JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui sebanyak 6 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Menurut Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Senin (30/2023), keenam permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
- Tersangka Dika Arrozak alias Dika dari Kejari Tebing Tinggi Deli yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
- Tersangka Hendrs Tadarud als Hendra bin alm. Bachtiar dari Kejari Aceh Tenggara yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka Asamaini alias Semaini binti Eman dari Kejari Gayo Lues yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Kasri alias Sri dari Kejari Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 76C jo. Pasal 80 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka I Anastasia dan Tersangka II Fitri Tompinit dari Kejari Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP (yang dibuktikan) atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Togu Manhan Poltak Siagian dari Kejari Tanjungpinang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
- Tersangka belum pernah dihukum
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar
- Pertimbangan sosiologis
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kajari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana.(PR/05)