“Jadi ini perkara Jaksanya kepo, perkara kepo, RUPS itu pemiliknya yang bikin, semua hanya pemegang saham, nah tapi kok Jaksa kepo gitu, Ini bukan Tbk, ini perusahaan tertutup dan Jaksa ini sudah menafsirkan UU secara liar dalam perkara ini.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman tiga tahun penjara terhadap terdakwa Jahja Komar Hidajat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa (24/5/2022). Dalam tuntutannya, JPU menyatakan terdakwa melanggar Pasal 242 dan Pasal 263 KUHP terkait keterangan palsu.
“Terdakwa Jahja Komar Hidajat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memakai surat palsu dan menjatuhkan pidana selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan,” ucap JPU Hadi Karsono, saat membacakan tuntutan.
Atas tuntutan JPU, majelis hakim pimpinan Agam Syarief Baharudin memberikan kesempatan kepada penasehat hukum terdakwa untuk melakukan pledoi atau nota pembelaan pada sidang selanjutnya.
Usai sidang, Reynold Thonak, selaku penasehat hukum menyayangkan tuntutan JPU terhadap kliennya.
”Tuntutan JPU yang kami sayangkan adalah Jaksa ini seakan-akan mengabaikan fakta persidangan, isi tuntutan itu adalah karangan dia yang bukan berasal dari fakta persidangan. Jadi sebenarnya Jaksa ini membuat surat palsu, kenapa saya bilang surat palsu?, karena isinya tidak sesuai fakta persidangan,” ungkap Reynold Thonak kepada awak media usai sidang.
“Tuduhan semua ini beberapa benar, tapi ada bagian yang tidak benar, dia (JPU) tidak membaca putusan pengadilan yang memenangkan pokok perkara secara keseluruhan, dia hanya kutip, ini tidak benar,” lanjutnya.
Menurutnya, berdasarkan pada putusan-putusan NO. Berarti dakwaan, tuntutan JPU yang bersumber pada fakta hukum, dimana putusan yang diajukan gugatan sifat NO.
“Itulah yang dituduhkan kepada klien kami melakukan suatu perbuatan melawan hukum, dan ini pemalsuan,” tegas Reynold.
“Jadi ini perkara Jaksanya kepo, perkara kepo, RUPS itu pemiliknya yang bikin, semua hanya pemegang saham, nah tapi kok Jaksa kepo gitu, Ini bukan Tbk, ini perusahaan tertutup dan Jaksa ini sudah menafsirkan UU secara liar dalam perkara ini,” sambung Reynold.
Ia pun mengaku heran dan mempertanyakan penerapan undang-undang yang dipakai UU No. 40 Tahun 2007. Padahal peristiwanya terjadi yang dituduhkan pada tahun 1998. Seharusnya UU No.01 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
“Dasar hukumnya yang JPU pakai, dituduhkan pasal 15, 17, 21 UU No 01 Tahun 1995 dan itu tidak ada pelanggarannya, kalau namanya RUPS tidak perlu mengangkat direktur, karena tidak perlu pengesahan dari Kemenkumham. Makanya saya bilang jaksa ini kepo, jaksa menafsirkan UU secara liar, darimana kalau pengangkatan direktur itu harus dapat pengesahan dari Kemenkumham?” ungkapnya.
Ia pun menyatakan akan lakukan pembelaan sesuai dengan fakta, dan akan mengajukan bukti-bukti asli dalam persidangan.
“Dengan akta-akta resmi kami, putusan-putusan kami bahkan sudah dilakukan eksekusi baik putusan Pengadilan Negeri, maupun putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang secara tidak langsung diakui oleh Jaksa,” tandas Reynold.
Sesuai Fakta
Sementara itu, Jaksa Hadi Karsono menyatakan tuntutan yang sudah dibacakan sudah sesuai fakta persidangan.
“Tuntutan tadi 3 tahun, unsur-unsur yang kami buktikan 263 ayat 2 jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP, jadi keterkaitan dengan si penerima kuasa yaitu yang memberi objek adalah SK 09 yang digunakan oleh terdakwa kepada kuasanya untuk melakukan gugatan perdata itu pada tahun 1999. Pada saat itu secara fakta dalam persidangan itu benar terjadinya RUPS, hanya tidak melalui mekanisme-mekanisme tertentu,” ungkapnya usai sidang.
“Kemudian kalaupun secara kasat mata atau bukti-bukti yang diajukan pada saat persidangan 108 putusan, kita harus melihat dulu alat buktinya, dan ketika kita lihat alat bukti itu tidak ada satupun dasar dari terdakwa ini mencantumkan apa sih jabatan yang diemban pada saat itu, dan apa dasarnya?. Tidak ada satupun. Kemudian malah yang menjadi dasar itu adalah kepemimpinan sebelumnya yaitu Lorensius,” sambung Hadi.
Ia menegaskan tuntutan sudah sesuai dengan pertimbangan fakta persidangan. Pihaknya tidak bisa menyampingkan fakta persidangan.
‘Kalaupun ada yang lain belum terungkap di persidangan, menurut pandangan kami yang punya korelasi tertentu terhadap apa yang kami buktikan, ya kami masukan dalam pertimbangan, kalau tidak masuk untuk apa kami masukan?” pungkasnya.(Sony)