Hemmen
Hukum  

Ari Yusuf Amir: Korporasi Penimbun Obat dan Alkes Harus Dihukum Maksimal

Pakar Hukum Pidana Dr. Ari Yusuf Amir, S.H., M.H./Foto:ist

Ari menerangkan terkait Pasal 15 Pasal 15 UU No.7 Darurat Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi.

“Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua-duanya,” urainya.

BACA JUGA  Amir Yanto Dorong Jaksa Daerah Laksanakan Rekomendasi Rencana Aksi Nasional Bidang Intelijen

“Menggunakan ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, maka antara korporasi dan pengurus dapat dijadikan sebagai subjek hukum baik sebagai “pelaku”, “menyuruh” atau “turut serta” melakukan tindak pidana. Bila pengurus menjadi pelaku, maka korporasi dapat menjadi pihak yang “menyuruh” atau “turut serta”,” sambung Ari.

Sedang bila korporasi sebagai pelaku, maka pengurus dapat saja menjadi pihak yang “turut serta” atau “membantu” sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 KUHP.

“Pertanyaan kemudian, siapakah yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana mewakili korporasi sebagai subjek hukum? Apakah hanya pengurus? Atau dapatkah “pejabat tinggi” korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana?,” katanya.

Ari kembali menjelaskan, dalam praktek bisnis sudah lazim terjadi pemegang saham mempengaruhi pengurus korporasi untuk melakukan perbuatan untuk kepentingan pemegang saham. Para pemegang saham pengendali melalui RUPS menempatkan orang-orang sebagai direksi dan komisaris.

“Orang-orang yang oleh pemegang saham pengendali diberi jabatan strategis ini tidak lain adalah boneka dari pemegang saham pengendali dan menjalankan kebijakan pemegang saham pengendali tersebut,” terangnya.

BACA JUGA  289 Mahasiswa Hukum Ikuti Kompetisi Peradilan Semu Piala Jaksa Agung ke-7

“Hal itu dilakukan oleh pemegang saham, untuk memanfaatkan celah dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Doktrin yang digunakan dalam UU No. 40 tahun 2007 adalah corporate veil, pemegang saham perseroan hanya bertanggungjawab atas saham yang disetor, dan melimpahkan beban pertanggungjawaban pidana kepada pengurus,” tambah Ari.

Masih menurut Ari, dengan doktrin corporate veil tersebut, para pemegang saham mempunyai peluang dalam melakukan tindakan hukum, antara lain menjadikan korporasi sebagai vihicle, menganggap direksi dan komisaris seakan-akan sebagai “pegawai” pemegang saham yang harus tunduk dan patuh pada pemegang saham.

“Mengambil kebijakan yang menjadi wewenang direksi dan/atau dewan komisaris. Maraknya perjanjian nominee saham, untuk mengelabuhi kepemilkan saham yang sebenarnya. Membentuk holding company di bawah pengendalian ultimate shareholder,” ujarnya.

Pemegang Saham

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan