“Pembunuhan terhadap wartawan Shireen Abu Aqla saat sedang bertugas yang dilaporkan ditembak sniper Israel di Jenin, Tepi Barat pada 11 Mei 2022 lalu, merupakan ancaman terhadap kerja jurnalistik.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Kasus pembunuhan wartawan Al Jazeera Shireen Abu Akleh harus diajukan ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice) sebagai upaya tidak adanya impunitas atau kekebalan terhadap tindakan Israel. Dengan pengajuan ini diharapkan pelaku penembakan dari pihak Israel dapat diseret ke pengadilan. Proses hukum diajukan juga untuk melindungi wartawan saat liputan pemberitaan Palestina.
Demikian rangkuman webinar internasional “Mencegah Ancaman terhadap Jurnalis dalam Liputan Berita Palestina” yang berlangsung secara virtual, pada Selasa (14/6/2022).
Webinar ini diselenggarakan International Palestinian Forum for Media and Communication, organisasi media independent yang berpusat di Istanbul, Turki. Anggota dari forum ini antara lain berasal dari Palestina, Turki, Yordania, Qatar, Inggris dan Amerika Serikat.
Sekjen International Palestinian Forum, Ahmad Al Sheikh, yang berbicara dari Doha, Qatar, menyatakan bahwa pihak Al Jazeera melanjutkan pengaduan ke Mahkamah Internasional dalam kasus pembunuhan wartawannya Shireen Abu Akleh.
Menurut Al Sheikh, tindakan Israel terhadap wartawan dilakukan meskipun banyak protes dari seluruh dunia lantaran adanya kekebalan yang dimiliki Israel dari tuntutan internasional. Meskipun korban berjatuhan, aksi protes terhadap kekejian Israel harus tetap dilakukan masyarakat pers dunia.
Pada Webinar dengan moderator Asep Setiawan, anggota Dewan Pers 2019-2022 dan juga Dosen di Magister Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta, juga mendengarkan pandangan Shefaa Saleh dari Friends of Palestine Network in Southeast Asia.
Dalam pandangannya, Sheefa menjelaskan PBB telah menjamin kebebasan pers sehingga jurnalis dapat melakukan aktivitasnya. Namun kebebasan pers di Palestia sangat dikekang oleh Israel.
“Israel melakukan pembatasan terhadap aktivitas pers yang tidak wajar. Israel juga melakukan tindakan diluar batas kemanusiaan termasuk penyerangan terhadap wartawan. Sejak tahun 2015, lebih dari 110 jurnalis mengalami pembatasan Israel mulai larangan liputan sampai perampasan alat kerjanya,” ungkap Sheefa.
Hadir dalam Webinar ini, Wartawan Metro TV, Desi Fitriani yang pernah meliput ke Jalur Gaza. Ia menjelaskan bahwa dalam liputan konflik seperti di Palestina perlu persiapan tersendiri. Persiapan itu dimulai dari mengetahui para pihak yang terlibat konflik.
Kendati demikian, Desi mengakui pula bahwa perlindungan hukum terhadap kerja jurnalis ini tidak selamanya dapat dijamin. Ia mencontohkan bagaimana ketika meliput di wilayah Jalur Gaza, dimana ancaman Israel selalu hadir.
Sementara itu, wartawan senior Republika, Yeyen Rostiyani, menjelaskan bahwa kekerasan terhadap wartawan ini terjadi dimana-mana. Berdasarkan catatan Unesco antara 2006 sampai 2020 lebih dari 1.200 wartawan terbunuh. Namun demikian, sembilan dari sepuluh kasus itu para pelaku kejahatannya tidak dihukum.
“Committee for Protection of Journalist mencatat sejak 1992 sebanyak 17 wartawan Palestina terbunuh, dan 15 di antaranya karena tembakan pihak Israel. Kami mendukung pihak Al Jazeera mengajukan kasus ini ke Mahkamah Internasional agar pelaku bisa diadili dan kasus ini tidak terulang lagi,” ujarnya.
Mengenai penyebab mengapa Israel sering menyasar jurnalis, wartawan Kantor Berita Anadolu, Pizato Gozali mengatakan, Israel menyebut adanya kekebalan dari tuntutan internasional. Penyebab lainnya tidak ada investigasi yang memadai terhadap kasus kekerasan itu sendiri.
“Penyebab lainnya adalah aktivitas mesin propaganda Israel dan tidak banyak tuntutan kuat dari negara pihak ketiga,” kata Pizato Gozali, yang juga Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia.
Semua nara sumber webinar menyatakan bahwa pembunuhan terhadap wartawan Shireen Abu Aqla saat sedang bertugas yang dilaporkan ditembak sniper Israel di Jenin, Tepi Barat pada 11 Mei 2022 lalu, merupakan ancaman terhadap kerja jurnalistik.
Catatan Kekejaman Israel
Diketahui, Shireen merupakan wartawan yang secara konsisten melaporkan terjadinya insiden ketidakadilan di bumi Palestina. Kejadian terhadap jurnalis berkebangsaan Palestina – Amerika ini
diharapkan merupakan terakhir sebagai korban kekerasan, penganiayaan bahkan pembunuhan oleh tentara Israel.
Menurut catatan lainnya, sindikat Jurnalis Palestina menyatakan tahun 2020 bahwa pasukan Israel sudah membunuh lebih dari 46 jurnalis Palestina sejak Intifada Kedua pada 2000. PBB dan Komite Perlindungan Jurnalis juga mencatat ada 17 jurnalis Palestina yang dibunuh sejak 2000.
Media Palestina Wafa juga memiliki daftar puluhan dari jurnalisnya yang dibunuh sejak 1972 silam. Angka itu kian bertambah banyak sejak mulainya Intifada Kedua pada 2000. Selain itu, dilaporkan pula bahwa Jurnalis Palestina jadi target serangan Israel di Tepi Barat pada 2002 dan pada musim panas 2014. Israel membunuh 17 jurnalis Palestina yang bertugas meliput perang di Jalur Gaza.
Jaksa Agung Otoritas Palestina pada Kamis, 26 Mei 2022, mengatakan, penyelidikannya membuktikan seorang tentara Israel menembak jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh dalam pembunuhan yang ditargetkan di Jenin pada 11 Mei 2022. Menurut Jaksa Agung Otoritas Palestina, peluru yang menewaskan Abu Akleh adalah peluru 5,56 mm dengan komponen baja yang digunakan oleh pasukan NATO.
Adapun penyelenggara webinar adalah International Palestinian Forum for Media and Communication. Organisasi media independen yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antara organisasi media Arab dan internasional untuk mendukung perjuangan Palestina. Forum ini menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti konferensi dan workshop internasional untuk mendukung perjuangan Palestina. Forum ini juga memfasilitasi pertukaran konten dan mendorong media memperhatikan perjuangan Palestina dan perkembangan secara objektif dan professional.(red)