Hemmen
Hukum  

Lima Perkara Pidum Kembali Dihentikan Berdasar Keadilan Restoratif

Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana (Foto: Istimewa)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Lima perkara Pidana umum dihentikan penuntutan berdasarkan asas keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

Penghentian penuntutan disetujui Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, usai dilakukan ekspose perkara.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Sebelum dihentikan, terhadap kelima perkara dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri langsung Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/09/2022).

Adapun 5 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

Tersangka La Ode Jabal Arafah dari Kejaksaan Negeri Wakatobi yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).

BACA JUGA  Ternyata Ini Sosok Korban yang Jadikan Yudo Andreawan Pakai Baju Oren

Tersangka Joko Sofiandi alias Momon bin alm Yunan Effendi dari Kejaksaan Negeri Demak yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Tatsuya Yana Kostadinov bin Suparyono dari Kejaksaan Negeri Semarang yang disangka melanggar Pasal 362 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Krisnawanto alias Kris bin (alm) Kardi dari Kejaksaan Negeri Wonogori yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Tisno Sumardi bin (alm) Yatin Harjo Prayitno dari Kejaksaan Negeri Cilacap yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– tersangka belum pernah dihukum.
– tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
– tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– pertimbangan sosiologis;
– masyarakat merespon positif.

BACA JUGA  Hakim Tipikor Tolak Eksepsi Terdakwa Kasus Korupsi Impor Besi atau Baja

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. ()

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan