“Penegakan hukum adalah ranah sipil. Tidak ada ancaman nyata yang membenarkan kehadiran personel TNI di Kejaksaan.”
JAKARTA, SUDUPANDANG.ID – Pengerahan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke lingkungan Kejaksaan kembali memantik kekhawatiran publik. Kali ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan melayangkan kritik keras atas adanya telegram Panglima TNI tertanggal 5 Mei 2025 yang berisi perintah penyiapan dan pengerahan prajurit ke Kejaksaan Tinggi dan Negeri di seluruh Indonesia.
Dalam siaran persnya pada Minggu (11/5/2025), koalisi menyebut langkah tersebut diduga melanggar prinsip-prinsip dasar negara demokrasi, serta bertentangan dengan sejumlah regulasi nasional, termasuk UUD 1945, UU TNI, UU Pertahanan Negara, UU Kejaksaan, dan UU Kekuasaan Kehakiman.
“Pengerahan ini tidak hanya tidak memiliki dasar hukum yang kuat, tapi juga berpotensi mengaburkan batas antara fungsi pertahanan dan penegakan hukum,” tegas pernyataan resmi koalisi.
Koalisi menilai, jika langkah ini terus dibiarkan, maka hal itu dapat membuka pintu bagi kembalinya praktik dwifungsi militer yang sempat dihapus dalam masa reformasi. Mereka menilai, keberadaan TNI di institusi penegakan hukum sipil tanpa kondisi darurat atau dasar hukum jelas adalah bentuk intervensi militer yang melanggar prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi konstitusional.
“Penegakan hukum adalah ranah sipil. Tidak ada ancaman nyata yang membenarkan kehadiran personel TNI di Kejaksaan,” tulis koalisi.
Menurut mereka, pengamanan institusi kejaksaan seharusnya menjadi tanggung jawab satuan pengamanan internal atau aparat kepolisian, bukan militer.
Lebih lanjut, koalisi mendesak Panglima TNI untuk mencabut surat perintah tersebut, dan meminta DPR RI khususnya Komisi I, III, dan XIII untuk menindaklanjuti persoalan ini secara serius.
“Kami juga mendesak Presiden dan Menteri Pertahanan untuk mengambil sikap tegas dan membatalkan surat perintah itu. Jangan sampai praktik militerisme kembali mengikis prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi yang telah diperjuangkan sejak era reformasi,” katanya.
Kejagung
Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa keterlibatan TNI adalah bagian dari kerja sama formal antarlembaga negara yang sudah berlangsung sebelumnya.
“Iya benar, ada pengamanan yang dilakukan oleh TNI terhadap Kejaksaan, hingga ke daerah. Pengamanan itu bentuk kerja sama antara TNI dengan Kejaksaan,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Minggu (11/5/2025).
Menurut Harli, dukungan tersebut tidak bisa dipandang sebagai intervensi militer, melainkan bentuk sinergi dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas Kejaksaan, khususnya dalam bidang pengamanan fasilitas dan personel.
TNI
Hal senada disampaikan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana. Ia menyatakan bahwa surat telegram Panglima TNI tersebut merupakan surat biasa (SB) dan tidak dikeluarkan dalam rangka situasi darurat.
“Surat itu adalah bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif, sebagaimana juga telah berjalan sebelumnya,” ujarnya.
Wahyu mengatakan, kehadiran unsur pengamanan dari TNI juga berkaitan dengan eksistensi Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil), yang menjadi titik koordinasi struktural antara Kejaksaan dan militer dalam penanganan perkara pidana militer.
“Sehingga kehadiran unsur pengamanan dari TNI bagian dari dukungan terhadap struktur yang ada dan diatur secara hierarkis,” ujarnya.(01)