“Hollins tidak menjual mimpi basah para pemburu instan. Dia justru menggugat cara kita memandang belajar, menguliti mitos tentang bakat, dan memperkenalkan peta jalan menuju penguasaan tanpa perlu embel-embel jenius”
Oleh : Dr. Kemal H Simanjuntak, MBA
Ketika pertama kali membuka buku The Science of Rapid Skill Acquisition karya Peter Hollins, saya berharap akan menemukan semacam buku sakti panduan ajaib yang bisa membuat saya lebih jago, lebih cepat dalam bidang apa pun. Tapi ternyata, yang saya temukan bukan sekadar jalan pintas atau trik kilat.
Hollins tidak menjual mimpi basah para pemburu instan. Dia justru menggugat cara kita memandang belajar, menguliti mitos tentang bakat, dan memperkenalkan peta jalan menuju penguasaan tanpa perlu embel-embel jenius.
Pelajaran pertama yang menghantam saya seperti palu godam di kepala: belajar itu proses, bukan acara sekali tayang. Kita sering menganggap belajar itu seperti download film: klik, tunggu, selesai. Padahal kenyataannya lebih seperti nonton serial panjang penuh episode, recap, dan kadang sinetron.
Hollins menekankan bahwa pengulangan rutin dan refleksi jauh lebih ampuh ketimbang sesi “maraton belajar semalam sebelum ujian.”
Sebelum bisa membangun keterampilan, kamu harus membongkarnya dulu. Mau jago main gitar? Jangan langsung nyanyi lagu Ed Sheeran. Mulai dulu dari kunci dasar, pola petikan, dan letak jari yang nggak bikin encok. Metode ini bukan menyiksa, tapi mempercepat.
Karena seperti Lego, susunan paling megah pun dimulai dari keping kecil yang disusun rapi. Lucunya, Hollins bilang di awal justru kuantitas mengalahkan kualitas. Ini fase jelek: belajar itu harus rela jelek dulu. Salah nada, typo, gerakan aneh, semua sah karena itulah tiket masuk ke fase jago.
Kalau kamu takut terlihat bodoh, ya siap-siap jadi penonton seumur hidup.
Tapi tentu bukan berarti latihan asal-asalan. Latihan yang efektif itu harus sengaja dan spesifik. Niatkan tiap sesi untuk memperbaiki sesuatu: satu gerakan, satu baris hafalan, satu teknik. Kalau kamu latihan lima jam tanpa tahu apa yang diperbaiki, itu bukan belajar. Itu olahraga.
Lingkungan juga berperan besar.
Hollins menyadarkan saya bahwa alasan kita gagal sering bukan karena malas, tapi karena terlalu banyak hambatan kecil: alat belum siap, waktu belum disediakan, gangguan terlalu dekat. Buang rintangan, permudah akses dan keajaiban konsistensi akan muncul.
Salah satu prinsip favorit saya belajar lewat jalur langsung. Jangan nyasar di hutan teori. Baca secukupnya, lalu langsung praktik. Mau bisa berenang? Jangan khatamkan buku renang dulu. Nyemplung saja, dan biarkan air jadi dosen.
Tanpa feedback, belajar adalah karaoke tanpa mikrofon. Kita butuh cermin untuk tahu bagian mana yang berantakan. Entah dari mentor, aplikasi, atau jujur pada diri sendiri umpan balik adalah GPS buat perjalanan skill-mu.
Hollins juga menganjurkan “kompresi” ketimbang konsumsi. Otak itu bukan lemari penyimpanan data. Ia lebih suka peta ringkas, mindmap, dan catatan nyontek elegan. Buat ringkasan, bukan tumpukan.
Dan yang paling bikin mata terbuka: 20 jam pertama itu krusial. Banyak orang menyerah di jam ke-5, padahal emasnya ada di jam ke-19. Kamu nggak butuh 10.000 jam buat jago kamu butuh 20 jam yang niat dan fokus. Jadi, berhenti cari waktu kosong. Cari waktu berani.
Terakhir, pelajaran paling filosofis: identitas membentuk hasil. Kalau kamu percaya kamu “nggak berbakat,” maka kamu akan benar-benar jadi tidak bisa. Tapi kalau kamu anggap diri sebagai pembelajar, setiap kesalahan akan terasa seperti anak tangga, bukan jurang kegagalan.
Peter Hollins tidak menjual ilusi. Dia tidak menawarkan perubahan instan, tapi memberikan alat untuk mengakali sistem belajar kita yang malas dan impulsif. Bukan otak kita yang kurang cerdas, tapi kebanyakan kita terlalu ceroboh membangun prosesnya. Dan proses, untungnya, bisa diatur ulang.
Maka kalau ingin jago, jangan tanya “Berapa lama?” Tapi tanyalah, “Seberapa serius saya ingin belajar hari ini?”
Belajar itu bukan soal waktu, tapi soal sikap. Dan dari buku ini, saya belajar bahwa menjadi cepat bukan soal berlari tapi soal tahu arah dan tidak berhenti.
*Penulis Kemal H Simanjuntak adalah Konsultan Manajemen | GRC Expert | Asesor LSP Tatakelola, Risiko, Kepatuhan (TRK)