya sebagai sebuah rahasia, tentu tidak akan produktif kalau kita terus menerka-nerka apa yang yang akan terjadi. Sehingga yang kita bisa lakukan adalah hidup dengan penuh rasa syukur dan cinta. Memang terdengar klise dan quotidien; but if you think about it, it makes sense.

Tentu cinta di sini tidak melulu tentang romantisme belaka. Di benak saya, sebagaimana yang pernah diutarakan seorang kenalan lama saya, “love is never about liking or adoring; love is an endless effort of understanding (cinta tidak hanya tentang menyukai atau memuja; cinta adalah upaya untuk memahami tanpa akhir)”.

Terima kasih sudah berkenan datang dan mendengarkan cerita saya kali ini, memang tidak banyak kata yang saya sampaikan kali ini. Saya berupaya agar selanjutnya tidak lebih banyak talk the talk  (berbicara), tapi lebih banyak walk the walk (bertindak). Semoga suatu ketika saya berkesempatan untuk mendengarkan cerita dari Bapak dan Ibu sekalian.

Terima kasih.

Jakarta, 19 Juni 2022.(*)

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan