Hukum  

Ari Yusuf Amir: Korporasi Penimbun Obat dan Alkes Harus Dihukum Maksimal

Pakar Hukum Pidana Dr. Ari Yusuf Amir, S.H., M.H./Foto:ist

Melihat kasus penimbunan barang berupa obat dan alat kesehatan, lanjut Ari, meski perbuatan tersebut dilakukan oleh pengurus, namun tidak menutup kemungkinan perbuatan pengurus itu atas perintah pemegang saham. Sebagaimana pernah terjadi dalam beberapa kasus perbankan dan pembakaran lahan di tanah air.

“Karena pihak yang paling diuntungkan terhadap laba korporasi adalah pemegang saham. Dengan demikian, ada baiknya Polri tidak hanya menyidik pengurus namun juga pemegang saham,” tandas Ari.

Kemenkumham Bali
BACA JUGA  Usai Diperiksa KPK Soal Korupsi Bansos, Rudy Tanoesoedibjo Bungkam

Dijelaskannya, meminta pertanggungjawaban pidana pemegang saham juga diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU No 40 tahun 2007, dengan dimasukkannya doktrin piercing the corporate veil. Diadopsinya doktrin piercing the corporate veil dan dengan pendekatan hukum menggunakan doktrin alter ego memberi peluang pemegang saham yang melakukan penimbunan barang dan alat kesehatan yang melampaui kewenangannya (ultra vires). Menggunakan korporasi untuk melakukan tindak pidana, dapat dimintai pertanggungjawaban.

Sanksi Hukum Maksimal

“Terhadap kasus penimbunan barang dan alat kesehatan, maka perlu diterapkan sanksi hukum maksimal, karena kejahatan tersebut bisa membahayakan keselamatan negara,” tegas Ari.

BACA JUGA  Ari Yusuf Amir: Otak Pelaku Holywings Harus Diproses Hukum

“Korporasi yang melakukan tindak pidana dan/atau digunakan oleh pemegang saham untuk melakukan perbuatan pidana, maka terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana itu perlu dipidana dengan pidana pokok berupa denda, pidana tambahan berupa kewajiban menyerahkan seluruh keuntungan yang diperoleh selama masa korporasi tersebut melakukan tindak pidana,” paparnya.

Sanksi pidana tambahan, lanjut Ari, juga bisa berupa menyita seluruh aset korporasi untuk negara, dan terhadap korporasi penimbun barang dan alat kesehatan dilarang melakukan kegiatan tertentu baik sementara maupun selamanya.

“Terhadap pemegang saham, selain pidana kurungan dan denda, dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa larangan (selamanya atau dalam jangka waktu tertentu) menjadi pemegang saham di korporasi lain,” pungkas Ari.(um)

BACA JUGA  Menyoal Kosongnya Hakim Agung TUN Pajak dan Legal Standing Jaksa Ajukan PK

Tinggalkan Balasan