Dunia Sedang Berubah: Indonesia Simbol Kebangkitan Poros Asia

Dunia Sedang Berubah: Indonesia Simbol Kebangkitan Poros Asia
Presiden Prabowo Subianto (kiri) berdiri sejajar dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kedua kiri), Presiden Tiongkok Xi Jinping (ketiga kiri), dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kanan) saat menghadiri parade militer memperingati 80 Tahun Kemenangan Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok di Beijing, Rabu (3/9/2025). (Foto: Dok. Instagram Sekretariat Kabinet)

“Posisi Indonesia yang menganut politik bebas aktif menjadi modal besar untuk menjembatani berbagai kepentingan. Dunia sedang berubah, dan di tengah perubahan itu, Indonesia harus menjadi penentu arah.”

Oleh Bobby Ciputra

Apa arti kehadiran Prabowo Subianto di panggung Beijing bagi dunia?.

Pertanyaan sederhana ini tiba-tiba viral mengguncang jagat maya setelah foto parade militer Tiongkok. Gambar yang memperlihatkan Xi Jinping, Vladimir Putin, Kim Jong Un, dan Prabowo Subianto berdiri sejajar seolah menggambarkan The Greatest Four menjadi sorotan global. Apakah Indonesia kini beralih haluan atau sedang memainkan diplomasi yang jauh lebih kompleks?

Banyak orang menganggap itu sekadar seremoni, tetapi politik jarang sesederhana itu.

Parade Militer Tiongkok yang Mengguncang

Parade militer di Beijing pada 3 September 2025 bukan hanya pamer kekuatan. Ribuan pasukan berbaris rapi, jet tempur membelah langit, rudal balistik digerakkan di depan mata dunia. Peringatan 80 tahun kemenangan Tiongkok atas Jepang itu seperti pesan lantang: Tiongkok bukan lagi bangsa yang diinjak sejarah, melainkan kekuatan yang siap menentukan masa depan.

Yang lebih mengguncang bukanlah deru tank, melainkan siapa yang hadir. Xi Jinping berdiri di panggung bersama Vladimir Putin, Kim Jong Un, dan Prabowo Subianto. Konfigurasi ini langsung memicu perbincangan global. Dunia sadar, parade itu adalah panggung politik. Tiongkok menggunakan momentum sejarah untuk menegaskan posisinya kini, dan Indonesia ikut menjadi sorotan, bagian dari simbol poros Asia yang bangkit.

Bergerak dan Berubah

Sejarah selalu bergerak. Abad ke-20 ditandai Perang Dunia dan Perang Dingin. Kini, abad ke-21 diwarnai pergeseran besar. Barat tidak lagi memegang kendali mutlak. Tiongkok tumbuh sebagai kekuatan ekonomi dan militer. Rusia, meski disanksi, tetap berpengaruh. Korea Utara masih menjadi simbol perlawanan.

BACA JUGA  Dua Pemuda yang Geber Knalpot Saat Salat Id Akhirnya Diringkus

Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi penonton. Dengan populasi terbesar keempat, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dan demokrasi terbesar ketiga di dunia, kita punya posisi unik. Kehadiran Prabowo di Beijing adalah sinyal bahwa Indonesia mulai diperlakukan sebagai kekuatan strategis. Dunia sedang berubah, dan Asia menjadi panggung utama perubahan itu.

Peran Prabowo dan Warisan Soekarno

Kehadiran Prabowo di Beijing mengingatkan pada Soekarno. Enam dekade lalu, Sukarno berdiri tegak melawan dominasi Barat. Ia membangun poros Jakarta-Beijing-Pyongyang-Moskow. Hari ini bayangan itu muncul kembali. Bedanya, Prabowo hadir bukan dengan retorika revolusioner, melainkan dengan gaya nasionalis-pragmatis. Namun simbolnya sama: Indonesia menunjukkan bahwa ia tidak hanya menghadap ke Barat.

Bagi Tiongkok, Indonesia adalah pintu Asia Tenggara, dengan jalur maritim strategis dan pasar besar. Bagi Rusia, Indonesia adalah sahabat lama sejak era Sukarno. Bagi Korea Utara, Indonesia adalah sedikit negara yang berani menjaga hubungan diplomatik tanpa tunduk pada tekanan Amerika. Indonesia bukan sekadar besar, tetapi juga penyeimbang.

Sindiran Trump dan Ketegangan Barat

Tidak semua pihak nyaman melihat kebersamaan itu. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, langsung menyindir keras Xi Jinping, Putin, Kim, bahkan Prabowo. Ia menuduh pertemuan tersebut sebagai upaya “berkonspirasi melawan Amerika.”

Sindiran itu justru mengonfirmasi satu hal: bahwa momen Beijing dianggap penting. Amerika khawatir melihat kebangkitan poros Asia, apalagi ketika Indonesia mulai masuk ke dalam orbit itu.

BACA JUGA  PDIP: Selamat Ulang Tahun Ibu Megawati Soekarnoputri!

Dalam kacamata Washington, kehadiran Prabowo di Beijing tidak lagi bisa dianggap biasa. Itu adalah tanda bahwa keseimbangan dunia sedang bergeser.

Namun, jika kita melihat daftar lengkap 26 negara yang diundang, angkanya relatif kecil jika dibandingkan dengan banyaknya negara anggota PBB. Tetapi ada pola menarik: sebagian besar adalah negara yang tidak terikat kuat dengan blok Barat, negara nonblok, anggota Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), dan negara yang memiliki hubungan historis dengan Tiongkok atau Rusia.

Hal ini menunjukkan bahwa Tiongkok tidak hanya mengundang sekutu ideologis, melainkan juga mitra strategis yang penting dan relevan dalam skema tatanan dunia baru. Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, merupakan salah satu mitra kunci tersebut.

Sosialisme Modern dan Kehadiran Indonesia

Parade militer di Beijing tidak hanya menampilkan kekuatan senjata, tetapi juga ideologi yang masih hidup: sosialisme dengan wajah modern. Tiongkok, Rusia, hingga Korea Utara menunjukkan bahwa sosialisme bisa mengambil bentuk baru, bukan lagi sekadar doktrin klasik, tetapi strategi politik, ekonomi, dan kemandirian dalam menghadapi tekanan global.

Kehadiran Prabowo di barisan para pemimpin ini memberi pesan tersendiri. Prabowo pernah menyatakan keinginannya untuk menjadi pemimpin sosialis di Asia. Dengan semangat mewujudkan keadilan sosial, menolak dominasi asing, dan meningkatkan ekonomi kerakyatan, sejatinya hal itu sejalan dengan nilai-nilai yang digaungkan dalam parade tersebut.

BACA JUGA  Wartawan dan Musisi Bersatu Bantu Korban Erupsi Gunung Semeru

Di era dunia yang sedang berubah, sosialisme modern tidak harus dimaknai sebagai ideologi tertutup. Ia justru bisa menjadi lensa untuk melihat bagaimana bangsa-bangsa Asia membangun kedaulatan tanpa tunduk pada hegemoni. Di titik ini, Indonesia berperan penting sebagai jembatan: bukan sekadar pengamat, melainkan bagian dari percakapan besar tentang model pembangunan yang lebih adil dan manusiawi.

Sekali lagi, foto Prabowo berdiri sejajar dengan Xi Jinping, Vladimir Putin, dan Kim Jong Un akan dikenang sebagai momen penting dalam geopolitik dunia. Itu bukan sekadar gambar, tetapi simbol kebangkitan poros Asia. Posisi Indonesia yang menganut politik bebas aktif menjadi modal besar untuk menjembatani berbagai kepentingan.

Dunia sedang berubah, dan di tengah perubahan itu, Indonesia harus menjadi penentu arah.

Penulis adalah Ketua Angkatan Muda Sosialis Indonesia (AMSI)


Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis. Redaksi tidak bertanggung jawab atas isi opini yang ditulis. Setiap pembaca berhak setuju atau tidak setuju, dan dapat menyampaikan pendapatnya secara sehat, kritis, dan bertanggung jawab