BADUNG, BALI, SUDUTPANDANG.ID – Bahan baku nuklir yang dimiliki Indonesia, yakni uranium dan thorium dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia diungkapkan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) cukup untuk dijadikan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) guna mendukung percepatan penggunaan energi hijau di Indonesia.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BAPETEN Sugeng Sumbarjo di Universitas Udayana (Unud), Jimbaran, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Senin (11/9/2023) mengatakan beberapa wilayah di Indonesia memiliki bahan baku uranium dan thorium yang mencukupi untuk dikembangkan menjadi PLTN, yakni Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan Kalimantan Barat.
“Indonesia memiliki banyak kandungan nuklir, yang dalam hal ini uranium dan thorium. Kandungan uranium dan thorium tersebut cukup untuk menuju target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060,” katanya.
Hanya saja, ia tidak menyebutkan secara rinci jumlah kandungan bahan baku nuklir di beberapa daerah tersebut.
Tetapi dalam laporan dan studi beberapa pihak yang memiliki kompetensi dalam mengukur kandungan nuklir dipastikan Indonesia dapat mengubah skema pembangkit listrik dari bahan baku fosil menuju energi nuklir, selain energi lainnya yang ramah lingkungan.
Ia mengklaim ada beberapa keuntungan penggunaan nuklir, seperti menghasilkan listrik yang stabil, tidak memancarkan karbondioksida dan hanya membutuhkan bahan bakar dalam jumlah yang kecil, sehingga dapat menjamin stabilitas pasokan listrik.
Meskipun belum banyak investor yang serius yang melirik energi nuklir sebagai pembangkit listrik di Indonesia, kata Sugeng, tenaga nuklir dapat dijadikan energi alternatif penyumbang suplai energi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia di masa depan, selain listrik tenaga matahari (PLTS), PLTA, gheotermal dan lainnya.
“Indonesia memang seharusnya sudah bisa menggunakan energi nuklir untuk mengurangi emisi karbon menuju NZE tahun 2060. Dengan demikian, secara pelan-pelan mengurangi ketergantungan kita terhadap fosil, apalagi tambang minyak kita juga semakin sedikit,” katanya.
BAPETEN, kata dia, sudah melakukan studi tiru mengenai tata cara pembangunan, keselamatan dan pengawasan nuklir di beberapa negara yang sudah memanfaatkan nuklir sebagai pembangkit listrik, seperti Jepang, Korea, Prancis, Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia.
Untuk menyebarluaskan informasi terkait potensi nuklir, baik dari sisi penggunaan dan pengawasannya, BAPETEN juga menyelenggarakan Seminar Keselamatan Nuklir (SKN) di Unud yang diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai kampus.
Selain menyelenggarakan SKN tahun 2023, BAPETEN juga menggandeng Fakultas MIPA Unud dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali dalam Pameran Produk Nuklir yang berlangsung pada 11-12 September 2023.
Peserta pameran, antara lain perusahaan swasta dan BUMN serta instansi, seperti BPFK, Gegana Korps Brimob POLRI dan BNNP Bali. Hal itu dilakukan sebagai langkah awal untuk pembinaan terhadap seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam peningkatan daya saing produk nuklir.
Tema yang diangkat dalam SKN 2023 adalah “Peningkatan Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir dan Sumber Radiasi Pengion untuk Mendukung Daya Saing Produk Nuklir dan Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat”.
“Tema ini diharapkan dapat menguatkan, menumbuhkan, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan seiring dengan peningkatan penggunaan tenaga nuklir dan pembuatan produk nuklir serta komponennya di dalam negeri,” kata Sugeng Sumbarjo.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Informasi Unud, Prof Dr I Putu Gede Adiatmika mengatakan pihaknya memandang penting bekerja sama dengan BAPETEN, mengingat salah satu Program Studi di Fakultas MIPA, yaitu Prodi Fisika berpotensi meningkatkan kerja sama dengan BAPETEN seiring dengan dibukanya Konsentrasi Fisika Medis.
Menurut dia konsentrasi Fisika Medis ini memiliki kompetensi terhadap energi nuklir, khususnya pada pemanfaatan nuklir dalam bidang medis, seperti modalitas radiodiagnostik (Rontgen, CT-Scan, Flouroskopi, mamografi dll), Radioterapi (Teleterapi Cobal, LINAC, Brakhyterapi) dan Kedokteran Nuklir (PET, SPECT, Radiofarmaka).
“Modalitas ini hampir ada di semua rumah sakit pemerintah maupun swasta di Bali. Dengan demikian, sangat dibutuhkan seorang Fisikawan Medik di rumah sakit untuk memastikan keselamatan dan keamanan terhadap radiasi nuklir ini,” kata I Putu Gede Adiatmika. (02/Ant)