Hemmen
Berita  

Ini Alasan DPRD DKI Gelar Rapat P2APBD Tahun 2021 di Bogor

Dok.Fotografer

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI  Jakarta melangsungkan rapat Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) tahun 2021 di Grand Cempaka Resort, Cipayung, Bogor, Jawa Barat, pada hari ini, Selasa (30/8/2022).

Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi mengatakan, pemilihan tempat di Bogor membuat para peserta rapat fokus pada pembahasan.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Kita sedang pembahasan anggaran di sana kebetulan, sekalian. Kalau di sana kan fokus. Kalau anggaran kan fokus mereka enggak lari ke mana-mana. Kalau di sini kan banyak sekali ke sana ke sini akhirnya enggak fokus,” katanya kepada wartawan, Senin (29/8).

Selain itu, DPRD DKI Jakarta juga akan rapat dengan Badan Musyawarah (Bamus) guna menyusun rapat paripurna pengumuman pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.

Sebagai informasi, masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berakhir pada 16 Oktober 2022 mendatang. Pemberhentian kepala daerah diatur dalam Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

BACA JUGA  Lima Mantan Anggota DPRD DKI Diperiksa KPK

Dalam UU tersebut mengatur bahwa ‘pemberhentian kepala daerah atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna’.

Pada umumnya pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan oleh Presiden berdasarkan usulan dari DPRD provinsi, sebagai hasil rapat paripurna melalui Menteri Dalam Negeri atau ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan usulan DPRD.

“Jadi Bamus itu ada surat dari Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) untuk mempersiapkan bulan Oktober tanggal 16 kan Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur sudah selesai masa baktinya. Nah, kita bamuskan untuk perencanaannya, untuk bamusnya karena setelah tanggal 16 Oktober mundur, pasti ada penggantinya, Penjabatnya (Pj) kan yang ditunjuk oleh Kemendagri. Nah di bamus itulah wadahnya untuk mengagendakan tanggal berapa untuk namanya paripurna,” tutup Prasetio.

BACA JUGA  Jangan Catut Nama Jokowi Dalam Formula E

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, masyarakat menjadi susah untuk mengakses dan sulit mendapatkan hal-hal penting dari rapat tersebut.

“Rakyat sih ingin tidak menghamburkan uang negara (dengan rapat di Bogor) dan mereka bisa mengakses rapat tersebut agar rakyat juga bisa dekat dengan wakilnya di Kebon Sirih. Kan di saat yang sama rakyat butuh mengakses, butuh informasi, dan butuh hal-hal penting dari hasil rapat itu yang diketahui publik atau rakyat DKI Jakarta,” katanya.

Dia mengungkapkan, lebih baik rapat dilakukan di Jakarta atau kantor DPRD DKI Jakarta untuk menghindari kesan ingin mendapatkan keuntungan ekonomis.

“Yang bagus dilakukan (rapat) ya di Jakarta saja kan banyak hotel-hotel yang megah, yang mewah, yang bagus gitu. Lebih bagus lagi kalau rapat itu dilakukan di DPRD. Namun, saya melihat ada keuntungan ekonomis mungkin ya. Mungkin kalau di luar kota, pendapatan uang transportasinya, uang hariannya itu kan menjadi bertambah. Ya biasa ini namanya juga politisi ingin mendapatkan keuntungan dengan cara rapat-rapat tersebut. Tentu ini akan mendapatkan banyak respons negatif atau kritikan dari publik,” ujarnya.

BACA JUGA  Tolak Kebijakan ERP, Ratusan Ojol Gelar Aksi di Gedung DPRD DKI

Lebih lanjut, Ujang berpendapat DPRD dapat menggelar rapat di luar kota karena tidak ada aturan yang melarang.

“Mungkin mereka beralasan di balik aturan bahwa aturannya boleh, aturannya mendukung, aturannya tidak melarang begitu. Kalau di luar kota kan secara pendapatan kan juga berbeda. Lalu nilai refreshingnya juga, udara segar juga didapatkan,” tutupnya.(red)

 

 

 

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan