“Mari kita bersama-sama mendesak pimpinan DPR untuk mengesahkan RUU ini dengan argumentasi bahwa tujuan dari RUU ini adalah pencegahan dan penangangan kekerasan seksual yang utamanya adalah melindungi korban.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Audra Jovani, Dosen Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia (UKI), berpandangan bahwa tujuan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sangat mulia untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Indonesia, khususnya melindungi kaum hawa. Ia pun mendesak pimpinan DPR segera mengesahkan RUU TPKS.
“Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa tujuan mulia RUU TPKS adalah memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di negara kita, di mana, terdapat keterbatasan instrumen hukum, dalam regulasi KUHP hanya mencakup dua hal, yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual/pencabulan. Sementara, dalam RUU TPKS mengklasifikasikan kekerasan seksual dalam 9 kategori dengan definisi yang lebih luas dan mampu lebih menjerat pelaku,” papar Audra, kepada Sudutpandang.id, Senin (10/1/2022).
Ia mengatakan, proses pembuatan kebijakan yang dilakukan di lembaga legislatif terkait dengan RUU TPKS memang mengalami proses yang panjang dan lama. Sejak tahun 2016 sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas), namun sampai dengan akhir tahun 2021 belum juga disahkan.
“Pemerintah dalam statement Presiden Joko Widodo sangat jelas, bahwa RUU harus dikawal dengan koordinasi langsung dari dua Kementerian yakni Kemenkumham dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) ini berarti merupakan langkah cepat agar proses pengesahan RUU ini dapat segera dilakukan diawal tahun 2022 ini,” katanya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SNPHPN) tahun 2021, sebanyak 26% atau 1 dari 4 perempuan usia 15 hingga 64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan atau selain pasangan. Selain itu, 34% atau 3 dari 10 anak laki-laki dan 41,05% atau 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis atau lebih kekerasan selama hidupnya (SNPHPN, 2021).
“Seluruh lapisan masyarakat mulai Akademisi, pemerhati perempuan dan anak, Komnas Perempuan, KPAI, dan komunitas lainnya, mari kita bersama-sama mendesak pimpinan DPR untuk mengesahkan RUU ini dengan argumentasi bahwa tujuan dari RUU ini adalah pencegahan dan penangangan kekerasan seksual yang utamanya adalah melindungi korban,” tandasnya.
Kendati demikian, Kepala Pusat Studi Wanita Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (PSM-LPPM) UKI Jakarta ini, mengaku bersyukur Fraksi-fraksi di DPR RI mayoritas menyetujui RUU TPKS.
“Berarti ini merupakan kabar baik dalam proses pembuatan kebijakan yang pro terhadap perempuan dan anak (korban perempuan dan anak),” pungkas Audra.(red)